Halaman

Selasa, 29 Juni 2021

Ilham Dan Ladduni

By Wakidyusu





Apakah itu ilmu ILHAM atau Laduni ? Ilmu Ilham atau laduni adalah ilmu yang membawa pengertian atau makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-wali-Nya, TANPA melalui proses usaha ikhtiar atau hasil mendengar kuliah dari guru atau hasil berfikir.

Ilmu ini terjatuh langsung ke dalam hati. Yang mana bila dikaji atau diuraikan, akan jadi satu ilmu atau satu uraian yang sangat ilmiah. Artinya ilmu ini menjadi suatu ilmu yang sangat bermanfaat. Ilmu yang didapati itu tepat, meyakinkan, masuk akal, memberi kepuasan serta tidak meletihkan otak.

Berbeda dengan ilmu hasil belajar, membaca, berfikir atau mengkaji yang cepat menjemukan. Kadang-kadang ilmu kajian ini tidak tepat, tidak meyakinkan atau tidak masuk akal dan meletihkan. Untuk mendapatkannya perlu proses waktu yang lama. Artinya hasil membaca, berfikir setelah faham baru dapat ilmu.

Kalau begitu, ilmu laduni atau ilmu ilham bukan membawa syariat yang baru. Ilmu laduni membawa makna atau tafsiran yang baru, yang sesuai dijadikan tindakan dan penyelesai masalah untuk zamannya atau makna yang tertentu, khusus untuk orang itu.

Mengapa ilmu ilham atau ilmu laduni ini dikatakan sebagai penyelesai masalah sesuai dengan zamannya dan bukan untuk seluruh zaman? Kalau saya hendak misalkan ilmu Allah itu yakni ilmu Al Quran atau Sunnah Rasul, yang maha luas dan tidak berkesudahan itu diibaratkan sebagai khazanah lautan, setiap orang yang mencari khazanah lautan itu insya-Allah dapat sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain.

Jadi, orang yang dikurniakan ilmu laduni atau ilmu ilham ini adalah orang yang mendapat khazanah dari lautan ilmu Allah. Ada macam-macam ilmu dan setiap sesuatu ilmu itu mempunyai banyak pengertian dan tafsirannya. Jadi Allah memberi pengertian dan tafsiran masing-masing ayat sesuai pada seseorang itu untuk menyelesaikan masalah di zamannya.

Ilham, disebut juga intuisi atau inspirasi. Adalah bisikan hati, berupa pengetahuan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambaNya, baik kepada Rasulullah n maupun selainnya. Ilham sering dianggap oleh orang awam sebagai sebuah wangsit untuk melakukan sesuatu atau meninggalkannya. Sedemikian berharganya ilham atau wangsit tersebut, sehingga tidak jarang orang mengeluarkan biaya yang tidak terhingga, atau melakukan aktivitas dan ritual yang bermacam-macam untuk bisa mendapatkannya.

Bagaimana kedudukan ilham dalam Islam? Bisakah dijadikan hujjah atau dalil dalam beramal? Bagaimana membedakannya dengan yang lainnya? Berikut akan dibahas dalam tulisan ini.

ILHAM BAGI PARA NABI DAN RASUL ‎

Ilham bagi para nabi dan rasul adalah wahyu, sebagaimana firman Allah.

وَمَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِن وَرَآئِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَايَشَآءُ إِنَّهُ عَلِىٌّ حَكِيمٌ

Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [Asy Syura:51].

Mujahid dalam menafsirkan ayat di atas berkata,”Membisikkan di hatinya berupa ilham dariNya, sebagaimana diilhamkan kepada ibu Musa dan Nabi Ibrahim untuk menyembelih puteranya. Imam Nawawi berkata, yang dimaksud dengan wahyu pada ayat tersebut menurut jumhur ulama adalah ilham dan mimpi ketika tidur, dan keduanya disebut wahyu. [Syarah Shahih Muslim, III/6].

Sebagaimana wahyu, ilham diterima oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perantaraan Malaikat. Beliau mendapatkan sesuatu di hatinya, tanpa mendengar suara Malaikat, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ رُوْحَ الْقُدْسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْساً لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ

Sesungguhnya Ruhulqudus (Jibril) membisikkan di hatiku, bahwasanya sebuah jiwa tidak akan mati kecuali setelah disempurnakan rizkinya dan ajalnya. Dan bertakwalah kepada Allah dan baiklah dalam berdo’a. [HR Ibnu Hibban dan Hakim, dan di-shahihkan oleh Syaikh Albani dalam Fiqh Sirah Al Ghazali, hal. 91-92].

Bisa juga ilham diterima langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika Beliau dalam keadaan tidur, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Saya bangun pada suatu malam dan shalat semampu saya, kemudian saya mengantuk dan merasa berat. Tiba-tiba Rabb-ku dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan berfirman: Wahai Muhammad, tahukah kamu tentang apa para malaikat itu berdebat? [HR Tirmidzi, dan di-shahihkan oleh Al Bani, Irwa’ 683].

Hadits ini menegaskan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima ilham dalam tidurnya tanpa perantaraan Malaikat. Karena itu bukan termasuk wahyu dari balik tabir yang hanya terjadi ketika terjaga, seperti ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara dengan Nabi Musa atau dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam mi’raj. Dan yang dilihat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam tidur tersebut, bukanlah Malaikat. Karena beliau sendiri mengatakan melihat Tuhannya, sehingga tidak mungkin dianggap wahyu dalam mimpi lewat Malaikat. Dengan demikian, maka jelaslah yang diterima oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ilham secara langsung.

Ada perbedaan antara wahyu yang berupa kalam (pembicaraan) dengan wahyu yang berupa ilham.

Wahyu berupa kalam harus dengan suara yang bisa didengar baik secara langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atau lewat Malaikat, atau seperti gemercingan lonceng yang terkadang bisa didengar oleh para sahabat. Wahyu berupa kalam, juga hanya bisa terjadi ketika terjaga. Karena seorang yang tidur tidak bisa mendengar dan memahami suara.

Adapun wahyu berupa ilham hanya berupa perasaan dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak disyaratkan harus ada suara yang didengar. Ini bisa terjadi pada saat terjaga atau ketika tertidur. Karena seseorang bisa saja memahami apa yang pernah terjadi dalam mimpinya ketika tidur. Itulah sebabnya, mimpi seorang nabi juga termasuk wahyu yang harus diterima dan diamalkan sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrahim, ketika bermimpi menyembelih puteranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata,”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab,”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya) Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu; sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. [Ash Shaffat:102-106]

Ibnu Abi Ashim dalam kitabnya, As Sunnah I/ 202 menyebutkan perkataan Ibnu Abbas bahwa,”Mimpi para nabi termasuk wahyu.” Ubaid bin Umar juga berkata demikian, kemudian membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu.” [HR Bukhari].

Ibnu Hajar berkata,”Fokus pengambilan dalil dari ayat tersebut, bahwa mimpi para nabi termasuk wahyu. Karena, kalau itu bukan wahyu, maka tidak boleh dan tidak mungkin Nabi Ibrahim menyembelih puteranya.” [Fathul Bari, 1/239].

Abdullah bin Mas’ud menambahkan, bahwa yang pertama diterima oleh Rasulullah n sebelum wahyu adalah mimpi ketika tertidur, sebagai persiapan bagi hatinya untuk menerima wahyu yang akan diturunkan kepadanya ketika terjaga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah, Beliau berkata,”Yang pertama kali menjadi permulaan wahyu kepada Rasulullah adalah mimpi yang baik ketika tidur. Beliau tidak bermimpi kecuali datang seperti cahaya shubuh.” [HR Bukhari].

Dengan demikian maka disepakati, bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Dan ilham yang bisa terjadi ketika tidur, juga termasuk wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .

ILHAM UNTUK SELAIN NABI

Selain Nabi bisa juga mendapatkan ilham, baik ketika sadar ataupun lewat mimpi. Dalil yang menunjukkan kemungkinan selain Nabi mendapatkan ilham, diantaranya sebagai berikut:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.”Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. [Al Anfal:29]

Syaikh Muhammad Amin Al Syinqithi dalam menafsirkan ayat ini berkata,”Ini menunjukkan, bahwa yang dimaksud dengan al furqan dalam ayat ini adalah ilmu (pengetahuan) yang bisa membedakan antara yang hak dan batil, sebagaimana firman Allah,“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya, niscaya Allah memberikan rahmatNya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Hadid:28).

Firman Allah: dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan. Dan dengan itulah bisa membedakan antara yang hak dan batil. [Adhwa’ Al Bayan, 4/349].

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan kepada siapa saja yang bertakwa kepadaNya akan diberikan al furqan. Orang yang telah mendapatkan al furqan dari Allah, pasti memiliki ilmu dan petunjuk yang tidak dimiliki oleh orang lain. Karena al furqan tersebut hanya dikhususkan kepada siapa saja yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merupakan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak bisa dicari dan dipelajari.

Banyak hadits-hadits yang menjelaskan dan menjabarkan makna al furqan tersebut. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abi Malik Al Anshari, Rasulullah n bersabda,”Shalat sebagai nur, shadaqah sebagai bukti, kesabaran sebagai cahaya, Al Qur’an sebagai hujjah bagimu atau atasmu. [HR.Muslim].

Maksudnya barangsiapa yang diberi Allah berupa: nur, cahaya, dan burhan, maka ia telah menerima al furqan. Yang dengannya, ia bisa membedakan antara yang hak dan yang batil. Kemampuan seperti ini juga termasuk ilham dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga hadits tentang waliyullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah bersabda.

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ ) صحيح البخاري, كتاب الرقاق باب التواضع رقم الحديث :6137 الجزء :5 الصفحة :2384

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,”Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Kuizinkan ia diperangi. Tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan suatu amal lebih Aku sukai daripada jika ia mengerjakan amal yang Aku wajibkan kepadanya. HambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, menjadi tangan yang ia memegang dengannya, sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepadaKu pasti Aku beri, dan jika ia minta perlindungan kepadaKu pasti Aku lindungi. [HR.Bukhari].

Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai telinga, mata dan kaki” pada hadits ini ialah; Pertama, Aku (Allah) yang menjadikan pendengaran dan pandangannya menjadi mencintai ketaatanKu dan lebih mendahulukan beribadah kepadaKu. Kedua, semua anggotanya akan sibuk denganKu, dia tidak mendengarkan sesuatu kecuai apa yang Aku ridhai, dan tidak memalingkan pandangannya kecuali untuk apa yang Aku perintahkan. Ketiga, Aku akan memenuhi semua keinginannya yang dicapai lewat pendengaran dan penglihatannya. Keempat, Aku yang akan menolongnya pada pendengaran, penglihatan dan kakinya dalam menghadapi musuhnya. Kelima, Aku akan menjaga pendengaranya sehingga tidak akan mendengar sesuatu, kecuali apa yang Aku perbolehkan untuk mendengarnya. Keenam, mereka tidak mendengar kecuali namaKu, tidak melihat kecuali ayat-ayatKu. Kedua makna ini yang menjadi pendapat Al Fakihani dan Ibnu Hubairah. Ketujuh, menunjukkan cepatnya terkabul do’anya dan berhasil usahanya. Ini disebutkan oleh Al Khaththabi. Semua makna ini tidaklah bertentangan. [Fathul Bari, Juz 14/128-129].

Karena pada intinya -dengan ketaatannya- seorang hamba akan mendapatkan ilham berupa “Allah akan menjadi telinga, mata dan kaki” dengan makna yang tersebut di atas.

2. Hadits yang menjelaskan tentang fadhilah Umar bin Khattab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

قَدْ كَانَ يَكُونُ فِي الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُنْ فِي أُمَّتِي مِنْهُمْ أَحَدٌ فَإِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهُمْ قَالَ ابْنُ وَهْبٍ تَفْسِيرُ مُحَدَّثُونَ مُلْهَمُونَ

Sesungguhnya telah ada pada umat-umat sebelummu muhaddatsun, dan kalau ada pada umatku seorang darinya, maka Umar bin Al Khattab adalah orangnya.

Ibnu Wahb berkata: makna muhaddatsun adalah mulhamun (orang yang mendapatkan ilham). [HR.Muslim]

Ibnu Hajar dalam menafsirkan kata al muhaddats, berkata: al muhaddats dengan fathah dal-nya, yaitu seorang yang benar persangkaannya. Yaitu orang yang dicampakkan pada hatinya sesuatu dari Malaikat. Maka seakan-akan ada orang lain yang memberitahukannya. Sebagaian menafsirkan al muhaddats dengan mukallam, yaitu orang yang dilawan bicara oleh Malaikat yang bukan nabi. Atau pembicaraan dalam hatinya sekalipun dia tidak melihat Malaikat yang berbicara dengannya. Dalam Musnad Al Humaidi disebutkan, bahwa al muhaddats adalah orang yang diilhami kebaikan di dalam hatinya. Dalam riwayat Tirmidzi dari Ibnu Uyainah, mengatakan: yang dimaksud dengan al muhaddats adalah al mufahhamun (orang-orang yang diberi kepahaman). [Fathul Bari, 7/50].

3. Dari Nawwas bin Sam’an, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ضَرَبَ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا عَلَى كَنَفَيِ الصِّرَاطِ سُوْرَانِ لَهُمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ وَدَاعٍ يَدْعُو عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ فَوْقِهِ ( وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ) فَالْأَبْوَابُ الَّتِي عَلَى كَنَفَيِ الصِّرَاطِ حُدُودُ اللَّهِ لَا يَقَعُ أَحَدٌ فِي حُدُودِ اللَّهِ حَتَّى يُكْشَفَ سِتْرُ اللَّهِ وَالَّذِي يَدْعُو مِنْ فَوْقِهِ وَاعِظُ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ *

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat perumpamaan dengan shirath yang lurus. Di sampingnya ada dua tembok yang mempunyai pintu terbuka. Dan di setiap pintu ada tirai dan penyeru yang mengajak kepada ujung shirat dan penyeru di atasnya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajak ke Daar Al Salam dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki. Pintu-pintu yang ada di samping shirath adalah hududullah (larangan-larangan) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak ada seorangpun yang jatuh kepada larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga membuka tirai. Dan penyeru yang ada di atasnya adalah peringatan Rabbnya Azza wa Jalla. [HR Ahmad, Tirmidzi dan Hakim, ia berkata shahih ‘ala syarti Muslim; Imam Al Albani dalam kitab As Sunnah; Ibnu Abi Ashim hal.14-15].

Ibnu al-Qayyim berkata; yang dimaksud dengan al waiz (peringatan) Allah Subhanahu wa Ta’ala ialah ilham yang ada dalam hati seorang muslim, diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat perantaraan Malaikat. [Madarij Al Salikin, 1/46].

4. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat yang membenarkan mimpi mereka tentang lailatul qadar. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa ada seorang sahabat yang melihat lailatul qadar ketika tidur pada malam duapuluh tujuh terakhir. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Saya melihat seperti mimpimu telah ada pada tujuh terakhir. Barangsiapa yang ingin mencarinya, maka hendaknya dicari pada malam ketujuh terakhir. [HR Bukhari]

Seperti ini juga yang terjadi pada kisah permulaan azdan. Yaitu Abdullah bin Dzaid diajari tata cara adzan lewat mimpinya. Ketika memberitahukannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda.

إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ فَقُمْتُ مَعَ بِلَالٍ فَجَعَلْتُ أُلْقِيهِ عَلَيْهِ وَيُؤَذِّنُ بِهِ قَالَ فَسَمِعَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ وَيَقُولُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ مَا رَأَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Sesungguhnya itu benar-benar mimpi yang baik Insya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pergilah kepada Bilal dan ajarkanlah apa yang anda lihat, dan adzanlah dengannya, karena dia lebih keras suaranya darimu. Umar mendengar yang demikian itu di rumahnya, kemudian keluar dengan mengulur selendangnya dan berkata,”Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, wahai Rasulullah. Saya pernah bermimpi seperti mimpinya.” Rasulullah n bersabda,”Segala puji bagi Allah.“ [HR Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan dia menshahihkannya].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan mimpi para sahabat tersebut, sehingga ia bisa dijadikan hujjah, Seandainya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membenarkannya maka mimpi selain Nabi tidak bisa dijadikan dalil.

5. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

Mimpi seorang mukmin adalah empat puluh enam bagian dari kenabian. [HR Bukhari].

Sebagian ulama mengatakan penisbatan mimpi kepada kenabian bukan dengan hakikatnya. Karena yang demikian akan mengurangi kredibilitas kenabian. Mimpi bukanlah bagian dari kenabian, kecuali kepada Nabi. [Fath, 10/60]

Namun yang dimaksud dengan al nubuwah di sini adalah al wahyu secara umum. Rasulullah menyebutkan mimpi semua mukmin dan tidak menghususkannya hanya kepada seorang Nabi. Mimpi merupakan bagian dari wahyu secara umum. Namun seseorang tidak akan menjadi nabi hanya sekedar bermimpi baik tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, sebelum diturunkan Al Qur’an banyak bermimpi yang baik, namun Beliau belum diangkat sebagai nabi kecuali setelah diturunkannya Al Qur’an sebagai wahyu yang pertama.

Imam Al Aini berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mendapatkan mimpi yang baik agar tidak dikejutkan oleh datangnya Malaikat yang membawa kenabian yang sangat berat, yang tidak mampu dipikul oleh manusia biasa. Pendahuluan berupa mimpi, mendengar suara, ucapan salam dari batu dan pohon, kemudian disempurnakan dengan kenabian berupa datangnya Malaikat Jibril dalam keadaan terjaga.” [Umdah Al Qari’, 1/60].

Namun, apakah mimpi semua orang bisa dianggap bagian dari kenabian? Ketika Imam Malik ditanya demikian, Beliau membantah dan mengatakan, ”Apakah mereka akan mempermainkan kenabian? Mimpi memang bisa menjadi bagian dari kenabian, tetapi jangan sekali-sekali bermain-main dengan masalah kenabian!” [Tamhid, Ibni Abdi Al Baar,1/288]

Kesimpulannya, mimpi yang baik itu merupakan bagian dari kenabian dari segi wahyu yang umum. Yaitu berupa ilham yang diberikan Allah ketika tidur. Ubadah bin Shamith berkata, ”Mimpi seorang mukmin sebuah kalam (pembicaraan) yang Allah berbicara dengan hambaNya ketika tidur.” [Madarij Al Salikin, 1/51].

Dengan demikian wahyu secara umum bukan saja diberikan kepada para nabi, tetapi juga kepada selain nabi yang berupa ilham. Wahyu kepada para nabi sifatnya terjaga dari kekeliruan (ma’shum), berbeda dengan selainnya. Banyak ayat yang menjelaskan tentang penggunaan kata wahyu kepada selain nabi di antaranya:

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَأَوْحَيْنَآ إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلاَتَخَافِي وَلاَتَحْزَنِي إِنَّا رَآدُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

Dan Kami (wahyukan) ilhamkan kepada ibu Musa,”Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. [Al Qashash:7].

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَإِذْأَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ ءَامِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا ءَامَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ

Dan (ingatlah), ketika Aku (wahyukan) ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia, “Berimanlah kamu kepadaKu dan kepada RasulKu.” Mereka menjawab,”Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul), bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).” [Al Maidah:111].

Juga Alla Subhanahu wa Ta’ala berfirman

وَأَوْحَى رَبُّكِ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah,”Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” [An Nahl:68].

Tidak mesti ibunya Musa, Hawariyun apalagi lebah dengan mendapatkan wahyu dari Allah akan menjadi seorang nabi. Dalam hal ini, Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dengan demikian wahyu adalah pemberitahuan yang cepat dan tersembunyi, baik ketika terjaga maupun mimpi. Mimpi para nabi ialah wahyu, dan mimpi orang mukmin ialah empat puluh enam bagian dari kenabian, sebagaimana yang tsabit (pasti) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.”

Ubadah bin Shamith berkata, ”Mimpi orang mukmin termasuk kalam (percakapan) yang dilakukan oleh Allah dengan hambaNya ketika tidur, begitu juga ketika terjaga, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah pada hadits tentang fadhilah Umar di atas. Wahyu yang dimaksud di sini adalah ilham. Diberikan Allah kepada selain nabi, yang bisa terjadi ketika tidur atau terjaga.” (Majmu’ Fatawa, 12/398).

Nasihat imam syafei :

Dar al-Jil Diwan (Beirut 1974) p.34

Dar al-Kutub al-`Ilmiyya (Beirut 1986)

فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح

فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح

Artinya :

Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.

Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?

[Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]

Nashihat IMAM MALIK RA:

و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق

من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق

و من جمع بينهما فقد تخقق

Artinya :

“ dia yang sedang Tasawwuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawwuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .‎

Alloh Subhanahu Wata’ala Berfirman :

قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” ( QS Al Baqarah : 32 )

Diantara pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas adalah :‎

Bahwa semua ilmu yang dimiliki makhluq hidup di bumi dan di langit adalah ajaran dari Allah swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia adalah Ilmu Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt . Timbul suatu pertanyaan, apa sebenarnya hakikat ilmu laduni menurut pandangan Islam ? apakah seperti yang sering di pahami orang-orang sufi selama ini atau ada arti lain yang lebih benar.

Pengertian Ilmu Laduni

Menurut Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu laduni dalam pengertian umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).

Bagian pertama :

Bagian pertama ini, terbagi menjadi dua macam:

1. Ilmu Syar’iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri’), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Khidhir:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا“

Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)

Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam:

“Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.”

Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf sampai datang ajal kematiannya.

2. Ilmu Ma’rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih.

Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.

Bagian Kedua :

Adapun bagian kedua yaitu ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.

Dari ketiga ilmu ini (syari’at, ma’rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam. ‎

Bagaimana Ilmu Laduni menurut orang-orang sufi ?

Ilmu Laduni menurut Sufi adalah sebagai berikut :

1/ “Ilmu laduni” atau kasyf adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para wali shufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits, tidak bisa mendapatkannya.

2/ “Ilmu laduni” atau ilmu hakikat lebih utama daripada ilmu wahyu (syari’at). Mereka mendasarkan hal itu kepada kisah Nabi Khidlir alaihissalam dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa alaihissalam adalah ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidhir alaihissalam adalah ilmu kasyf (hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan: “Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany.”

3/ Ilmu syari’at (Al-Qur’an dan As-Sunnah) itu merupakan hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode kasyf, langsung didikte dan diajari langsung oleh Allah, yang wajib diyakini kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah.

Untuk menafsirkan sebuah ayat atau untuk mengatakan derajat suatu hadits tidak perlu melalui metode isnad (riwayat), namun cukup dengan kasyf sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka”Hatiku memberitahu aku dari Tuhanku.” Atau”Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri, langsung tanpa perantara apapun.

Sehingga, akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, dishahihkan oleh ahli kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli kasyf (tasawwuf).

Nilai-nilai ajaran tauhid, fiqih dan akhlaq sering dilihat kecenderungannya pada bentuk formalnya saja, khususnya bidang ilmu yang mengambil bentuk prilaku lahiriyah sebagaimana yang tampak dalam ilmu syari’at. Formalisme dalam ritual Islam dipandang amat merugikan, maka Allah mengingatkan kita terhadap adanya bahaya formalisme, sebagaimana firman Allah:

وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ

Artinya: “Dan sesungguhnya Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan.” (Q. S. 27. An-Naml, A. 74).

Ayat yang saya tulis di atas menunjukkan pada kita bahwa formalitas belum tentu sesuai dengan kegaiban dalam fikiran (jalan fikiran) dan kegaiban dalam hati (niat dan hajat dalam hati). Tidak sedikit orang sholat secara jasadi, namun hati dan fikirannya sesungguhnya bukan sedang sholat. Banyak orang jasadnya berwudhu’ (bersuci, thoharoh jasadi), tetapi hati dan fikirannya masih dipenuhi virus-virus goibis sayithon, seperti iri, dengki, hasad, hasud, hasumat, dendam, riya dan lain sebagainya, dan masih banyak sederetan contoh lainnya yang dapat kita tuliskan dari hasil pengamatan kita terhadap laku orang perorangan di sekitar kita yang dapat kit ambil pelajaran darinya bahwa formalisme pada hakikatnya lebih cendrung merugikan nilai-nilai spiritual kita, itu sebabnya Allah menyatakan bahwa Dia (Allah) benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati dan apa yang mereka nyatakan.

Penekanan pada formalisme seperti dalam ilmu syari’at ibadah yang lebih cenderung menekankan syarat, rukun, tata tertib, sah dan batal dalam ritual ajaran Islam dengan tanpa diiringi penghayatan di dalamnya, tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan akhlaqul karimah untuk menjadi insanul kamil, insanul muttaqin dan insanul muhsinin. Hal ini disebabkan karena pengutamaan terhadap formalitas saja dapat berakibat ruh ritual ibadah tidak dapat dirasakan, yang dirasakan hanyalah kesibukan ritual jasad yang kering, kurang bermakna pada penjiwaan ritual pelakunya. Padahal pengamalan ritual ajaran Islam senantiasa menuntut laku ritual secara sadar dengan menghadirkan hati dan fikiran serta segenap jiwa dan penjiwaan terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang sedang diamalkan. Karena itulah sangat diperlukan pengajaran ilmu penghayatan nilai-nilai spiritual ajaran Islam. Tentu saja hal ini bukanlah merupakan pekerjaan semudah membalikkan telapak tangan, tetapi diperlukan riyadhoh istiqomah yang dilakukan dengan terus menerus secara bertahap dan berkesinambungan. Karena pada hakikatnya Islam menginginkan keterkaitan nilai-nilai aspek ritual jasadi dengan ritual batini.

Karena ritual dualistis (jasadi dan batini) itulah maka tidak heran jika diri kita senantiasa menginginkan adanya kekuatan kontak antara ritual akhlaq jasadiyah yang lebih cenderung medium formal dengan ritual akhlaq batini yang lebih cenderung non medium formal, sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Dengan demikian berbagai ritual syari’at ibadah jasadi (wudhu, puasa, infaq, shodaqoh, zakat, haji dan akhlaq fositif lainnya) kontak dengan ritual ibadah batini terfokus dan terkonsentrasi pada satu arah tujuan yang pasti hanya kepada Allah dan ikhlas karena Allah yang realita ZatNya berwujud goibi, imani, hayati, maknawi, ruhani dan nurani, bukan jasadi. Namun ritual akhlaq Islami tidaklah dilakukan secara batini semata, tetapi juga harus diiringi dengan ritual ibadah jasadi, kecuali dalam keadaan darurat jasadi seperti sakit dan sebagainya yang tidak memungkinkan ritual ibadah jasadi dilakukan, maka ritual ibadah batini sah dilaksanakan. Ritual ibadah jasadi dalam bentuk ucapan dan ritual perbuatan nyata, di dalamnya mengandung maksud tujuan untuk mempengaruhi batini dan menuntun aqal fikiran dan qolbi dalam rangka upaya penghayatan terhadap ibadah yang akan, sedang dan telah dilakukan. Dengan demikian ritual ibadah yang dilakukan itu, selain mengandung hikmah untuk penghayatan pengabdian diri kepada Allah Zat Yang Maha Goib, juga ritual tersebut mengandung efek kesucian jasadi wal batini dan menjadikan pelakunya jauh dari virus-virus kemungkaran. Dengan penghayatan spiritual seperti ini, sistem nilai yang berkaitan dengan keimanan dan keakhlaqan berpadu utuh dengan sistem norma dalam syari’at Islam.

Sejalan dengan itu, Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman dan tuntunan abadi kita sepanjang masa, pastilah di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual di samping nilai-nilai lainnya. Berbagai ayat dalam Al-Qur’an dan sabda Rasul dalam kitab Al-Hadits menunjukkan secara jelas kepada kita bahwa nilai-nilai spiritual itu memang ada, diantaranya sebagai berikut:

وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 186).

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Q. S. 50. Qof, A. 16).

فَوَجَدَا عَبْداً مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْماً

Artinya: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Q. S. 18. Al-Kahfi, A. 65).

Ilmu laduni dalam literatur kitab-kitab salaf tidak hanya di peroleh Nabi Khidhir saja, bahkan selain para Nabi, baik seorang wali atau shufi juga bisa memperolehnya.

Dalam keterangan kitab-kitab tafsir di lingkungan Ahlussunnah wal Jama’ah, ilmu laduni tersebut bisa diperoleh oleh seorang hamba yang taat dan hatinya bersih. Dan ketetapan ini sudah sangat masyhur serta banyak para wali atau shufi yang mendapatkannya.

Ibnu Hajar al-Haitami menyampaikan bahwa dalam Risalah al-Qusyairiyyah dan Awarif al-Awarif (as-Suhrowardi) tentang wali yang mendapatkan khabar ghaib sangat banyak .

Ibnu Hajar al-Haitami juga menuturkan bahwa mengetahui ilmu ghaib adalah bagian dari karamah. Mereka dapat memperoleh dengan cara di khithobi (sabda) secara langsung, di bukakannya hijab (kasyaf) dan di bukakan kepadanya lauh mahfudz sehingga dapat mengetahuinya . (Fatawi Haditsiyyah hal. 222 )

Adapaun dalil dan bukti bahwa ilmu tersebut bisa diperoleh oleh hamba yang taat dan bersih adalah :

Ayat al-Qur’an surat an-Nisa’ :113 tentang Nabi Muhammad yang menerima ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum dan hal ghaib.

وَعَلَّمَكَ مَالَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ

“Dan (Allah) telah mengajari dirimu ilmu yang engkau tidak menegtahuinya”

Ayat al-Qur’an surat Yusuf : 68 tentang Nabi Ya’qub yang menerima ilham dari Allah:

وَإِنَّهُ لَذُوْعِلْمٍ لِمَاعَلَّمْناَهُ

“Sungguh Dia (Ya’qub) adalah orang yang mempunyai ilmu, karena Kami telah mengajarinya”.

Hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَدْ كَانَ يَكُونُ فِي الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُنْ فِي أُمَّتِي مِنْهُمْ أَحَدٌ فَإِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهُمْ قَالَ ابْنُ وَهْبٍ تَفْسِيرُ مُحَدَّثُونَ مُلْهَمُونَ

“Dari Nabi Muhammad Saw, bahwa beliau bersabda: ‘Di dalam umat-umat sebelum kalian ada para muhaddatsun, maka jika ada satu dari umatku yang termasuk di dalamnya, maka sesungguhnya ‘Umar bin Khaththab adalah salah satu dari mereka”.

Ibnu Wahbi mengatakan :

‘Tafsir Muhaddatsun adalah orang-orang yang diberi ilham.”

Hadits ini mengantarkan kepada satu pemahaman bahwa ilmu ilham bisa didapatkan oleh selain Nabi Khidhir, seperti Sayyidina ‘Umar dan lain-lain. Hadits Rosulalloh riwayat at-Tirmidzi dari Muadz bin Jabal bahwa Rosulalloh bersabda :

“Aku melihat Allah, azza wa jalla menempelkan telapak-Nya di antara bahuku, kemudian aku merasakan dinginnya jari-jari-Nya di antara putingku dan kemudian tajalli-lah setiap sesuatu kepadaku dan aku mengetahuinya sehingga aku dapat mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan apa yang terjadi antara tanah timur (masyriq) dan tanah barat (maghrib).” hadits ini di shahih-kan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain.

Hadits Riwayat Ibnul Jauzi dalam Manaqib Umar tentang Sayyidina Umar yang mengatahui tentaranya yang sedang berperang padahal beliau sedang berkhuthbah. Hadits ini hasan sebagaimana di katakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar.

Riwayat tentang Sayyidana Abu Bakar yang pernah menebak kandungan istrinya bahwa bayinya laki-laki. Dan itu ternyata benar adanya. Hadits riwayat Abu Nu’iam al-Ashfahani dalam Hilyah al-Auliya’ dari Anas :

مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ تَعَالَى عِلْمَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Siapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui, maka Allah akan memberinya ilmu yang dia tidak ketahui.” ( Ash-Shawi dalam Hasyiyah Tafsir al-Jalalain 1/182 menisbatkan ucapan tersebut kepada Imam Malik )

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang hadits ini dan beliau menjawab :

“Sesuai apa yang dikatakan oleh Izzuddin bin Abdissalam bahwa sesungguhnya orang yang mau mengamalkan apa yang dia ketahui baik wajib syar’i, atau sunah atau menjauhi makruh dan haram, maka Allah akan memberinya ilmu ilahi yang sebelumnya dia tidak mengetahuinya” ( Fatawi Haditsiyyah hlm. 203-204. )

Ucapan Syaikh Ali al-Kisa’i :

قَالَ الدَّمِيرِيُّ : وَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ الَّتِي سَأَلَ عَنْهَا أَبُو يُوسُفَ الْكِسَائِيُّ لَمَّا ادَّعَى أَنَّ مَنْ تَبَحَّرَ فِي عِلْمٍ اهْتَدَى بِهِ إلَى سَائِرِ الْعُلُومِ ، فَقَالَ لَهُ : أَنْتَ إمَامٌ فِي النَّحْوِ وَالْأَدَبِ فَهَلْ تَهْتَدِي إلَى الْفِقْهِ ؟ فَقَالَ : سَلْ مَا شِئْتَ ، فَقَالَ : لَوْ سَجَدَ سُجُودَ السَّهْوِ ثَلاَثًا هَلْ يَلْزَمُهُ أَنْ يَسْجُدَ ؟ قَالَ : لاَ ؛ لِأَنَّ الْمُصَغَّرَ لاَ يُصَغَّرُ


“Ad-Damiri berkata :

‘Masalah ini adalah masalah yang pernah ditanyakan oleh Abu Yusuf (Hanafiyyah) kepada Ali al-Kisa’i ketika al-Kisa’i pernah mendakwahkan bahwa siapa yang dalam satu ilmu luas layaknya samudera maka dia akan bisa pada ilmu-ilmu yang lain.

Abu Yusuf bertanya:

‘Anda adalah imam dalam bidang nahwu dan sastra, apakah Anda bisa fiqh juga?

Al-Kisa’i menjawab :

‘Tanyalah yang Anda suka!’ Kemudian Abu Yusuf bertanya:

‘Andai ada orang yang sudah melakukan sujud sahwi tiga kali, apakah dia wajib bersujud untuk kedua kali?’ Al-Kisa’i menjawab :

‘Tidak, karena sesuatu yang sudah diperkecil (tashghir) tidak boleh diperkecil lagi.” ( Disebutkan dalam kitab-kitab Fiqh Syafi’iyyah dalam bab sujud sahwi. )

Ucapan al-Kisa’i tersebut menunjukkan bahwa siapa yang dalam satu disiplin ilmu agama luas bak samudera, maka dia akan mendapat ilmu laduni dengan bisa menguasai ilmu-ilmu yang lain.

Kisah yang diceritakan oleh al-Habib Abdullah Alawi al-Haddad tentang seseorang yang semula bodoh kemudian menjadi alim lewat ilmu wahbi dan ilmu ilahi (ilmu laduni) di bidang ushuluddin dan cabang-cabangnya. Mereka adalah Sa‘id bin ‘Isa al-Amudi, Ahmad ash-Shayyad, Ali al-Ahdal dan Abul Ghaits.

Dengan keterangan-keterangan ini pernyataan dan syubhat-syubhat mereka yang tidak pernah di dukung dalil sudah terbantahkan.‎


Sumber : https://wakidyusuf.wordpress.com/2018/06/04/ilham-dan-ladduni/amp/


Kamis, 24 Juni 2021

Prinsip Tripsilitas : rahasia kebersatuan dan kehendak yang menjadi nyata

By Mang Anas


A. Rahasia Kebersatuan

Allah SWT mengingatkan hambanya untuk selalu berprasangka baik kepada-Nya.

 قال النبي - صلى الله عليه وسلم - : يقول الله تعالى : أنا عند ظن عبدي بي ، وأنا معه إذا ذكرني

”Rasulullah SAW bersabda,’ Sesungguhnya Allah berkata: "Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku akan bersamanya apabila ia mengingat -Ku" (HR Muslim)  

Ibnu Atha'illah dalam kitab Hikam mengungkapkan bahwa siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka lihatlah seberapa tinggi kedudukan Allah dalam hatinya. Demikian pula, siapa yang ingin mengetahui seberapa dekat Allah dengan dirinya, maka lihatlah seberapa dekat Allah dengan hatinya.

Dalam hadits ini tersirat sebuah ajakan dari Rasulullah SAW agar kita berusaha selalu dekat dengan Allah SWT, berbaik sangka dan tidak berburuk sangka kepada-Nya. Karena Allah SWT " berbuat " sesuai prasangka hamba-Nya. Bila seorang hamba berprasangka bahwa Allah itu jauh, maka Allah pun akan " menjauh ", sebaliknya bila ia berprasangka bahwa Allah itu dekat, maka Allah pun akan "mendekat" kepadanya.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ  ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ  ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِى وَلْيُؤْمِنُوا بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu [ Muhammad ] tentang Aku, maka [ katakan ] Aku dekat, Aku dekat. Aku akan mengabulkan permohonan hamba hambaku jika ia bermohon kepada-Ku. Tetapi hendaklah mereka itu memenuhi [ perintah] -Ku dengan tulus dan banyak mengingat Aku agar mereka mendapat petunjuk [ yaitu anugerah berupa Ilmu dan Hikmah Ketuhanan ] ". - (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 186)

 Allah tidak pernah membuat jarak dengan manusia. Manusia sendiri yang membuat jarak dengan Allah. Demikian pula, Allah tidak pernah menghambat manusia untuk sukses, tapi manusia sendiri yang menghalangi dirinya untuk sukses. Kunci dari semua itu adalah pikirannya. Manusia adalah bentukan pikirannya. Tak heran bila Norman Vincent Peale mengatakan, " You are what you think! "; Anda adalah apa yang Anda pikiran.


B. Kehendak yang menjadi nyata dan doa yang dikabulkan dalam kalimah " Kun Fa yakun " dan asma "As Somad ".

Kehendak yang menjadi nyata dan doa doa yang dikabulkan itu semuanya harus berangkat dari sebuah proses sebagaimana digambarkan dalam ketiga term yang tersebut dibawah ini, 

 وَإِذَا قَضٰىٓ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُنْ فَيَكُونُ

" Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu." - (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 117)

اللَّهُ الصَّمَدُ

"Allah tempat meminta segala sesuatu." - (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 2)

Atau dalam bahasa wangsit yang pernah saya terima ayat itu dimaknai : " Gulati ISUN kuh aja mendih - mendih, ISUN kuh ana ning sajerone Atine Ira _ Mencari AKU itu jangan kemana - mana, AKU ini ada dan bersemayam di kedalaman hatimu sendiri ". Yang maksudnya manakala diri kita ini senantiasa mengingat - Nya maka sesungguhnya DIA itu akan selalu ada bersama kita. Kehendak Dia akan mewujud menjadi kehendak kita dan kehendak kita akan menjadi kepanjangan tangan dari kehendak - Nya atau Kehendak- ku muncul karena kehendak DIA dan kehendak DIA akan muncul menjadi kehendak - ku [ prinsip kebersatuan ].

Baik mari kita kembali ke topik. Bila kita kaji lebih dalam maka kita akan dapati bahwa di kedua ayat itu, yakni antara QS. Al-Baqarah 2: Ayat 117  dan  QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 2 , ada kesamaan esensi, dan bahkan bisa dikatakan kesamaan dari keduanya identik.

وَإِذَا قَضٰىٓ أَمْرًا =  اللَّهُ  _ Kehendak Sang Khalik [ Subyek dari kehendak ].

 فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ = ال  _  Makhluk [ obyek dari kehendak ].

كُنْ فَيَكُونُ =  صَّمَدُ  _  Maka Terjadilah kehendak- Nya [ Manifestasi dari kehendak ].

Atau : 

وَإِذَا قَضٰىٓ أَمْرًا =  اللَّهُ   _ Takdir hambanya [ Guratan Takdir si hamba yang tersimpan di Lauhul Makhfudz, tetapi Tuhan punya kuasa untuk mengubahnya " On Time " kapan saja jika Dia berkehendak _ QS. Ar Ra'ad 13 : 39 ].    

 فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ = ال  _ Kesiapan diri hamba [ Keadaan Rohani si hamba, apakah dia merasa dekat atau jauh dengan Tuhan _ Lihat Hadist diatas ].

كُنْ فَيَكُونُ =  صَّمَدُ  _  Maka terkabullah doa hambanya [ kehendak hamba itu menjadi nyata karena kehendak hamba itu sudah menyatu dengan kehendak Tuhan ]. Atau pada hakikatnya kedirian sang hamba itu sudah tidak lagi ada, karena kediriannya sudah lebur kedalam kehendak Yang Maha Kuasa.

Atau : 

كُنْ = ص = _Jadilah _ Input

ف = م =  _Maka _ Proses 

يكون = د =  _Jadilah sesuatu itu _ Out put


● Term Pertama _  " Apabila Dia Hendak menetapkan sesuatu " [  وَإِذَا قَضٰىٓ أَمْرًا ] , yang dimasud dengan kata Dia disini adalah =  اللَّهُ yang Maha Berkehendak.

● Term tengah _ Dia hanya berkata kepadanya [  فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ ], yang dimaksud dengan kata " kepadanya " disini adalah =  ال yang secara tersirat maknanya dinisbatkan kepada obyek dari suatu kejadian, yaitu Makhluk. Kalimah  الصَّمَدُ yang terdiri dari kata ال dan صمد itu jika kita telisik lebih dalam maka maknanya mengandung pengertian sebagai berikut :  صمد yaitu Allah " yang maha mengabulkan doa, hajat dan kebutuhan seluruh makhluknya. Didalam  kata ال itu Allah membeberkan beberapa syarat yang harus ditempuh oleh makhluknya jika ingin doa - doanya atau hajatnya terkabul atau terpenuhi. Yaitu :  " hendaklah mereka itu memenuhi [ perintah] -Ku dengan tulus dan banyak mengingat Aku " - (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 186).

● Term ke Tiga _  "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu [ كُنْ فَيَكُونُ ], maka apabila semua syarat - syarat yang ditentukan Tuhan itu telah seluruhnya dipenuhi oleh hambanya maka terjadilah yang namanya  كُنْ فَيَكُونُ.

Inilah rahasianya kenapa doanya Para Auliya dan para kekasih Allah itu dengan cepat dikabulkan Tuhan. Ternyata rahasianya terletak pada dua hal itu, yaitu ketulusan dhamanya kepada Allah dan kebersatuan dirinya dengan Tuhan yang dalam bahasa al quran digambarkan dalam terminologi "  hendaklah mereka itu memenuhi perintah -Ku dengan tulus [ dharma ] dan banyak mengingat Aku [ kebersatuan hamba dengan Tuhannya ] " - (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 186).


Wallahu alam. Semoga bermanfaat


Esensi Martabat Tujuh didalam Surat Al Fatiha

  By Mang Anas



Bagan 1 : Esensi Martabat 7 dalam Surat Al - Fatiha




Bagan 2 : Siklus Martabat Tujuh

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

------ ◇◇◇ ----------

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعٰلَمِينَ

"Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 1)

Hakikat dari  الْحَمْدُ adalah titik  ب ia adalah mula dari segala sesuatu, di dalam kalimat  الْحَمْدُ  lah esensi kalimat  الرَّحْمٰنِ  dan الرَّحِيمِ  itu berada yang kemudian mewujud menjadi raga dan jiwa dari alam semesta.

Sifat hubungan  الْحَمْدُ  dengan  اله  adalah seperti sebuah biji dengan dengan putik yang ada didalamnya. الْحَمْدُ itu adalah umpama sebuah biji sedangkan اله adalah umpama putik yang ada didalamnya. Dengan demikian didalam kalimat الْحَمْدُ itu terhimpun didalamnya esensi اله _  الرَّحِيمِ  dan  الرَّحْمٰنِ.

1. Kata  لِلَّهِ  itu berasal dari kata اله  yang merujuk pada Esensi Dzat Tuhan. Kedudukan اله  ada pada Martabat Ahadiah.

2. Kata  رَبِّ الْعٰلَمِينَ  berasal dari kata  ر ب ب  yang merujuk pada esensi himpunan dari semua sifat. Kedudukan رَبِّ الْعٰلَمِينَ  ada pada Martabat Wahdah


---------- ◇◇◇ -----------

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

"Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 2)

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّينِ

"Pemilik hari pembalasan." - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 3)

3. Kata  الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ dan  مٰلِكِ يَوْمِ الدِّينِ  itu merujuk pada esensi Asma. Kedudukan kedua ayat itu ada pada Martabat Wahdiah.

Pada hakikatnya Asma  الرَّحْمٰنِ _ الرَّحِيمِ  dan مٰلِكِ   adalah induk dari semua asma.  Didalam ketiga asma itu terhimpun didalamnya sembilan puluh enam asma lainnya. Dengan demikian asma - asma lain yang diluar ketiga asma itu secara hirarkhi akan berada dibawahnya. Semua asma akan melekat dengan kuat pada asma induknya masing - masing, dan kumpulan dari asma - asma itu membentuk sistem bersamanya.  Asma asma itulah yang membentuk tata sistem dari alam semesta, asma jugalah yang mengatur dan yang menggerakkannya dibawah kendali Rabbul 'alamin.



Bagan 3 :  Tujuh Lapis Diri Manusia Dan Esensi Martabat Tujuh didalam Surat Al - Fatiha [ Dalam Perspektif Taroki ]



Bagan 4 :  Tujuh Lapis Diri Manusia Dan Esensi Martabat Tujuh didalam Surat Al - Fatiha [ Dalam Perspektif Tajalli ]


---------- ◇◇◇ ----------


إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 4)

4. Kata  إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ merujuk pada esensi Af'al atau perbuatan Allah. Kedudukannya ada pada Martabat Alam Ruh. Didalam Ruh ada Rahsa, didalam Rahsa ada Nur, dan didalam Nur itu ada Dzat.

Hakikat dari  إِيَّاكَ نَعْبُدُ  adalah esensi energi yang nantinya akan meliput atau menyelubungi Mani, Madi, dan Wadi sedangkan hakikat dari   وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ  adalah esensi energi yang nantinya akan meliput atau menyelubungi Manikam.

Harokat Tasdid [ hentakan ] yang tersemat pada kata إِيَّاكَ adalah simbolisasi dari energi hidup yang didalamnya tersembunyi esensi dari asma Al khayyu [ yang Maha Hidup ]


---------- ◇◇◇ ---------

اهْدِنَا الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ

"Tunjukilah kami jalan yang lurus," - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 5)

5. Kata  اهْدِنَا الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ  merujuk pada esensi dari tulung punggung atau tulang belakang الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ ] dan Tulang Rusuk, tempat dimana bibit sperma berasal. Kedudukan ayat ini ada pada Martabat alam Misal atau alam Bapa. 

Tulang punggung yang bentuknya berupa bangun Vertikal itu menyimbolkan esensi dari potensi ketuhanan sedangkan tulang rusak yang bentuknya berupa bangun horizontal itu menjadi simbol diri insan atau diri manusia.

Menurut literatur martabat tujuh didalam wujud Mani itu terhimpun didalamnya enam lapis esensi yang pada hakikatnya masih berupa potensi, yakni Madi, Wadi, Manikam, Siir, Siir Muhammad dan Nurullah. 

Unsur Mani, Madi, Wadi membentuk raga manusia. Unsur Manikam, Siir dan Siir Muhammad membentuk jiwa manusia, dan unsur Nurullah membentuk Ruh.

Di alam inilah Allah Swt mengambil janji ketauhidan terhadap jiwa - jiwa sebagai mana firmannya,

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ  ۖ قَالُوا بَلٰى  ۛ شَهِدْنَآ  ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِينَ

"Dan [ ingatlah ] ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi [ tulang belakang ] anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka [ seraya berfirman ], "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul [ Engkau Tuhan kami ], kami bersaksi." [ Kami lakukan yang demikian itu ] agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini," - (QS. Al-A'raf 7: Ayat 172)

أَوْ تَقُولُوٓا إِنَّمَآ أَشْرَكَ ءَابَآؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّنۢ بَعْدِهِمْ  ۖ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ

"atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang [ datang ] setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang  [ dahulu ] yang sesat?" - (QS. Al-A'raf 7: Ayat 173)

Terkait dengan Mani, Madi dan Wadi, Allah Swt berfirman, 

خُلِقَ مِنْ مَّآءٍ دَافِقٍ

"Dia [ manusia ] diciptakan dari air [ mani, madi dan wadi ] yang terpancar," - (QS. At-Tariq 86: Ayat 6)

يَخْرُجُ مِنۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ

"yang keluar dari antara tulang punggung [ sulbi laki - laki ] dan tulang dada [ tulang rusuk ]." - (QS. At-Tariq 86: Ayat 7)


------ ◇◇◇ ---------

صِرٰطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

[ yaitu] jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; - ( QS. Al-Fatihah 1: Ayat 6 )

6. Kata  صِرٰطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ  itu merujuk pada esensi Rahim ibu [ أَنْعَمْتَ ] yang hakikat maknanya beririsan secara simetris dengan kata رحمKedudukan ayat ini ada pada Martabat alam Ajsam atau alam Ibu.

Sebagaimana firman Allah, 

ثُمَّ سَوّٰىهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُّوحِهِۦ  ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصٰرَ وَالْأَفْئِدَةَ  ۚ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ

"Kemudian Dia menyempurnakan [ proses kejadiannya di dalam rahim ibu, mulai dari tahapan sel mani hingga kemudian tumbuh dan berkembang menjadi janin yang sempurna ]  dan Dia meniupkan roh -Nya ke dalam- nya [ Janin ]  dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, [ tetapi ] sedikit sekali kamu bersyukur." - (QS. As-Sajdah 32: Ayat 9)


---------- ◇◇◇ ----------

 غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ

" bukan [ jalan ] mereka yang dimurkai, dan bukan [ pula jalan ] mereka yang sesat." - (QS. Al-Fatihah 1: Ayat 7)

7. Makna tersirat dari Kata   غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ  itu merujuk pada esensi Nafs atau Jiwa manusia, yang kepadanya Allah telah meng -ilhamkan Fujuroha [ الْمَغْضُوبِ dan الضَّآلِّينَ ] wa Takwaha [ غَيْرِ dan لَا  ]. Sebagai mana firman - Nya.

وَنَفْسٍ وَمَا سَوّٰىهَا

"demi jiwa serta penyempurnaan [ ciptaan ] nya," - (QS. Asy-Syams 91: Ayat 7)

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوٰىهَا

"maka Dia mengilhamkan kepadanya [ jalan ] kejahatan dan ketakwaannya," - (QS. Asy-Syams 91: Ayat 8)

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَا

"sungguh beruntung orang yang menyucikannya," - (QS. Asy-Syams 91: Ayat 9)

وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَا

"dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." - (QS. Asy-Syams 91: Ayat 10)

Kedudukannya ayat ini ada pada Martabat Alam Insan atau alam Nyata.


Wallahu 'alam.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Senin, 21 Juni 2021

Citra Tuhan dalam diri Manusia

By Mang Anas


1. Mengapa manusia disebut sebagai Citra dari Tuhan ? 

Karena dari 99 sifat Tuhan itu, 48 diantaranya telah diberikan- Nya kepada manusia.

Maka dalam versi jagat alit manusia itu adalah rabb bagi dirinya sendiri, dan sebagai rabb maka manusia harus mampu mengatur, memelihara dan mendayagunakan 48 potensinya yang ada padanya itu untuk menyelaraskan dirinya dengan kondisi yang berkembang dilingkungan jagat gedenya.

Potensi berupa Nafs [ fitrah ] yang berasal dari sifat sifat Tuhan itu sengaja ditanamkan kepada diri manusia agar supaya manusia itu bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok pribadi yang dikehendaki oleh Tuhan, yaitu menjadi insanul kamil atau manusia sempurna.

Tuhan menciptakan para Malaikat sebagai subsistem alam semesta fungsinya adalah untuk membantu dan melayani manusia agar mereka semua [ umat manusia ] dapat terus tumbuh dan berkembang mencapai kesempurnaannya. Sedangkan iblis diciptakan untuk  merongrongnya dan menghalanginya. Malaikat dan iblis dalam dunia jagat alit manusia itu akan bertranformasi menjadi bentuk dorongan eksternal, dan dorongan eksternal itu pada ahirnya akan turut mempengaruhi warna dan persifatan manusia. 

Dalam diri manusia faktor - faktor eksternal yang berasal dari dorongan malaikat dan iblis itu akan masuk tahap demi tahap dan gelombang demi gelombang lewat cara manusia dalam mengambil keputusan atau saat manusia  itu mengambil pilihan [ kaifa takhkumun ?  ]. Semakin sering ia mengambil keputusan yang bertentangan dengan hati nuraninya [ diri murni atau fitrah ] maka fitrah dirinya akan menjadi semakin gelap, tumpul, jahat dan kotor,  dan semakin sering ia mengambil keputusan yang selaras dengan suara hati nuraninya maka diri manusia itu akan tumbuh menjadi semakin bersih, semakin bercahaya, hijabnya semakin menipis, mata hatinya akan menajam hingga ahirnya ia akan  dapat merobek dan keluar dari lapisan hijabnya, lalu ia akan masuk ke alam Nur dan dapat memandang wajah Tuhannya.

2. Kenapa manusia harus dapat bertranformasi menjadi insan kamil ? 

Agar manusia bisa melakukan peran kekhalifahannya dimuka bumi dengan baik.

3. Mengapa mesti manusia yang ditunjuk menjadi khalifah ?  

Karena Tuhan telah memberikan kepada manusia tiga hal, yaitu kecerdasan yang sempurna,  potensi fitrah [ Moral ] dan kebebasan memilih.

4. Mengapa manusia harus diuji dengan beragam cobaan ? 

Hakikat dari Ujian adalah sarana bagi manusia untuk dapat meningkatkan kualitas dirinya, lewat cobaan dan penderitaan itulah manusia dicetak dan ditempa agar ia dapat tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, kuat dan bisa mengatasi segala masalah. Jadi hakikat dari cobaan, ujian dan penderitaan adalah alat penyempurna jiwa manusia.

Dengan cara itu maka potensi peradaban yang ada didalam diri manusia [ yaitu kecakapan, kapasitas intlektual, watak, ketahanan moral dan kemampuannya dalam memilih dan mengambil keputusan ] dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi akan terus tumbuh dan berevolusi menjadi bertambah maju dan berkembang semakin sempurna.

5. Apakah itu berarti bahwa tujuan penciptaan manusia itu hakikatnya merupakan sebuah eksperimen ? 

Benar, boleh dibilang begitu.

6. Mengapa Tuhan butuh ber- eksperimen  ?

Yang harus bereksperimen bukan Tuhan tetapi Manusia itu sendiri. Sebab Tuhan sedari awal Dia menciptakan manusia sudah mengetahui akan seperti apa jadinya perkembangan bentuk - bentuk transformasi intlektual, kecakapan, ketahanan moral dan kemampuan manusia dalam memilih dan mengambil keputusan itu dari fase ke fase, dari bentuknya yang paling rendah [ perimitif ] sampai ke yang paling tertinggi. Peran Tuhan dalam hal ini hanyalah memberikan berbagai fasilitas, lalu kemudian menstimulus  manusia dengan berbagai ujian, cobaan dan  permasalahan. Tujuannya tidak lain agar kemampuan manusia dalam mengatasi tantangan dan berbagai permasalahan dapat selalu tumbuh dan berkembang. Menyadari bahwa manusia itu meskipun telah dikarunia sejumlah kemampuan tetapi tingkat kemampuannya tidak seperti diri - Nya maka dengan kasih - sayang- Nya , maka Allah pun kemudian memilih beberapa orang diantara manusia untuk dianugerahi Nur Muhammmad agar dengannya orang yang Ia pilih itu dapat langsung memandang wajah- Nya. Kemudian kepada orang itu Ia memberinya wahyu dan kitab - kitab yang berisi tuntunan bagaimana cara manusia dapat menyempurnakan dirinya agar ia dapat mengenal- Nya dan dapat memandang diri- Nya lewat rahsa dan mata batinnya. Sebagaimana firmannya,

  ۖ وَإِنَّ لَهُۥ عِنْدَنَا لَزُلْفٰى وَحُسْنَ مَئَابٍ

" Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik." - (QS. Sad 38: Ayat 25)


7. Sampai kapan hal itu akan berlangsung ? 

Sampai setiap jiwa dapat mencapai titik kesempurnaannya.

8. Bagaimana kalau manusia itu meninggal sebelum dirinya sempurna [ belum mencapai titik Mutmainnah ] ?

Ia akan terus berproses menuju kesempurnaan, tetapi proses itu akan berlangsung dialam yang berbeda dan dengan wahana yang berbeda yang keadaannya akan jauh lebih sulit, lebih berat dan akan jauh lebih lama dibanding jika ia melakukannya di bumi [ dunia kita sekarang ].

Sebab diantara semua wahana transformasi yang diciptakan Tuhan, alam dunia inilah satu satunya tempat atau wahana transformasi yang paling ideal. Wahana bumi atau alam dunia sebagai media proses transformasi jiwa manusia itu ibaratnya seperti proses tranformasi Janin menjadi Bayi dalam kandungan ibunya, atau seperti proses transformasi sebuah putik didalam sebuah telur. Keduanya adalah wahana yang paling ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan embrio.

9. Bagaimana proses transformasi manusia dialam lain itu terjadi ? 

jika proses transformasi jiwa manusia dialam dunia belum sempurna maka proses transformasi itu akan berlanjut dialam berikutnya yaitu di alam " Penyesalan " [ Lawwamah ]  , yaitu alam barzakh, padang mahsyar, mizan dan di neraka.  Itu akan sangat berat dan prosesnya akan berlangsung sangat lama dan akan memakan waktu yang jauh lebih panjang. Sebab ia harus melakukan proses transformasi itu bukan ditempat yang semestinya, sebagaimana dialam dunia. Sebagaimana firmannya,

  ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى  ۚ أُولٰٓئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَّكَانٍۢ بَعِيدٍ

"Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh."- (QS. Fussilat 41: Ayat 44)

10. Apakah semua jiwa manusia pada ahirnya akan dapat mencapai titik kesempurnaan [ Titik Mutmainnah ] ?

Betul, Semua manusia pada ahirnya akan mencapai titik itu, hanya saja prosesnya ada yang memakan waktu sangat panjang dan ada yang dalam tempo pendek dan singkat,  ada yang cukup di dunia dan ada yang masih akan terus berlanjut diahirat.

11. Bagaimana titik ahirnya ? 

Titik ahirnya adalah semua jiwa itu akan kembali kepada Tuhannya tetapi harus sudah dalam keadaan sempurna sebagaimana firmannya,

 ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. " - [ Al-An'am 6:60 ]

اوَأَنَّ مَرَدَّنَآ إِلَى ٱللَّهِ وَأَنَّ ٱلْمُسْرِفِينَ هُمْ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ 

" Dan sesungguhnya tempat kembali kita pasti kepada Allah, dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itu akan menjadi penghuni neraka. " - [ Ghafir 40:43 ]

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ 

" Wahai jiwa yang tenang! "- [ Al-Fajr 89:27 ]

ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً 

" Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai

12. Lalu bagaimana cara manusia agar bisa berhubungan dengan Tuhannya dan selalu berada dalam bimbingannya ?

Didalam fitrah manusia tertanam 48 sifat Tuhan, maka lewat fitrah itulah Tuhan akan menyapa manusia dan dengan potensi fitrah itu pula manusia bisa berhubungan dan menyambungkan dirinya dengan Tuhannya. Sebagaimana firmannya,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

"Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."- (QS. Al-Isra' 17: Ayat 70)

ثُمَّ سَوّٰىهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُّوحِهِۦ  ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصٰرَ وَالْأَفْئِدَةَ  ۚ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ

"Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani [ fitrah ] bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur." - (QS. As-Sajdah 32: Ayat 9)

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ  ۖ قَالُوا بَلٰى  ۛ شَهِدْنَآ  ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِينَ

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,"- (QS. Al-A'raf 7: Ayat 172)

13. Apa saja 48 sifat Tuhan yang ditanamkan kedalam diri manusia  ?

وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِئُونِى بِأَسْمَآءِ هٰٓؤُلَآءِ إِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِينَ

"Dan Dia ajarkan kepada Adam asma - asma semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman, "Sebutkan kepada-Ku nama semua ini, jika kamu yang benar!" - (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 31)

1. " Ar Rahman " yang Maha pemurah, 

2. " Ar Rahim" yang Maha mengasihi, 

3. " Al Khalik " yang Maha pencipta, 

4. " Al Bari " yang maha menjadikan, 

5. " Al Musawwir " yang Maha pembentuk,

6. " Al Alim" yang Maha mengetahui, 

7. " Al Mu'izz" yang Maha memuliakan, 

8. " Al Fatah " yang Maha Pembuka, 

9. " Al Hadi " yang Maha memberi petunjuk,  

10. " Ar Rafik " yang Maha peninggi, 

11. " Al Latif " Maha lembut, 

12. " Al Hafiz " yang Maha memelihara, 

13. " Al Muqit " yang Maha Menjaga, 

14. " Al Hakim " yang Maha Bijaksana," 

15. Al Adil" yang Maha adil, 

16, " Al Sami " yang Maha Mendengar, 

17. " Al Basir " yang Maha melihat,  

18. " Al Wadud " yang Maha penyayang, 

19. " Al Majid " yang Maha Mulia, 

20. " As Syahid " yang Maha Menyaksikan, 

21. " Al Wajid " yang Maha penemu, 

22. " Al Qadir "  yang Maha Berupaya, 

23. " Al Muqtadir " yang Maha berkuasa, 

24. " Al Qayyum " yang Maha berdiri sendiri, 

25. " As Samad " yang Menjadi tumpuan, 

26. " Al Wali " yang memerintah, melindungi

27. " Al Barr " yang membuat kebajikan,

28.  " Al Badi " yang Maha Pencipta yang tiada bandingannya, 

29. " Al Warith " Yang Maha mewarisi 

30.  " Ar Rasyid " yang Memimpin kepada kebenaran. 

31. " Al Mu'min " yang Memberi keamanan

32.  " Al Muhaimin " yang Mengatur

33. " As Salam " yang Maha memberi kesejahteraan,

34. " Al Baasith " yang Maha melapangkan

35. " Al Afuww " yang Maha Pemaaf

36.  " Ar Ra'uuf "  yang Maha Pengasuh

37. " Al Jamii' " yang Maha Mengumpulkan

38. " Al Ghaniyy " yang Maha kaya

39. " As Shabuur " yang Maha Sabar

40. " An Nafii " yang Memberi manfaat

------ ☆☆☆ ----------

41. " Al Malik" yang Maha menguasai 

42. " Al Jabbar " yang Maha kuat dan menundukan, 

43. " Al Muzill " yang Maha Menghina, 

44. " Al Qaabidh " yang Maha Menyempitkan

45. " Al Mutakabbir " Yang memiliki kebesaran dan kemegahan

46. " Al Muntaqim " yang Pemberi balasan

47. " Al Maani " yang Maha mencegah

48. " Ad Dhaar " yang Maha Penimpa kemudharatan



Jumat, 18 Juni 2021

Tujuh Kitab Yang Tersimpan Dalam Bilik Rohani Manusia

By Mang Anas

Didalam diri Manusia terdapat tiga bilik [ tiga organ rohani ]  yang bila ketiganya mendapatkan perlakuan yang semestinya maka bilik - bilik  tersebut akan dapat membantu menghantarkan manusia mencapai Tuhan- nya. Ketiga bilik penting tersebut masing - masing berada di area Kepala, area Dada dan di daerah Kelamin manusia. 

Mengetahui hakikat keberadaan dan fungsi dari ketiganya sangatlah diperlukan,  terutama bagi para penempuh jalan salik, para penempuh jalan spiritual atau bagi orang yang sedang  mengamalkan Dzikir - dzikir tertentu.

Pengetahuan ini akan sangat berperan sekali dalam menunjang keberhasilan tujuan laku seseorang, baik itu yang menggunakan tehnik dzikir, tehnik pernapasan, tehnik semedi atau bagi seseorang yang ingin memadukan ketiganya. 

Saat tiba masanya ke tujuh elemen yang tersimpan di masing - masing bilik rohani itu powernya harus ditingkatkan dan kepekaannya harus diasah,  maka untuk menguatkanya dan membuatnya bertambah tajam diperlukan tehnik yang tepat.

Para pelaku dzikir dapat melakukan treatmen - treatmen tertentu dan atau mengkreasikan tehnik - tehnik tertentu dalam " mengasah " ketujuh elemen itu sesuai dengan esensi sifat yang ada dan yang melekat pada masing - masing potensi yang terdapat didalamnya.  Dengan demikian maka insya Allah ekplorasi rohani yang kita lakukan itu akan berdampak sangat maksimal dan pencapainnya pun insya Allah akan lebih sempurna. Adapun isi atau elemen apa saja yang ada pada ketiga bilik itu adalah sebagai berikut, 

A. Bilik yang ada di dalam kepala Adalah Baitul Makmur namanya [ tempat keramaian ]. Dalam bilik ini tersusun tujuh kitab.

1 Panca Indra

2 Otak

3 Angan angan

4 Budi

5 Rasa pengetahuan

6 Cahaya pengetahuan ( Nur ilmu ) 

7 Mengetahui Dzat Semesta Alam

B. Bilik yang ada di dada Baitul Muharram namanya [ tempat terlarang ]. Dalam bilik ini juga terdapat tujuh kitab.

1 Dada

2 Hati didalamnya ada nafsu

3 Jantung didalamnya ada ruh.

4 Ruh didalamnya ada rahsa.

5 Rahsa didalam ada nur.

6 Nur di dalamnya ada Dzat.

7 Dzat yang Maha bersemayam.

C. Bilik yang ada di dalam kemaluan Baitul Muqodas namanya [ Tempat kesucian ]. Di dalam bilik ini juga terdapat tujuh kitab.

1 Mani 

2 Madi

3 Wadi

4 Manikam 

5 SIIR

6 SIIR Muhammad

7 SIRRULLAH.

Kedua puluh satu elemen atau potensi rohani yang tersimpan didalam tiga bilik itu masing - masing memiliki keunikan, dan untuk mengasahnya atau menajamkan-nya lewat laku dzikir memerlukan cara - cara khusus, dan cara itu harus disesuaikan dengan masing - masing sifat dan keadaannya. Inilah yang harus betul - betul dipahami dan yang harus betul betul dikuasai oleh semua pelaku dzikir. Sebab jika tidak maka jangan berharap lakunya akan berhasil maksimal.

Itulah salah satu alasan,  kenapa dalam menjalani laku spiritual kita sangat memerlukan kehadiran seorang guru Mursyid, baik itu guru dhohir maupun guru batin [ Warid ]. Kita perlu banyak belajar dari mereka, terutama mengenai tehnik, dan memerlukan bimbingan orang - orang yang sudah berpengalaman, yaitu dari mereka yang sudah Wushul dan bisa menemui Tuhan- nya kala mereka masih hidup. 

Demikianlah, dan semoga tulisan ini bermanfaat.


---------- 🌐 🌐 🌐 ------------

@. Catatan : 

1. Wushul 

Wushul adalah fenomena ketemu Tuhan lewat Rahsa dan berlangsung di dalam Rahsa.  Ke-wushul-an seseorang kehadirat Tuhan itu memiliki beberapa tingkatan. Beberapa orang dapat wushul kepada Tuhan sampai pada  tingkatan Dzat  _ dengan amalan dzikir " La ilaha illa Allah - Allahu Akbar " _ ,  beberapa lainnya mengalami kewushulan kepada Tuhan di tataran sifat - sifat - Nya _ lewat amalan dzikir "  Alhamdulillah " _ dan sebagiannya lagi mengalami kewushulan ditataran Asma - asma - Nya _ dengan dzikir kalimat " Subkhanallah ".

Seseorang pada saat mengalami wushul, kepadanya akan diperlihatkan beberapa fenomena kebesaran Tuhan dan diapun akan menerima sejumlah pengetahuan yang langsung diajarkan oleh - Nya. Pengetahuan itu bukanlah pengetahuan biasa karena apa apa yang diajarkan disana adalah rupa - rupa pengetahuan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran manusia, ilmu itu belum pernah ditulis didalam buku dan kitab - kitab karangan manusia,  belum pernah diajarkan oleh manusia yang manapun juga dan ilmu itu sama sekali belum pernah didengar atau dilihatnya [ makanya Ilmu - ilmu itu disebut Ilmu Siir atau ilmu rahasia ]. Itulah fenomena Wushul, sedikit dari gambarannya. 

2. Guru Batin atau Warid

Guru batin biasanya akan datang dan kemudian menghuni hati anda setelah terlebih dahulu anda mendapatkan anugerah yang berupa warid dari Allah Swt.

Warid atau guru batin itu akan selalu membimbing hati anda dan mengarahkan anda kepada Tuhan. Warid juga akan hadir dalam mimpi - mimpi anda dan memfasilitasi anda untuk mendapatkan bermacam - macam pengajaran lewat mimpi - mimpi spiritual yang anda alami. 

Eksistensi warid itu bisa melemah atau menguat sejalan dengan keadaan atau kualitas rohani orang yang menerimanya. Eksistensi warid itu akan kuat manakala orang itu berada dalam keadaan selalu tersambung dengan Tuhan, dan dia akan melemah kekuatannya jika pemiliknya tidak berada dalam kondisi tersambung dengan Tuhan.

Sepanjang menyangkut bidang yang pernak diwushulinya, maka orang yang dianugerahi warid lewat wushul biasanya akan tampak sangat cerdas dan bisa mengurai banyak hal yang sulit dan muskil dalam pandangan intektual manusia biasa. Hal itu terjadi karena saat persoalan atau permasalahan itu muncul Sang warid yang ada didalam hatinya akan membantu menjelaskan segala sesuatunya. Dengan kata lain yang bersangkutan akan dapat mengurai persoalan tanpa harus berpikir terlebih dahulu, karena saat dia hendak menyampaikan suatu jawaban dari sejumlah persoalan, jawaban dari persoalan itu sudah tiba - tiba muncul di dalam dadanya, jadi peran orang itu hanyalah mengemas dan menyampaikannya lewat sebuah kalimat atau redaksi bahasa, agar apa yang hendak dia sampaikan itu  bisa ditangkap dan dipahami oleh audiensnya. Itulah fenomena warid, sedikit dari gambarannya.



Jumat, 11 Juni 2021

Hakikat As Somad dalam dzikir Nafi Isbat dan Makna Simbol dari Huruf hurufnya.

By Mang Anas


Pengantar 


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

"Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa." – (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 1)

اللَّهُ الصَّمَدُ

"Allah tempat meminta segala sesuatu." – (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 2)

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

"(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan." - (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 3)

وَلَمْ يَكُنْ لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ

"Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." - (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 4)


AA.  Penjelasan tentang adanya makna Huruf yang tersembunyi dalam kalimah الصَّمَدُ untuk dzikir Nafi Isbat

ال  = Sejatine

صَّمَدُ  = Sandaran

اللَّهُ الصَّمَدُ

" Utawi Gusti Allah Iku Sejatine Sandaran."

الصَّمَدُ  berasal dari kata  صمد  atau  ص_م_د yang dalam dzikir nafi isbat kedudukannya sebagai berikut,


Huruf لا إِلَٰهَ  =  ص --- > dzikir Nafi [ yaitu membersihkan hati dari adanya entitas tuhan - tuhan palsu ].

Hakikat huruf لا  dalam kalimat   لا اله  adalah unsur Tanah atau hakikat dari diri Murni atau Nur Adam [ Nafsu Mutmainnah ], sedangkan hakikat dari  huruf Alif _ ا _ [ alif kecil ] dari kata  اله _ ا _ ل _ه  [ baca : ilaha ] adalah Unsur Api atau Nafsu Amaroh, sedangkan  huruf Lam _ ل _  itu unsur Angin atau Nafsu Lawwamah, dan huruf Ha_ ه _  adalah unsur Air atau Nafsu Mulhammah atau Nafsu Sufiyah. 

Entitas entitas itulah yang kemudian diletakkan didalam huruf ص _ So, dan nantinya ke- empat unsur nafsu yang disimbolkan dalam huruf- huruf itu  yaitu , لا _ ا _ ل _ه   harus di-thawafkan didalam relung hati, yaitu didalam  huruf Mim _ م _  selaku mesin sentrifugal,  untuk dicuci dan dibersihkan lewat proses dzikir nafi _ mirip proses fusi dalam tehnik pemurnian atom.

Huruf إِلَّا = م --- > sebuah penge- kecualian atau peng-khususan bahwa dibalik sesuatu yang dianggap sebagai tuhan- tuhan itu ,  yang nyata hanyalah Allah semata.

Hakikat dari huruf م _ Min yang kemudian menge- jawantah menjadi kata  إِلَّا  itu adalah ibarat mesin pemilah, atau ibarat mesin sentrifugal dalam proses pemurnian atom seperti telah diterangkan diatas.

Hakikat huruf Alif _ إ _ dengan hamzah dibawah adalah simbol dari keyakinan adanya Tuhan dibawah alam bawah sadar manusia. Sedangkan hakikat huruh Lam Alif _ لا _adalah simbol manusia yang sudah meyakini keberadaan Tuhannya lewat tanda - tanda tajallinya yang sudah men- dhohir atau yang nampak pada alam semesta.

Huruf اللَّهُ  =   د  --- > Hanya Allah yang nyata [ Isbat ] _  yaitu menetapkan bahwa hanya Allah saja sebagai satu - satunya Tuhan yang nyata, yang layak disembah dan menjadi tujuan semua pengabdian.

Kata Allah _  اللَّهُ _ itu terdiri atas satu huruf Alif, tiga huruf Lam dan satu huruf Ha.

Huruf Alif _ ا _ itu melambangkan Dzat Tuhan yang Ghoibul ghuyub, yaitu Dzat Tuhan yang masih berada ditataran martabat Ahadiyah, Dzat yang keberadaannya tidak dapat diindra,  tidak dapat dipersepsikan oleh perasaan, khayal dan akal budi manusia,  tetapi ada- Nya dapat dirasakan didalam Rahsa [ didalam rahasianya rasa ].

Adapun huruf Lam yang berjumlah tiga _ للل _ itu melambangkan tajalli dirinya dalam entitas yang disebut sebagai Nur Muhammad atau martabah Wahdah, sedangkan huruf Ha _ ه_ itu melambangkan perwujudan Allah pada Alam semesta yang berupa asma-Nya,  yaitu diri Allah sebagai Rabb. Dzat yang mengatur, yang memelihara dan yang menguasai alam semesta [ martabat Wahidiyah ].

Itulah sekelumit makna bedaran dari kata "  الله ". Itulah makanya kenapa didalam al Qur'an Allah Swt itu disebut sebagai " Al Mukhit " atau yang Maha Meliputi, "  Allahu Akbar " atau yang Maha Besar dan Allah juga disebut sebagai " Nuurus samawati wal ardhi "  Cahaya yang menerangi langit dan bumi.

-------- atau --------

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ  =  ص --- > dzikir Nafi [ menyatakan dengan sesungguhnya dan dengan hati yang paling dalam, bahwa pada hakikatnya tidak ada entitas apapun yang memiliki daya dan kekuatan ]

إِلَّا =    م  --- > kecuali entitas daya dan kekuatan yang bersumber ....

 بِاللهِ  العَلِيِّ العَظِيْمِ =    د   --- > dari Allah semata _ selaku Dzat yang Maha tinggi dan Maha agung _ disini Allah dinyatakan sebagai Isbat _ ditetapkan sebagai satu - satunya entitas yang memiliki semua daya dan kekuatan itu, sehingga hanya Allah lah satu - satunya entitas yang layak dijadikan sandaran _ Dia lah tempat kita bergantung dan memohon, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada satupun entitas yang setara atau yang dapat menyamai diri - Nya.

B. Bangun struktur Kalimah  صمد  dan Makna Simbolisnya

ص = itu Ibarat Pegas atau sebuan Mesin Pendorong 

م  =  itu Ibarat Kelep atau Filter atau ibarat sebuah Mesin Pengolah 

د  =  itu Ibarat Balon Dal [ د ] atau Produk Ahir

Uraian Rinci : 

Pegas [ ص ] = adalah simbol dari sisi Pengalaman Hidup yang membentuk persepsi diri seseorang terhadap Tuhan. Merasa dekat atau jauh, merasa dalam hidupnya sering ditolong oleh Tuhan atau justru merasa sering diabaikan. Merasa doa – doanya sering dikabulkan atau merasa lebih sering ditolak. Mereka yang merasa hidupnya selalu ditolong maka dia akan memiliki _ daya pompa yang kuat _ sehingga balon Dal nya akan mengembang dan kakinya [ keyakinannya ]  akan dapat berdiri dengan teguh dan kuat,  dan sebalik mereka yang merasa hajat – hajatnya sering tidak terkabulkan maka _ daya pompanya akan sangat lemah sehingga balon Dal- nya akan mengempis dan tidak bisa berdiri dan bahkan saking lemahnya kekuatan daya pompa itu maka untuk sekedar menembus lapisan kelep- pun [ huruf Mim ] kekuatan mungkin tidak cukup.

Kelep [ م ] = kelep adalah simbol dari Tebal – tipisnya keyakinan seseorang terhadap peranan Tuhan dalam hidupnya. Seseorang yang cendrung berprasangka baik terhadap Tuhan maka dia akan bisa tenang saat menghadapi persoalan hidup_ berarti kelepnya [ huruf Mim- nya ] kuat  dan tidak gampang jebol _ dengan demikian balon Dal - nya [ د ] - tidak gampang kempes dan bisa tetap berdiri teguh. Sebaliknya bagi mereka yang cendrung berprasangka buruk dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan selalu mengabaikannya serta tidak pernah menjawab doa – doanya maka dia akan cendrung merasa sumpek dan akan gelisah saat sejumlah persoalan menimpanya _ dengan demikian balon Dal [ د ]- nya tidak bisa berdiri alias akan kempes dan nglemberek. Sebab disamping daya pompanya yang kurang kuat juga karena kondisi kelepnya mungkin bocor,   Itulah makna simbol dari huruf “ Mim “ atau pompa dalam kata صمد.  

Balon [ د ] =  Kuat atau lemahnya Balon Dal [  Keyakinan pada Tuhan ] akan sangat dipengaruhi oleh kekuatan daya pompa dan kekuatan kelepnya. Jika pompa dan kelepnya bagus dan kuat maka balon Dal akan berdiri kokoh, teguh dan kuat  Sebagaimana firmannya, 

وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ فِى الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا  ۚ كُلٌّ فِى كِتٰبٍ مُّبِينٍ

"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)." - ( QS. Hud 11: Ayat 6)

akan tetapi jika sebaliknya maka balon Dal tidak akan bisa berdiri dan keyakinannya pada Tuhan akan sangat rapuh, lemah dan gampang goyah.

Demikianlah pembahasan kalimat “ Allahu Somad “ dari sisi makna simbol dari huruf hurufnya.

C. Peristiwa dalam sebuah mimpi

Saya melihat dalam mimpi , fenomena keluarnya air dari sebuah selubung dan selubung itu terbentuk dari sebuah kalimat atau dari piranti ayat :

 الله الصمد

Api, Angin dan Tanah _ itu awalnya saya lihat ada di dalam huruf ص [ So ] , kemudian huruf ص itu terlihat seperti memeras ketiga unsur tersebut,  lalu saya lihat sari pati dari ketiganya keluar seperti merembes ...kemudian sari pati itu masuk kedalam huruf م [ Mim ] dan diolahnya,  lalu sari pati yang sudah diolah itu ahirnya keluar dalam wujud Air dan ditampung atau diwadahi dalam sebuah huruf, yaitu huruf Dal [ د ].

Seperti itulah proses mimpi itu terjadi_ dan kesemua proses itu terjadi didalam ketiga huruf, yaitu huruf

ص_م_د

Atau    صمد

Dari peristiwa itu maka ahirnya saya menyimpulkan bahwa hakikat Iman atau keyakinan itu seperti sifat Air. Sewaktu - waktu ia bisa keras, teguh dan kuat seperti balok balok es, ia pun bisa tegak dan tinggi menjulang seperti layaknya gunung - gunung es di daerah kutub. Tetapi dilain waktu Iman itu bisa saja tiba tiba melumer, lemah dan mencair seperti keadaan air pada umumnya. Itulah makanya kenapa iman itu setiap saat harus selalu kita pupuk, yaitu dengan memper -banyak ibadah dan amal - amalan saleh yang diniatkan khusus karena Allah _ sebab iman itu hanya akan bisa tetap kuat dan tegak manakala semua amalan dan ibadah - ibadah yang kita lakukan itu kita bangun dan kita letakkan diatas landasan rahsa _ Ikhlas. 

Ingat lah bahwa  الصمد  itu adalah bagian ayat yang terdapat didalam surat al ikhlas, dan kata  الصمد  itu didalam al quran disinggung hanya satu kali, dan itu cuma ada didalam surat " al Ikhlas ".  Kata itu tidak akan anda temukan di fragmen surat yang lainnya. Maka hakikat dari " As Somad " sebenarnya adalah sebuah Kunci dan Jimat serta akan menjadi penentu semua keselamatan manusia baik didunia maupun diahirat.

Camkan bunyi ayat ini, dan resapi maknanya, didalam hatimu, 

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

"Katakanlah [ Hai orang - orang beriman ], Dialah Allah, Tuhan mu satu - satunya , yang Esa dan yang berdiri diatas diri- Nya Sendiri _ yang menciptakan semua Entitas dan benda - benda serta hukum yang berlaku atasnya _ Dia lah yang  membentuk dan membangun sistem alam semesta itu dengan kecermatan yang sangat tinggi sehingga keadannya sebagaimana yang kau lihat _ sangat sempurna, _ dan Dia melakukan semua itu tanpa meminta bantuan siapapun juga _  oleh karena itu sembahlah Dia dan mengabdilah hanya kepada - Nya _ sebab tidak ada entitas apapun yang dapat menyamai dirinya _ dalam hal ilmu, kekuasaan, kebesaran, keagungan, serta keluasan rahmat dan kasih - sayang- Nya " – (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 1)

اللَّهُ الصَّمَدُ

" Katakan _ Allah lah satu satunya tempat kamu bersandar dan Dia tempat mu menggantungkan segala harapan _ tidak ada entitas apapun yang dapat menggantikan- Nya _ tidak istri, tidak anak, tidak teman, tidak keluarga, tidak harta, tidak jabatan, tidak pimpinan, tidak kekuasaan dan tidak pula dirimu sendiri  ," – (QS. Al-Ikhlas 112: Ayat 2)

Kembalilah kepadanya,  Hadapkan dan Tujukan hatimu hanya kepada - Nya. Jangan pernah kau berpaling atau jauh darinya apalagi kau melupakannya. Andai saja kamu hidupmu dengan cara itu , maka Insya Allah hidupmu akan selamat dan doa - doa - mu akan selalu di ijabah.


 Wallahu ' alam. Semoga bermanfaat.