Halaman

Jumat, 16 Mei 2025

Siapakah 144.000 Orang Yang Namanya Dimateraikan Dalam Kitab Kehidupan ?

Mang Anas 


Menafsirkan Ulang Kitab Wahyu 7 dan 14 dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits 

Wahyu 7 : 4 (TB) :

“Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu : seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.”

Wahyu 14 : 1 (TB) :

“Dan aku melihat : sesungguhnya, Anak Domba berdiri di Bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya.”

BAB I : PENDAHULUAN

Kitab Wahyu, yang merupakan bagian dari Perjanjian Baru dalam Al-Kitab Nasrani, secara khusus menyebut angka 144.000 sebagai jumlah mereka yang "dimateraikan" dan namanya tertulis dalam kitab kehidupan (Wahyu 7 dan Wahyu 14). Angka ini telah menimbulkan berbagai penafsiran sepanjang sejarah, dari pemahaman harfiah sebagai keturunan dari 12 suku Israel, hingga simbol-simbol spiritual yang lebih universal. Sementara itu, dalam khazanah Islam, terutama dalam hadits, disebutkan bahwa jumlah para nabi yang diutus kepada umat manusia adalah sekitar 124.000, dengan 313 di antaranya adalah rasul, dan 25 di antaranya disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an.

Kedua angka ini—144.000 dalam Kitab Wahyu dan 124.000 dalam riwayat Islam—menarik untuk dibandingkan, karena keduanya merujuk kepada sosok-sosok suci yang terhubung dengan keselamatan dan wahyu. Penelitian ini berangkat dari hipotesis bahwa 144.000 yang disebut dalam Kitab Wahyu sesungguhnya tidak merujuk pada satu etnis atau suku semata, melainkan kepada para nabi dan utusan Tuhan dari berbagai bangsa, yang dalam Islam dikenal sebagai ruh-ruh suci para nabi yang telah dimateraikan dalam Lauhul Mahfuz (Kitab Kehidupan).

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menelaah kembali makna sejati dari angka 144.000 dalam Kitab Wahyu dengan pendekatan komparatif-teologis, eskatologis, dan semantik, dengan mempertimbangkan pesan universal para nabi sebagaimana tercermin dalam Islam dan dalam struktur makna kitab-kitab sebelumnya.

Artikel ini akan dibagi ke dalam beberapa bab :

1. Tinjauan Awal dan Rumusan Masalah

2. Tinjauan Historis dan Telaah Teks Kitab Wahyu

3. Komparasi dengan Tradisi Islam : Jumlah Nabi dan Kitab Kehidupan

4. Misaaqan Ghaliza : Konsep Perjanjian Ruhani Para Nabi

5. Paradigma Universal versus Etnosentris

6. Reinterpretasi Angka dan Simbolisme Spiritualitas

7. Kesimpulan dan Implikasi Teologis Global

Dengan pendekatan ini, kita berharap mampu menyajikan pemahaman yang lebih inklusif, dalam, dan selaras dengan nilai-nilai universal kenabian dan wahyu Ilahi.

BAB II : TINJAUAN AWAL DAN RUMUSAN MASALAH

Penafsiran terhadap angka 144.000 dalam Kitab Wahyu telah lama menimbulkan perdebatan. Sebagian tradisi Kristen, khususnya yang berpegang pada literalitas teks, meyakini bahwa angka ini secara harfiah merujuk kepada keturunan 12 suku Israel, masing-masing 12.000 orang. Namun penafsiran ini menuai masalah ketika dikaitkan dengan realitas historis dan teks-teks lain dalam Alkitab itu sendiri. Misalnya, kenyataan bahwa sebagian besar dari 12 suku Israel sudah punah [ dinyatakan hilang ] sejak pembuangan Asyur (kerajaan utara) membuat interpretasi literal menjadi problematis. Tambahan lagi, jika hanya satu etnis yang disebut sebagai yang diselamatkan, maka ini akan bertentangan dengan semangat universalitas pewahyuan dalam seluruh kitab suci.

Di sisi lain, tradisi Islam memuat riwayat bahwa jumlah nabi yang diutus kepada umat manusia mencapai 124.000 orang. Ini selaras dengan ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa "tidak ada satu umat pun melainkan telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan" (QS. Fathir:24). Angka ini tidak hanya mencerminkan keberagaman ras dan bangsa dari para nabi, tetapi juga menggambarkan kemahaluasan rahmat dan petunjuk Ilahi yang menjangkau seluruh manusia.

Dari sinilah muncul pertanyaan pokok artikel ini :

1. Apakah angka 144.000 dalam Kitab Wahyu dapat dimaknai sebagai representasi dari ruh-ruh para nabi yang telah dimateraikan oleh Tuhan dalam kitab kehidupan (Lauhul Mahfuz) ?

2. Apakah terdapat relasi semantik, spiritual, dan historis antara angka 144.000 dalam Kitab Wahyu dan angka 124.000 dalam tradisi Islam ?

3. Apakah angka 144.000 merupakan distorsi atau penyimpangan informasi dari sumber asli yang lebih universal, dan bagaimana peran bangsa Israel dalam pewarisan narasi ini ?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, artikel ini bertujuan untuk mengusulkan pembacaan ulang terhadap teks-teks profetik akhir zaman dan menegaskan bahwa keselamatan bukanlah monopoli etnis, melainkan hakikat dari penerimaan terhadap cahaya kebenaran yang dibawa oleh para nabi di seluruh zaman dan wilayah.

Bab III : Kajian Numerik dan Simbolik : 144.000 vs 124.000 

Secara numerik, perbedaan antara angka 144.000 dalam Kitab Wahyu dan 124.000 dalam hadis Islam hanya terletak pada dua digit tengah : 2 dan 4. Bisa jadi ini akibat salah kutip, kesalahan transmisi atau penyesuaian simbolik terhadap logika Israelisme.

Angka 144.000 dalam Wahyu dibagi ke dalam 12 suku Israel, masing-masing 12.000 orang. Namun kita mengetahui bahwa pada zaman Yesus sendiri, 10 dari 12 suku telah dianggap hilang dalam pembuangan dan diaspora, bahkan status etnologisnya menjadi kabur. Maka sangat tidak konsisten jika kitab Wahyu menyatakan bahwa masing-masing suku dihitung 12.000 secara merata.

Sebaliknya, angka 124.000 dalam hadis Islam sangat konsisten dengan prinsip tauhid universal : bahwa setiap bangsa telah diutus seorang nabi (QS Yunus : 47, QS Al-Nahl : 36). Dengan kata lain, nabi-nabi itu tersebar di seluruh dunia, melintasi etnis, wilayah, dan bahasa. Mereka adalah penyampai wahyu Ilahi dalam bentuk lokal, namun memiliki inti misi yang sama.

Secara simbolik, angka 124 dapat dijumlahkan 1+2+4 = 7, begitu pula 313 (jumlah rasul) dan 25 (nabi yang disebut dalam Al-Qur’an), semuanya berjumlah 7. Ini mengisyaratkan kesempurnaan spiritual (7 langit, 7 hari, 7 ayat Al-Fatihah) — suatu angka keberkahan dan kesucian.

Maka, penafsiran bahwa 144.000 itu sebetulnya merujuk kepada para nabi yang dimateraikan di Lauhul Mahfuz menjadi sangat rasional dan konsisten dalam struktur iman Islam.

Bab IV : Analisis Kritis terhadap Penafsiran Etnosentris dalam Wahyu 7

1. Narasi 12 Suku Israel dalam Wahyu 7

Kitab Wahyu pasal 7 secara eksplisit menyebutkan jumlah 144.000 orang yang dimateraikan dari setiap suku Israel : 12.000 orang dari masing-masing 12 suku. Penulisan ini mencerminkan struktur simbolik khas Yahudi, merujuk pada struktur tribal yang menjadi identitas etnosentris mereka. Namun peneliti kontemporer maupun pembaca kritis Alkitab menyadari bahwa daftar 12 suku dalam Wahyu ini tidak identik dengan daftar yang biasa digunakan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Misalnya, suku Dan tidak disebutkan, dan suku Yusuf dicantumkan bersamaan dengan suku Manasye, padahal secara historis Manasye adalah anak Yusuf. Ketidakkonsistenan ini memicu pertanyaan: apakah benar Wahyu 7 bertujuan menegaskan eksklusivitas etnis Israel sebagai umat terpilih yang diselamatkan ?

2. Suku-Suku yang Hilang dan Kerapuhan Klaim Genealogi

Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Israel Utara (yang menaungi 10 suku) dihancurkan oleh Asyur pada abad ke-8 SM. Sejak itu, sebagian besar suku-suku tersebut dianggap telah "hilang" secara genealogis. Maka klaim bahwa 12 suku Israel akan menjadi pusat keselamatan di akhir zaman sulit dipertahankan secara historis. Tidak ada data atau silsilah yang utuh hari ini yang mampu membuktikan siapa keturunan murni dari 12 suku tersebut. Maka pembacaan literal terhadap Wahyu 7 secara etnis tidak hanya problematis secara teologis, tetapi juga lemah secara historis.

3. Bantahan Qur’ani terhadap Klaim Eksklusivitas

Al-Qur’an memberikan kritik tajam terhadap klaim eksklusivitas kaum Yahudi. Dalam QS. Al-Baqarah : 94–95, Allah berfirman :

"Katakanlah : Jika kampung akhirat itu di sisi Allah adalah khusus untukmu saja bukan untuk manusia lain, maka harapkanlah kematian itu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Tetapi mereka tidak akan mengharapkannya sama sekali selama-lamanya, karena dosa-dosa yang telah dikerjakan oleh tangan-tangan mereka sendiri.”

Ayat ini menunjukkan bahwa pengakuan sebagai umat pilihan tidak cukup tanpa pembuktian spiritual dan moral. Ini sekaligus menggugurkan klaim eksklusif keselamatan hanya berdasarkan etnis.

4. Prinsip Universal Kenabian dalam Al-Qur’an

QS An-Nahl : 36 menyatakan :

"Dan sungguh Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rasul (untuk menyerukan) : 'Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut'."

