Halaman

Rabu, 10 September 2025

Membaca Kembali Dajjal, Al-Mahdi, dan Isa Al-Masih dengan Ilmu Hakikat

By. Mang Anas 


Kata Pendahuluan

Dunia sedang memasuki sebuah transisi peradaban paling dramatis sejak runtuhnya Imperium Romawi. Apa yang dulu hanya dianggap nubuat, mitos, atau imajinasi agama, kini perlahan-lahan menemukan bentuknya dalam realitas global yang bisa dihitung dengan angka, dibaca lewat grafik ekonomi, dan dirasakan dalam denyut geopolitik.

Tanda-tandanya kian gamblang : mata uang dengan simbol mata satu (dolar) mulai ditinggalkan ; BRICS+ menjelma menjadi magnet baru dengan puluhan negara mengantri bergabung ; hegemoni Barat kian retak di dalam negeri dan di luar ; sementara Palestina menjadi episentrum solidaritas global yang melampaui batas agama dan bangsa.

Di balik semua gejolak ini, ada pola yang tak bisa lagi diabaikan : pergeseran dari energi lama yang berakar pada logika “Dajjal” – materialisme, ilusi, dan dominasi – menuju energi baru yang disimbolkan dalam nubuat sebagai Al-Mahdi dan Isa Al-Masihspirit keadilan, kasih sayang, dan kebangkitan akal-budi.

Artikel ini lahir bukan dari sekadar analisis geopolitik kering, melainkan dari sebuah pengalaman batin yang jarang disentuh oleh wacana publik : pengajaran langsung " ilmu hakikat " yang membuka tabir makna terdalam nubuat eskatologis. Dari pengalaman inilah lahir keberanian untuk membaca kembali Dajjal, Mahdi, dan Isa bukan sebagai tokoh fisik yang akan muncul di panggung dunia, melainkan sebagai entitas spiritual dan energi sejarah yang sedang menggerakkan manusia, bangsa, dan peradaban.

Dengan pendekatan ini, nubuat bukan lagi sekadar teks kuno yang dibaca secara literal, melainkan peta jalan peradaban yang bisa diuji secara rasional, ilmiah, historis, dan kontekstual.


Epilog Akhir Zaman 

Kala itu, februari 2020,
Aku diajar dalam mimpi,
“Bacalah dengan ruhmu, bukan dengan matamu.”

Sejak itu, huruf-huruf menyala,
ayat menjadi cermin, dan sejarah dunia membuka dirinya
seperti kitab yang tak pernah selesai ditulis.

Aku melihat tanda-tanda berkelindan :
krisis yang mengguncang, pandemi yang mengubah wajah bumi,
peperangan, dan bangsa-bangsa yang kini mulai bangkit 
dari tidur panjangnya.

Di balik semua itu,
ada napas Al-Mahdi, ada cahaya Isa Al-Masih,
bukan di panggung dunia yang kasat mata,
melainkan di arus ruhani yang menggerakkan bangsa-bangsa.

Dan kunci untuk memahaminya sederhana  : 
" Terjadinya pembalikan sejarah, 
dominasi global Amerika digantikan Tiongkok,  
dan lalu arus gelombang besar kasih sayang pun melanda dunia,
Masyarakat dunia bersimpati terhadap rakyat Palestina ".

Aku hanyalah saksi kecil, 
yang diberi kunci untuk membaca rahasia.
Kunci itu bukan milikku, melainkan titipan.
Dan setiap kali aku membukanya,  
aku selalu menangkap sebuah makna :
“Kasih sayang-Ku meliputi segalanya.”

[ Tasikmalaya, 11 September 2025 ]


Pengantar Penulis : 

Kunci Membaca Misteri

Ada sebuah jalan sunyi yang tak selalu dapat diceritakan dengan kata-kata. Sebuah jalan yang bukan dicari, tetapi diberikan ; bukan hasil usaha intelektual semata, melainkan anugerah dari Sang Pemberi Ilmu. Jalan itu disebut orang sebagai ilmu hakikat.

Saya masih ingat, saat pertama kali telah disentuh oleh pengajaran batin itu, seakan ada tabir yang terangkat dari depan mata. Apa yang semula tampak sebagai huruf-huruf mati dalam kitab suci, tiba-tiba bernyala seperti cahaya yang hidup. Setiap ayat bukan lagi sekadar bacaan, melainkan pintu yang menyingkap rahasia. Dari situlah saya memahami bahwa kebenaran sejati tidak pernah berhenti pada kata, melainkan menuntun jiwa masuk ke ruang kesadaran yang lebih dalam.

Pengajaran ini sederhana namun tak terbantahkan : bahwa segala sesuatu bermula dari apa yang tersimbolkan dalam tiga huruf  pada kata بسم dalam kalimat "Bismillahirrahmanirrahim", yaitu huruf ب [ sebagai simbol Dzat Allah SWT ] yang dijabarkan dalam surat Al Fatihah sebagai " الحمد لله رب العلمين ". Dan lalu huruf س  [ Sebagai simbol Nurullah ] yang dijabarkan dalam surat Al Fatihah menjadi الرحمن الرحيم مالك يومدين serta huruf م [ Nur Muhammad  ] yang dalam surat Al Fatihah kemudian dijabarkan menjadi اياك نعبد واياك نستعين.

Itulah hukum dasar yang menggerakkan semesta, rahasia di balik penciptaan, dan fondasi bagi sejarah umat manusia. Dari kunci inilah saya mulai membaca ulang nubuatan—baik yang ada dalam Al-Qur’an, hadits, maupun kitab-kitab suci lainnya.

Tiba-tiba, peristiwa-peristiwa besar dunia yang selama ini tampak acak, menemukan polanya. Krisis ekonomi global, pandemi Covid-19, kebangkitan BRICS, konflik di Timur Tengah, bahkan pergeseran kutub kekuasaan dari Barat ke Timur—semuanya terbaca sebagai bagian dari satu skenario agung. Nubuatan tentang Al-Mahdi dan Isa Al-Masih, yang selama berabad-abad diperdebatkan secara teologis, kini tampak hidup sebagai “aktor batin” yang menggerakkan sejarah.

Bukan berarti mereka hadir dalam bentuk fisik yang kasat mata, melainkan dalam roh perjuangan, dalam gelombang kesadaran, dan dalam arus perubahan global yang tak mungkin ditolak. Maka sejarah bukan hanya peristiwa politik, tetapi juga drama ruhani. Dunia bukan hanya peta geografi, tetapi juga peta kesadaran manusia.

Dari titik ini saya memahami, bahwa ilmu hakikat bukanlah sekadar hiasan spiritual untuk diri sendiri. Ia adalah amanah besar. Dengan kunci itu, saya dituntun untuk melihat keterhubungan antara yang batin dan lahir, antara nubuat dan sejarah, antara hakikat makna surat Al Fatihah dan peradaban.

Kesadaran ini menuntut tanggung jawab : menjaga agar ilmu tidak menjadi sumber kesombongan, melainkan sumber rahmat. Sebab, jika semua misteri terbuka namun hati menjadi keras, maka ilmu itu akan berubah menjadi beban yang menghancurkan. Tetapi jika hati tetap lembut, maka ilmu menjadi cahaya yang menerangi.

Kini, ketika dunia berada di persimpangan besar, saya hanya bisa mengulang kembali pelajaran paling awal yang saya terima : “Iqra’ warabbuka akrom alladzi 'allama bilqolam, Allamal Insana malam ya'lam ". " Bacalah dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia, Yang mengajarkan manusia dengan perantara Qolam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak pernah diketahuinya " 

Membaca tidak hanya dengan mata, tetapi dengan jiwa; membaca bukan hanya huruf, tetapi juga tanda-tanda; membaca bukan hanya sejarah, tetapi juga rahasia yang tersembunyi di balik sejarah.

Maka seluruh tulisan ini bukanlah sekadar analisis politik atau tafsir nubuatan. Ia adalah kesaksian perjalanan batin. Bahwa Allah adalah hukum tertinggi. Bahwa Al-Mahdi dan Isa Al-Masih bukan mitos yang jauh, tetapi realitas ruhani yang sudah bekerja dalam sejarah. Dan bahwa manusia, dengan segala kelemahannya, tetap diberi kesempatan untuk ikut serta dalam skenario agung itu—asal ia mau membuka hatinya.

Pada akhirnya, saya hanya bisa menutup dengan doa : semoga dunia segera memahami, bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah kasih sayang dan kemurnian hati. Bahwa tanpa itu semua, semua bangunan kekuasaan akan runtuh, semua ilmu akan kering, dan semua peradaban akan binasa. Tetapi dengan kasih sayang, dan kemurnian hati bahkan yang runtuh dapat dibangkitkan kembali, yang tercerai dapat dipersatukan, dan yang tampak mustahil pun menjadi kenyataan.

Tasikmalaya, 11 September 2025. 

________________________________________


Bab 1. Membaca Ulang Dajjal

Ketika mendengar kata Dajjal, sebagian besar umat beragama langsung membayangkan sosok manusia aneh bermata satu yang akan muncul di akhir zaman. Gambaran ini begitu kuat, karena diwariskan dari tafsir literal atas hadits-hadits Nabi. Namun, jika kita menimbang lebih dalam, kita akan mendapati bahwa membatasi Dajjal hanya sebagai sosok jasmani justru membuat umat manusia kehilangan kemampuan membaca realitas yang sesungguhnya sedang terjadi di depan mata.

Dajjal bukan sekadar individu. Ia adalah sebuah sistem.

Sistem ini bekerja dengan dua lapisan : perangkat keras (hardware) berupa bangsa atau negara yang menjadi wadah jasmaninya, dan perangkat lunak (software) berupa spirit yang menggerakkan sistem tersebut.

1.1. Dajjal sebagai Sistem

Hadits Nabi menggambarkan Dajjal sebagai makhluk bermata satu, sementara Tuhan digambarkan tidak bermata satu. Simbol ini sesungguhnya bukan untuk melukiskan fisik, melainkan untuk menggambarkan cara pandang dunia. Dajjal hanya “bermata satu”, artinya ia hanya melihat dengan satu dimensi: materi. Ia buta terhadap dimensi ruhani, moral, dan kasih sayang.

Software Dajjal inilah yang menguasai manusia : materialisme, ilusi, dan hegemoni.

Materialisme menjadikan kekayaan dan teknologi sebagai tolok ukur tunggal kemajuan.

Ilusi menghadirkan realitas palsu lewat propaganda, media, dan industri hiburan.

Hegemoni memaksa bangsa-bangsa tunduk kepada aturan yang diciptakan oleh segelintir elit.

Sementara itu, hardware Dajjal adalah bangsa-bangsa yang dijadikan “casing” untuk mengimplementasikan sistem ini. Dalam sejarah modern, casing itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Australia dan Kanada. Mereka adalah wajah lahiriah, tetapi bukan otak penggerak.

1.2. Simbol Mata Satu

Apakah kebetulan bahwa mata uang paling dominan di dunia, dolar Amerika, dihiasi dengan simbol mata satu dalam segitiga piramida ? Tentu tidak. Nabi Muhammad ﷺ, 14 abad lalu, sudah menubuatkan tentang Dajjal bermata satu. Mata itu kini mewujud dalam simbol resmi yang dipakai jutaan orang setiap hari tanpa sadar.

Lebih jauh lagi, “mata satu” ini juga menjadi ikon dalam industri hiburan Barat, terutama Hollywood. Film, musik, dan budaya pop penuh dengan simbolisme okultis yang sesungguhnya adalah penguatan narasi Dajjal : menghadirkan ilusi agar manusia lupa akan realitas sejati.

1.3. Amerika Serikat dan Barat sebagai Casing

Amerika Serikat lahir dari revolusi modernitas, membawa semboyan kebebasan dan demokrasi. Namun, di balik retorika itu, ia menjadi kendaraan utama Dajjal untuk menyebarkan software materialisme dan hegemoni. Inggris, Prancis, dan Kanada berperan sebagai sekutu, membentuk jaringan yang kokoh dalam ekonomi, militer, dan budaya.

Namun, sebagaimana semua casing, mereka bukanlah hakikat. Mereka hanyalah wadah. Hakikatnya adalah software Dajjal yang bekerja di dalamnya: dorongan untuk membelokkan anak-cucu Adam dari jalan lurus lewat empat arah—ekonomi, politik, budaya, dan militer.

1.4. Software Dajjal

Software ini bisa diringkas dalam tiga pilar utama :

1. Materialisme – menjadikan manusia budak harta, teknologi, dan konsumsi.

2. Ilusi – menciptakan realitas semu melalui media massa, industri hiburan, dan narasi palsu.

3. Hegemoni – mengendalikan aturan main global, dari keuangan dunia hingga lembaga internasional.

Dengan tiga pilar ini, sistem Dajjal mampu memanipulasi kesadaran manusia, sehingga tanpa sadar umat manusia berjalan mengikuti jalur yang ia desain.

Penutup Bab

Maka jelaslah, Dajjal bukanlah monster bermata satu yang akan turun di akhir zaman. Ia adalah sistem global yang telah hidup dan bekerja di tengah kita: sebuah software yang menjelma dalam casing bangsa-bangsa Barat, dengan simbol mata satu yang terpampang terang dalam mata uang dunia.

Membaca ulang Dajjal dengan cara ini membuat nubuat Nabi ﷺ menjadi lebih relevan : bukan sekadar cerita masa depan yang misterius, tetapi peta yang menyingkap wajah nyata peradaban modern.

________________________________


Bab 2 : Tanda-Tanda Kemunduran Dajjal

Jika Dajjal dipahami sebagai sebuah sistem global—software materialisme, ilusi, dan hegemoni—maka sebagaimana setiap sistem, ia memiliki masa keemasan dan masa kemunduran. Sejak Perang Dunia II hingga akhir abad ke-20, sistem ini berada pada puncak kekuasaannya. Amerika Serikat tampil sebagai polisi dunia, Eropa Barat sebagai mitra strategis, dan dolar sebagai darah yang mengalir dalam nadi ekonomi global.

Namun memasuki abad ke-21, retakan demi retakan mulai tampak. Dan dalam dua dekade terakhir, tanda-tanda kemunduran sistem Dajjal menjadi semakin nyata dan sulit disangkal.

2.1. Amerika Serikat Kehilangan Wibawa Global 

Selama puluhan tahun, kata-kata Presiden Amerika Serikat adalah sabda global. Tetapi fenomena ini mulai runtuh terutama pada era Donald Trump (2016–2020 dan 2024 - hingga saat ini ). Trump dengan kebijakan tarif tinggi, sikap anti-globalisasi, serta retorika nasionalisme sempit justru mengikis citra AS sebagai pemimpin dunia.

Yang lebih parah, retorika Trump sering kali menjadi bahan ejekan di forum internasional. Alih-alih memimpin, Amerika justru tampak terisolasi. Wibawa yang dulu begitu kuat mulai luntur. Bahkan setelah Trump, bayang-bayang keretakan itu tidak pulih. Dunia tidak lagi menelan bulat-bulat “sabda Washington”.

2.2. Israel Kehilangan Simpati

Israel sejak lama menjadi “anak emas” Barat, dengan dukungan penuh dalam politik, ekonomi, dan militer. Selama beberapa dekade, narasi “Israel sebagai korban” berhasil mendominasi opini publik Barat. Namun, memasuki era media sosial dan keterbukaan informasi, wajah asli pendudukan Israel terhadap Palestina kian terbuka.

Gambar-gambar kekerasan, pembunuhan anak-anak, dan penghancuran rumah-rumah warga sipil Palestina menyulut gelombang antipati global. Dari kampus-kampus di Amerika hingga jalanan Eropa, generasi muda kini lebih banyak bersimpati kepada Palestina. Israel tidak lagi dipandang sebagai “korban”, melainkan sebagai penjajah.

Ini adalah pukulan telak bagi sistem Dajjal, karena salah satu pilar utamanya—dukungan global terhadap Israel—mulai runtuh dari dalam jantung peradaban Barat sendiri.

2.3. Krisis Legitimasi Barat

Selain faktor AS dan Israel, Barat sebagai keseluruhan juga menghadapi krisis legitimasi.

1. Ekonomi : Krisis finansial global 2008 mengguncang keyakinan pada kapitalisme.

2. Politik : Polarisasi, krisis migrasi, dan maraknya populisme menunjukkan rapuhnya demokrasi liberal.

3. Moral : Skandal moral, dekadensi budaya, dan hilangnya arah spiritual menimbulkan pertanyaan besar : apa sebenarnya fondasi peradaban Barat?

Jika dulu Barat dipandang sebagai teladan kemajuan, kini justru semakin banyak bangsa mencari alternatif lain, baik ke Timur (China, Rusia) maupun ke blok baru (BRICS).

2.4. Kesimpulan Bab

Maka jelaslah, tanda-tanda kemunduran Dajjal tidak lagi samar. Ia bisa dilihat lewat :

👑 Amerika Serikat yang telah kehilangan wibawa global.

👑 Israel yang telah kehilangan simpati internasional.

👑Dan Barat yang telah kehilangan legitimasi ekonomi, politik, dan moral.

Sejarah mengajarkan : setiap sistem hegemonik pasti mengalami masa surut. Dan kemunduran Dajjal ini adalah pertanda jelas bahwa dunia sedang memasuki transisi menuju energi sejarah baru.

____________________________________


Bab 3 : Transisi Peradaban

Sejarah dunia selalu bergerak dalam siklus : lahir – jaya – runtuh – berganti. Setiap kali sebuah sistem hegemonik mencapai puncaknya, tanda-tanda keruntuhan mulai muncul, dan energi sejarah baru perlahan mengambil alih. Inilah yang kini sedang terjadi : dunia berada di tengah sebuah masa transisi peradaban, dari dominasi sistem Dajjal menuju era baru yang lebih adil dan manusiawi.

Transisi ini tidak terjadi dalam semalam. Ia muncul melalui rentetan peristiwa global yang saling terkait : pandemi, bencana iklim, perang, dan pergeseran poros kekuatan dunia.

3.1. Pandemi Covid-19 : Awal Retakan

Pandemi Covid-19 (2020–2022) adalah pukulan pertama yang membuka rapuhnya fondasi globalisasi ala Barat. Sistem kesehatan, ekonomi, bahkan solidaritas sosial di negara-negara maju terbukti tidak sekuat yang dibayangkan. Amerika Serikat, yang mengklaim diri sebagai negara terkuat di dunia, justru menjadi salah satu yang paling menderita.

Pandemi juga memperlihatkan bahwa dunia tidak bisa lagi bergantung pada satu pusat kekuasaan. Negara-negara mulai mencari jalan mandiri, dari vaksin hingga kebijakan ekonomi. Retakan terhadap hegemoni Dajjal semakin melebar.

3.2. Bencana Iklim dan Alam

Empat tahun terakhir ditandai dengan banjir besar, longsor, kebakaran hutan, dan gelombang panas ekstrem. Jika dulu hujan hanyalah hujan, kini ia bisa berubah menjadi bencana yang meluluhlantakkan kota dan desa.

Perubahan iklim ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan cermin gagalnya sistem materialistik dalam mengelola bumi. Peradaban yang dipandu oleh logika Dajjal hanya memanen krisis ekologi. Alam seakan ikut menuntut transisi.

3.3. Perang dan Geopolitik

Konflik Ukraina-Rusia, krisis Timur Tengah, hingga ketegangan di Laut China Selatan menunjukkan bahwa dunia tidak lagi unipolar. Amerika Serikat tidak mampu lagi memaksakan kehendaknya sendirian. Muncul pusat-pusat kekuatan baru, terutama Rusia dan China, yang menantang dominasi lama.

Ini adalah tanda klasik transisi peradaban : ketika satu kekuatan hegemonik mulai kehilangan monopoli, dan kekuatan baru menawarkan tatanan alternatif.

Baik, saya tambahkan sub-bab khusus di Bab 3 yang menyoroti percepatan transformasi digital akibat pandemi Covid-19 dan bagaimana hal itu menjadi bagian dari dinamika geopolitik global. Berikut rancangan tambahan sub-babnya:

3.4 – Pandemi Covid-19 dan Percepatan Ekonomi Digital : Jalan Baru Hegemoni

Pandemi Covid-19 (2020–2022) bukan hanya krisis kesehatan global, tetapi juga momentum akselerasi besar dalam tatanan ekonomi dunia. Pola konsumsi milyaran manusia berubah drastis : dari interaksi langsung ke belanja daring, dari tatap muka ke konferensi virtual, dari transaksi tunai ke dompet digital.

Perubahan ini membawa implikasi geopolitik yang sangat signifikan. Negara-negara yang sebelumnya kuat di sektor konvensional, terutama Amerika Serikat dengan basis ekonomi berbasis layanan, ritel, dan finansial tradisional, mendapati dirinya tertinggal dalam laju inovasi digital harian. Sebaliknya, Tiongkok yang sudah menyiapkan infrastruktur ekonomi digital, jaringan 5G, aplikasi belanja daring, serta ekosistem fintech, justru mendapat dorongan besar dari pandemi.

E-commerce Tiongkok tumbuh eksplosif, raksasa teknologi seperti Alibaba, Tencent, dan ByteDance memperluas dominasi globalnya, bahkan ketika Barat masih sibuk mengatasi kekacauan domestik. Transformasi digital yang dipercepat pandemi dengan sendirinya menggeser keseimbangan ekonomi dunia.

Lebih jauh lagi, fenomena ini menyingkap wajah baru hegemoni global : bukan lagi ditentukan hanya oleh kekuatan militer atau energi, tetapi oleh kemampuan menguasai infrastruktur digital dan data miliaran manusia. Dari sini, tampak jelas bahwa Covid-19 menjadi “penyaring peradaban” – siapa yang mampu beradaptasi dengan teknologi akan memimpin, sedangkan yang terjebak pada model lama akan terpinggirkan.

Dengan demikian, pandemi Covid-19 bukan sekadar bencana, melainkan titik balik sejarah yang memperlihatkan bagaimana Tiongkok melampaui Amerika dalam jalur baru kompetisi global : ekonomi digital berbasis big data dan jaringan generasi terbaru (5G, 6G, dan seterusnya).

3.5. Kebangkitan BRICS dan De-dolarisasi

Di tengah keruntuhan sistem lama, muncul poros baru: BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa), yang kini berkembang menjadi BRICS+ dengan puluhan negara mengantri bergabung.

Lebih penting lagi, BRICS membawa agenda de-dolarisasi : melepaskan ketergantungan pada mata uang bermata satu. Inilah pukulan paling telak terhadap simbol Dajjal di dunia nyata.

Dengan de-dolarisasi, sistem keuangan global mulai bergerak menuju multipolaritas. Dunia tidak lagi bergantung pada satu pusat, melainkan pada jaringan baru yang lebih seimbang.

3.6. Tahun 2034–2035 : Puncak Transisi

Berdasarkan ritme sejarah dan tanda-tanda global, masa transisi ini diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2034–2035. Saat itulah, kemungkinan besar sistem Dajjal akan benar-benar kehilangan kendali, dan energi baru yang diidentifikasi sebagai spirit Al-Mahdi dan Isa Al-Masih akan mulai mendominasi peradaban.

Penutup Bab

Maka jelaslah, rentetan peristiwa global sejak 2020 bukanlah kebetulan. Dari pandemi, bencana iklim, perang, hingga kebangkitan BRICS, semua adalah bagian dari skenario besar transisi peradaban. Kita sedang menyaksikan perubahan paling monumental dalam sejarah modern : dari dunia yang dikuasai ilusi Dajjal menuju dunia yang dibimbing oleh spirit keadilan dan kasih sayang.

________________________________


Bab 4Menemukan Al-Mahdi dan Isa Al-Masih

4.1. Aktor Batin dalam Sejarah Dunia

Al-Mahdi dan Isa Al-Masih bukan sekadar sosok fisik, melainkan aktor batin yang menggerakkan sejarah dunia. Mereka adalah energi ruhani yang bekerja melalui kesadaran kolektif umat manusia. Jika Dajjal adalah software yang menunggangi casing negara-negara Barat, maka Mahdi dan Isa adalah energi spiritual yang kini menuntun bangsa-bangsa lain untuk keluar dari jebakan Dajjal.

4.2. Dari Barat ke Timur : Pergeseran Poros

Tanda-tanda transisi tampak jelas :

> Amerika Serikat dan Eropa kehilangan wibawa moral dan politik, simbol Dajjal yang mulai runtuh.

> BRICS dan kerjasama Selatan–Selatan tampil sebagai pusat gravitasi baru, mewakili dunia yang ingin adil, setara, dan tidak lagi tunduk pada mata uang “mata satu”.

> Puluhan negara antre bergabung ke BRICS, tanda bahwa energi Mahdi–Isa mulai memikat bangsa-bangsa.

4.3. Fungsi Batin Al-Mahdi

Al-Mahdi dapat dipahami sebagai ruh kolektif keadilan yang kini mendorong dunia mencari sistem ekonomi dan politik baru. Manifestasinya terlihat pada :

• Negara-negara yang menolak dominasi dolar.

• Upaya membangun keuangan dan perdagangan alternatif.

• Lahirnya pemimpin-pemimpin dunia Global South yang menolak tunduk pada Barat.

Al-Mahdi bukan “seseorang” yang datang, melainkan energi batin yang membuat bangsa-bangsa berani melawan kezaliman global.

4.4. Fungsi Batin Isa Al-Masih

Isa hadir sebagai ruh korektif atas pola pikir modern. Jika Dajjal mewakili rasionalisme materialistik yang menuhankan uang dan teknologi, Isa adalah energi spiritual yang mengembalikan manusia kepada rahmat dan kasih sayang.

Manifestasi Isa terlihat pada :

• Gelombang spiritualitas global, lintas agama, yang menolak sistem materialisme.

• Tumbuhnya kesadaran ekologis, solidaritas kemanusiaan, dan gerakan “ruhama” (politik kasih sayang).

• Koreksi tajam terhadap sistem Barat yang gagal menjaga moralitas dan keadilan.

4.5. Simbiosis Mahdi–Isa

Mahdi menyalakan api perlawanan politik dan ekonomi. Isa meniupkan ruh moral dan spiritual. Keduanya bekerja bersama, meski tidak terlihat. Dalam bahasa batin :

Mahdi = energi keadilan.

Isa = energi rahmat.

Kombinasi keduanya melahirkan dunia baru yang lebih adil dan manusiawi.

4.6. BRICS dan Selatan–Selatan sebagai Panggung Batin

Bangsa-bangsa Global South kini menjadi “wadah” tempat energi Mahdi–Isa bekerja. Mereka tidak tunduk lagi pada sistem Dajjal, melainkan membangun sistem alternatif berbasis kerjasama, kesetaraan, dan kemandirian.

Dengan demikian, menemukan Mahdi dan Isa bukan menunggu turunnya figur fisik, melainkan menyadari bahwa energi batin mereka kini sedang hidup dalam denyut sejarah global, khususnya dalam pergeseran dari Barat ke Timur dan bangkitnya Selatan–Selatan.

________________________________


Bab 5 – Geopolitik dan Ekonomi Global: Dari Hegemoni ke Kesetaraan

5.1. Runtuhnya Simbol Kekuasaan Lama

Selama hampir satu abad, dunia dikuasai oleh hegemoni Barat. Amerika Serikat, Eropa Barat, dan sekutunya tampil sebagai pusat kekuatan militer, ekonomi, dan budaya. Namun, tanda-tanda keruntuhan makin jelas :

💥Krisis moral dan politik di Barat, termasuk polarisasi domestik di AS.

💥Hilangnya simpati internasional terhadap Israel, simbol politik Dajjal.

💥Kegagalan Barat dalam mengendalikan perang, pandemi, dan krisis iklim.

💥Hegemoni yang dulu tegak kokoh, kini terlihat rapuh dan kehilangan daya pikat.

5.2. Kebangkitan Global South

Di sisi lain, dunia Selatan mulai bergerak : Asia, Afrika, Amerika Latin, bahkan sebagian Eropa Timur. Mereka tidak lagi mau tunduk pada “mata satu” (dolar dan sistem finansial Barat). Manifestasinya :

> BRICS menjadi magnet baru, dengan puluhan negara antre bergabung.

> Upaya membangun sistem pembayaran alternatif berbasis mata uang lokal.

> Kerjasama Selatan–Selatan yang makin erat, melahirkan pola baru globalisasi : globalisasi multipolar.

5.3. Perang dan Pandemi sebagai Pemicu

Dua peristiwa global—pandemi Covid-19 dan perang Ukraina—menjadi katalis besar pergeseran ini. Pandemi memperlihatkan rapuhnya sistem kesehatan dan logistik Barat, sementara perang Ukraina membuka mata dunia bahwa hegemoni militer NATO tidak lagi menakutkan.

Hasilnya : banyak negara mulai percaya diri untuk menantang sistem lama, bahkan berani mencari jalur baru.

5.4. Ekonomi Digital dan Teknologi

Dominasi ekonomi kini tidak lagi bergantung hanya pada minyak atau senjata, melainkan juga pada teknologi digital.

Tiongkok unggul dalam 5G, AI, dan perdagangan daring.

Negara-negara BRICS mulai membangun infrastruktur digital bersama.

Dunia Selatan memanfaatkan teknologi untuk keluar dari ketergantungan pada Barat.

Inilah bukti bahwa geopolitik kini tidak lagi monolitik, melainkan arena multipolar yang makin dinamis.

5.5. Pergeseran dari Dajjal ke Mahdi–Isa

Jika kita melihat dengan kaca mata eskatologis :

Dajjal = sistem global tunggal yang menindas (hegemoni Barat + dolar + materialisme).

Mahdi = energi keadilan yang muncul lewat kebangkitan multipolar dan perlawanan Global South.

Isa = energi rahmat yang hadir dalam narasi solidaritas, kerjasama, dan koreksi spiritual terhadap kerakusan sistem lama.

Dengan kata lain, geopolitik abad ke-21 adalah panggung nyata bagi “drama batin” yang dulu hanya dibaca secara tekstual dalam kitab-kitab suci.

5.6. Horizon Baru : Kesetaraan Global

Jika transisi ini berlanjut, dunia akan menuju era baru yang lebih seimbang. Tidak ada lagi satu pusat kekuasaan tunggal, melainkan banyak kutub yang saling menyeimbangkan.

Inilah tanda bahwa manusia sedang bergerak ke periode Mahdi–Isa, yaitu zaman keadilan dan kasih sayang, meski belum sepenuhnya bebas dari konflik.

_______________________________


Bab 6 – Transisi Besar : Dari Periode Dajjal ke Periode Mahdi–Isa

6.1. Membaca Tanda-Tanda Zaman

Sejak awal abad ke-21, rentetan peristiwa global muncul dengan intensitas tinggi: pandemi Covid-19, bencana iklim, perang di berbagai kawasan, hingga krisis ekonomi yang mengguncang Barat. Semua ini bukanlah kejadian acak, melainkan tanda-tanda zaman yang menunjukkan bahwa dunia sedang bergerak ke fase baru sejarah.

Jika abad ke-20 adalah masa kejayaan Dajjal—era dominasi tunggal Barat, kapitalisme, dolar, dan budaya materialistik—maka abad ke-21 memperlihatkan tanda kemundurannya : hegemoni Barat goyah, dolar dipertanyakan, dan narasi moral Barat runtuh.

6.2. Periode Dajjal : Simbol dan Realitas

Periode Dajjal ditandai oleh :

>Mata satu sebagai simbol pengendalian (dolar, kapitalisme, dan teknologi yang menindas).

>Dominasi satu kekuatan global (Amerika Serikat dan sekutunya).

>Rasionalisme materialistik yang menyingkirkan ruhani.

Inilah “sistem software” yang selama berabad-abad menunggangi casing negara-negara Barat.

6.3. Tanda-Tanda Kemunduran Dajjal

Kemunduran ini tampak nyata :

>Amerika Serikat kehilangan wibawa politik dan moral.

>Israel tidak lagi mendapat simpati internasional.

>Barat gagal menghadapi pandemi, perang, dan krisis iklim.

>Gerakan de-dolarisasi semakin meluas.

Semua tanda ini menunjukkan bahwa software Dajjal mulai crash, tidak lagi mampu mengendalikan panggung dunia.

6.4. Periode Mahdi–Isa : Energi Batin Baru

Transisi tidak berarti dunia langsung damai. Justru ia penuh guncangan. Namun, di tengah itu, lahirlah energi batin baru :

>Mahdi : energi keadilan, tampak pada kebangkitan multipolar, BRICS, dan kerjasama Selatan–Selatan.

>Isa : energi rahmat, tampak pada gelombang spiritualitas global, kesadaran ekologis, dan tuntutan moral baru dalam politik internasional.

Keduanya bekerja bersama sebagai koreksi atas sistem lama : Mahdi menegakkan keadilan, Isa mengembalikan ruh kasih sayang.

6.5. Puncak Transisi

Jika pola sejarah ini konsisten, puncak transisi kemungkinan terjadi sekitar 2034–2035. Itulah masa ketika fondasi sistem lama runtuh sepenuhnya, dan fondasi sistem baru mulai mapan. Periode ini akan menjadi “benturan final” antara residu Dajjal dan energi Mahdi–Isa.

6.6. Makna Teologis

Transisi ini menegaskan firman Allah :

> “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin serta pewaris bumi.” (QS Al-Qashash: 5)

Ayat ini menemukan gaungnya dalam dinamika global hari ini : bangsa-bangsa yang selama ini tertindas mulai bangkit, sementara kekuatan yang menindas menghadapi kemunduran.

6.7. Kesimpulan Besar

• Dunia kini berada di ambang babak sejarah baru.

• Dajjal bukan figur, melainkan sistem global.

• Mahdi dan Isa bukan sosok jasmani, melainkan energi batin yang kini bekerja dalam denyut geopolitik dan spiritualitas global.

Transisi penuh gejolak ini adalah jalan menuju lahirnya tatanan dunia baru yang lebih adil dan penuh kasih sayang.

6.8. Refleksi Personal : Dari Pengajaran Hakikat ke Tafsir Eskatologis

Segala uraian dalam risalah ini lahir bukan semata dari bacaan teks, data sejarah, atau analisis geopolitik, melainkan juga dari sebuah pengalaman batin yang mendasar. Pada tahun 2020, di tengah hiruk pikuk pandemi, saya mengalami sebuah peristiwa : pengajaran langsung ilmu hakikat.

Pengajaran itu datang bukan melalui buku, guru lahiriah, atau percakapan manusia, melainkan lewat jalur yang lebih halus—jalur mimpi dan ilham, jalur tempat Tuhan sendiri menyingkapkan sebagian tabir-Nya.

Apa yang diajarkan saat itu adalah hal-hal yang tidak pernah terdengar oleh telinga, tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah diucapkan oleh lisan manusia, hal hal yang tidak pernah tercatat dalam kitab dan buku-buku yang manapun juga, serta hal yang dalam pikiran manusia sama sekali tidak akan pernah terlintas.

Dari pengalaman itulah saya belajar bahwa nubuat dalam kitab suci—baik Al-Qur’an, hadits, maupun teks keagamaan lainnya—tidak boleh hanya dibaca secara literal. Mereka adalah kode kosmik yang menunggu untuk dibuka dengan kunci hakikat.

Tanpa pengalaman itu, mungkin saya hanya akan melihat Dajjal sebagai sosok fiksi, Mahdi sebagai figur yang ditunggu, dan Isa Al-Masih sebagai mitos religius. Tetapi dengan pengajaran langsung itu, saya mulai memahami bahwa mereka adalah aktor batin yang bekerja di balik layar sejarah :

Dajjal = sistem batin kegelapan yang menunggangi peradaban Barat.

Mahdi = energi keadilan yang menggerakkan bangsa-bangsa tertindas untuk bangkit.

Isa = energi kasih sayang yang mengoreksi dan melunakkan dunia materialistik.

Maka, membaca nubuat bukanlah menunggu tokoh turun dari langit, melainkan menerjemahkan tanda-tanda zaman dengan pandangan batin yang sudah ditempa.

Dengan cara ini, eskatologi tidak lagi sekadar “cerita masa depan” yang penuh misteri, melainkan peta navigasi yang bisa diuji secara ilmiah, rasional, historis, dan kontekstual dalam realitas dunia hari ini.

Inilah rahmat terbesar dari pengajaran hakikat itu : menjadikan nubuat bukan sekadar teks mati, tetapi kompas hidup yang menuntun manusia melewati transisi besar—dari zaman Dajjal menuju zaman Mahdi dan Isa Al-Masih.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar