Halaman

Rabu, 05 Oktober 2022

Hakikat Makna " Liya'budun " Dalam Perspektif Tujuan Penciptaan Jin dan Manusia

By Mang Anas


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦)

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.  (Q.S. Az-Zariyat ayat 56)


Semua bermula dari kisah Penciptaan Adam, lalu Allah SWT memberikan mandat  kepada Adam agar ia menjadi wakil-Nya di muka bumi, yaitu agar Adam menjalankan tugas Khalifahanya disana. Dan misi itulah yang kemudian ditataran Implementasi disebutnya sebagai Liya'budun, yang maknanya berarti adalah bahwa Adam dan semua anak keturunannya hendaklah selalu mengindahkan perintah Tuhan,  serta agar dapat melaksanakan seluruh tugas dan amanat yang diberikan kepadanya. Yakni hendaknya Adam dan anak keturunan mereka berupaya menciptakan tata kehidupan yang harmonis dan sinergis-kolaboratif antara sesama mereka,  dan hendaklah mereka dapat menyalaraskan dirinya dengan alam.  Itulah esensi perintahnya, dan esensi itulah yang sebenarnya dimaksudkan sebagai ibadah. Yakni ibadah dalam arti yang sebenarnya, atau ibadah dalam maknanya yang sejati. 

Dan adapun aktivitas shalat, puasa, dzikir, tadabbur al Qur'an dan menuntut ilmu sebagaimana yang diperintahkan oleh agama, hal itu hakikatnya hanyalah alat atau media bagi manusia agar ia dapat mengasah dirinya [ jiwanya ], dan bukan tujuan utama Allah SWT menciptakan makhluk yang bernama manusia.  Sebab sebagaimana telah disinggung dimuka bahwa tujuan utama Allah menciptakan manusia adalah agar mereka mewarisi bumi dan supaya dapat mendirikan kehidupan yang baik di atasnya. 

Lalu kenapa Allah SWT memerintahkan manusia agar setiap saat ia harus mengasah dirinya melalui shalat, puasa, dzikir, tadabbur al Qur'an dan menuntut ilmu ? 

Jawabnya tidak lain, yaitu agar sisi lembut, sisi baik dan daya sensitivitas kemanusiaan yang ada pada diri kita [ yaitu seluruh potensi ruh yang ada pada kita ] itu terus bisa terasah sepanjang waktu. Sehingga dengan demikian  mata hati kita menjadi hidup, sensor rasa kita menjadi tajam,  dan agar seluruh potensi keunggulan komparatif yang ada pada diri kita,  yaitu memori pengajaran " wa'alama adama asma kullaha " yang pernah Allah Swt ajarkan kepada nenek moyang kita [ yaitu Nabi Adam AS ]  itu bisa ter-ekspose dan bisa dimunculkan kepermukaan, dari yang sebelumnya terpendam, tidak teraba, bahkan tidak pernah disadari karena letaknya yang jauh dilubuk hati, dan karena ia tersamar dan tersembunyi dibawah lapisan alam bawah sadar kita sendiri. 

Itulah sesungguhnya hikmah dan manfaat yang tersembunyi dibalik perintah shalat, puasa, dzikir, tadabbur al-qur'an serta menuntut ilmu. Yakni, agar pada saatnya nanti manusia yang telah Allah ciptakan dan didesain dengan tangan-Nya sendiri itu dapat mencapai puncak kematangannya [ yaitu menjadi sosok insanul kamil ].

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِى الزَّبُوْرِ مِنْۢ بَعْدِ الذِّكْرِ اَنَّ الْاَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصّٰلِحُوْنَ (١٠٥)

Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr ( Arsip original kitab yang tersimpan di Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh. (Q.S. Al-Anbiya' ayat 105)

Dengan menjadikan dirinya sosok yang insanul kamil [ manusia yang matang ] itu maka Allah SWT berharap bahwa manusia yang diciptakan-Nya itu akan dapat memikul tanggung jawabnya dengan baik. Yaitu menjadi wakil-Nya yang paling representatif dimuka bumi. Disana diharapkan manusia bisa menciptakan harmoni, dan dapat menata  diatasnya tata kehidupan yang indah. Jadi Itulah makna yang sesungguhnya dari kata " Liya'budun" sebagaimana disinggung dalam QS. Az-Zariyat ayat 56 tersebut diatas.

Pertanyaan selanjutnya adalah, shalat, puasa, dzikir dan tadabbur Qur'an yang bagaimanakah yang dampaknya dapat melembutkan hati, membuat sensitivitas rasa kita menjadi tajam dan agar seluruh potensi Sirr [ kemampuan rahasi ] yang ada pada diri kita bisa semuanya terekspos dan dimunculkan ke permukaan ? 

Jawabnya adalah ke-tiga hal tersebut diatas akan dapat kita capai jika,

1. Dalam shalat dan dzikir jiwa kita merasa benar benar tergetar, dan jika dalam shalat dan dzikir itu hati kita dipenuhi rasa haru-biru [ isak tangis bahagia ] serta derai kerinduan yang meluap-luap kepada Allah SWT.  

2. Jika setiap kali kita membaca dan mentadabburi Al quran itu diri kita merasa seperti sedang berkaca. Yakni di kala tengah membaca dan mentadabburi Al Qur'an itu kita dapat merasakan suatu fenomena seakan-akan kita sedang mengukur dan membandingkan apa yang selama ini kita lakukan dengan apa yang Allah katakan dan kehendaki dari diri kita sesuai apa yang tertera dalam al Quran. Dengan begitu kita akan segera dapat menyadari apa saja kesalahan diri kita,  dan kita akan dibuat segera dapat menyadari apa-apa saja yang selama ini menjadi kelemahan atau kekurangan diri kita. 

Dalam kondisi itu, untuk orang yang hatinya telah benar benar lembut pasti dia akan berurai air mata. Ia akan  merasakan dirinya menjadi sangat hina-dina dan hidupnya selama ini ternyata dipenuhi oleh banyak kesalahan. Maka dalam keadaan itu dihadapan Allah SWT dirinya akan tersungkur, bersujud dan akan menangis sejadi-jadinya.

3. Jika laku puasa yang kita jalankan dilakukan dengan hati ikhsan. Yakni jika dalam keadaan puasa itu hati kita dipenuhi oleh perasaan sambung yang terus menerus kepada Allah SWT. Maka dalam keadaan itu  kita merasa seperti selalu melihat Allah dimanapun kita memandang atau seperti sedang dilihat Allah dimanapun kita berada. Maka dalam keadaan itu prilaku kita akan selalu terjaga dan kita akan terhindar dari perbuatan salah dan dosa.

4. Jika apa yang kita tonton atau ilmu yang banyak kita baca dan pelajari adalah berupa ilmu ilmu rohani yang dapat menuntun kita menjadi semakin dekat kepada Allah SWT. Dan bukannya tontonan atau ilmu-ilmu yang justru semakin mengajak kita untuk terikat lebih kuat terikat kepada dunia  [ semakin terjerumus dalam kehidupan materialistik].

Jika ke-empat hal itu dapat kita lakukan maka semua landasan untuk mencapai martabat Insan Kamil telah dapat kita penuhi. Untuk selanjutnya maka Allah lah yang akan memanggil diri kita untuk kemudian dimasukkan kehadirat-Nya. Disana oleh Allah SWT kita akan diperlihatkan segala kebesaran dan keagungan diri-Nya, diajarkan beberapa bagian dari rahasia ilmu-Nya serta di alam lahut itu sifat, akhlaq, cara pandang kita terhadap segala sesuatu akan dibentuk ulang, dan seluruh proses pembentukan ulang diri kita itu dilakukan oleh Allah SWT hanya dalam waktu satu malam. Sehingga ke-esok harinya begitu kita bangun dari tidur kita benar benar telah menjadi manusia yang lain [ menjadi sosok pribadi yang insanul kamil ].

Apa yang saya tulis ini bukanlah sekedar sebuah teori, tetapi betul betul beranjak dari peristiwa yang beberapa salik pernah alami.


Semoga artikel singkat ini bermanfaat.