Ayat ini menegaskan bahwa kerasulan bersifat universal, menjangkau seluruh umat manusia di berbagai bangsa dan zaman. Maka jika Wahyu 7 ditafsirkan secara sempit sebagai daftar eksklusif keturunan biologis Israel, maka ia bertentangan dengan prinsip universalitas risalah ilahiah.

5. Tafsir Alternatif : 144.000 sebagai Simbol Ruh Para Nabi

Berdasarkan kesesuaian dengan QS Ali Imran : 81 yang menyebutkan perjanjian agung Allah kepada seluruh nabi (mîthâqan ghalîdzâ), maka jumlah 144.000 dalam Wahyu 7 itu lebih cocok ditafsirkan sebagai jumlah simbolik dari ruh suci para nabi yang namanya telah dimateraikan dalam Kitab Kehidupan [ Lauhul Mahfuzh, dalam  istilah Islam ]. Dengan tafsir ini, jumlah tersebut tidak bersifat etnis, melainkan spiritual. Ia melambangkan para pembawa risalah Tuhan ke seluruh penjuru dunia, dari berbagai bangsa dan generasi.

Kesimpulan Bab

Penafsiran etnosentris terhadap Wahyu 7 sebagai daftar 12 suku biologis Israel sangat problematik secara historis, teologis, dan moral. Sebaliknya, penafsiran bahwa angka 144.000 mewakili ruh-ruh para nabi dari seluruh bangsa, sebagaimana tercermin dalam prinsip universal risalah Qur’ani, justru menawarkan konsistensi spiritual yang tinggi, serta menegaskan keadilan dan rahmat Tuhan bagi seluruh umat manusia.

Bab V : Mitsaqan Ghalidza dan Kitab Kehidupan : Korelasi Antara Kitab Wahyu 7 dan QS. Ali Imran 81

1. QS Ali Imran Ayat 81 dan Perjanjian Para Nabi

QS Ali Imran : 81 berbunyi :

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi : 'Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu harus beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami mengakui.' Allah berfirman, 'Kalau begitu saksikanlah [ hai "ruh" para nabi ], dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.'”

Ayat ini menyatakan adanya ikatan sakral [ mitsaqan ghalidza ] antara Allah dan seluruh ruh nabi [ di alam primordial ], tanpa memandang asal etnis atau bangsanya. Dalam perjanjian ini para nabi telah mengakui bahwa mereka semua adalah satu kesatuan dalam jaringan pewahyuan dan harus saling menolong ketika datang rasul berikutnya.

2. Korelasi dengan Wahyu 7 dan 144.000 yang Dimateraikan

Jika dalam Wahyu 7 disebutkan 144.000 nama yang dimateraikan dalam kitab kehidupan, maka penafsiran yang sejalan dengan QS Ali Imran : 81 adalah bahwa mereka adalah para ruh nabi yang telah menerima mitsaq agung tersebut. Mereka telah dimeteraikan di Lauhul Mahfuzh karena kesucian, ketundukan, dan janji setia mereka kepada misi kerasulan dan ketauhidan universal.

3. Prinsip Kesejajaran antara Kitab Kehidupan dan Lauhul Mahfuzh

Dalam literatur Islam, Lauhul Mahfuzh adalah kitab catatan abadi di sisi Allah yang tidak bisa diubah atau diganggu oleh siapa pun. Sementara dalam Wahyu, "Book of Life" atau Kitab Kehidupan juga adalah daftar nama-nama yang diselamatkan, dicatat oleh Tuhan sebelum dunia dijadikan. Kesejajaran maknawi ini menguatkan bahwa pengertian Kitab Kehidupan di Wahyu bukanlah kitab etnis atau genetik, melainkan catatan metafisik atas mereka yang telah dijamin kesuciannya — yakni para nabi dan utusan Tuhan dari segala bangsa.

4. Implikasi Teologis dan Eskatologis

Dengan memahami angka 144.000 sebagai simbol ruh para nabi yang menerima mitsaq agung, maka Wahyu 7 bukan lagi pernyataan etnosentris, melainkan simbol dari jaringan spiritual para utusan Tuhan di seluruh zaman. Ini membuka makna Wahyu 7 ke arah yang lebih universal, inklusif, dan sesuai dengan prinsip keadilan ilahi sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an.

Apakah Dengan Penafsiran Ini Berarti Kita Sedang Mencampuri Urusan Kitab Suci Orang Lain ? 

Tentu saja tidak, sebab pada dasarnya kitab suci umat Islam itu ada lima yakni : Suhuf [ lembaran lembaran kitab suci ] yang dibawa oleh para nabi, Taurat Musa As, Zabur Nabi Daud As, Injil Isa Al-Masih dan kemudian Al Qur'an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. 

الۤمّۤۚ (١)

Alif Lam Mim. (Q.S. Al-Baqarah ayat 1)

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَۛ فِيْهِۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ (٢)

Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah ayat 2)

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ (٣)

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, (Q.S. Al-Baqarah ayat 3)

وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ (٤)

dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.(Q.S. Al-Baqarah ayat 4)

اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (٥)

Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-Baqarah ayat 5)


Semoga tulisan ini bermanfaat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar