By. Mang Anas
1. Ruhul Qudus sebagai Hakikat Cahaya
Al-Qur’an menyebut Ruhul Qudus dalam beberapa ayat, antara lain :
> “Katakanlah, Ruhul Qudus menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl : 102)
Mayoritas mufassir memahami Ruhul Qudus sebagai Malaikat Jibril, pembawa wahyu (QS An-Nahl : 102, QS Al-Baqarah : 87).
Namun, secara hakikat, Jibril bukan sekadar malaikat individual, melainkan hakikat cahaya (nur ilahi) yang membawa wahyu ke dalam hati para nabi.
Ia adalah gelombang ilahiah yang memantulkan Kalamullah ke dalam kesadaran manusia pilihan.
2. Cahaya yang Menerangi Hati Para Nabi
Ketika cahaya Ruhul Qudus menyinari hati seorang nabi, maka terjadilah transformasi batin : kesadarannya terangkat dan mampu menangkap firman Allah. Proses ini tidak semata komunikasi eksternal, tetapi penyinaran batiniah.
Apa yang bercahaya dalam hati nabi, kemudian keluar dalam bentuk kata-kata, hukum, dan ajaran. Maka kitab suci yang kita baca hari ini adalah manifestasi lahiriah dari cahaya batin itu.
Karena itu Qur’an menyebut wahyu sebagai ruh :
> “Dia menurunkan para malaikat dengan membawa ruh (wahyu) dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya...” (QS An-Nahl:2)
👉 Dengan kata lain, kitab-kitab suci adalah pancaran lahiriah dari Nur Ruhul Qudus.
3. Estafet Kenabian dan Kitab-Kitab Suci
Cahaya Ruhul Qudus berjalan estafet :
>Taurat diturunkan kepada Musa.
>Zabur kepada Dawud.
>Injil kepada Isa.
>Al-Qur’an kepada Muhammad ï·º.
Semua pancaran ini hakikatnya berasal dari satu cahaya yang sama, yang dalam tradisi tasawuf dikenal sebagai Nur Muhammad.
Riwayat menyebut : “Awal yang Allah ciptakan adalah cahaya nabimu, wahai Jabir.” Dari cahaya ini Allah menciptakan rohaniah para nabi, dan melalui mereka cahaya itu memancar dalam sejarah manusia.
4. Paralel dengan Yohanes 14 : 26
" Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Terjemahan LAI)
👉 Dalam tradisi Kristen arus utama, ini dipahami sebagai nubuat tentang turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2).
👉 Dalam tradisi tafsir Islam, sebagian ulama menafsirkan kata ParaklÄ“tos (juga di Yohanes 14:16) bukan hanya Roh Kudus, tetapi nubuat kedatangan seorang nabi setelah Yesus—yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad ï·º.
QS As-Saff [61] : 6
> "…dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: 'Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira tentang seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad…’"
Jadi, kalau digabungkan :
> Yohanes 14 : 26 → janji datangnya Penghibur (ParaklÄ“tos / Periklutos).
> QS As-Saff : 6 → janji kedatangan rasul bernama Ahmad.
> Ruh Kudus → dalam makna esoteris, adalah Nur Muhammad, Cahaya Kenabian yang menuntun umat.
Maka janji Yesus dalam Injil dan janji Allah dalam Qur’an adalah benang merah satu cahaya.
✨ Kesimpulan :
• Hakikat dari Jibril adalah Ruhul Qudus, yakni cahaya yang memancar dari Allah, menyinari hati para nabi.
• Meski bentuknya beragam, tetapi hakikat dari semua cahaya kenabian itu berasal dari Nur Muhammad, dan sampai akhirnya berpuncak dalam risalah Muhammad ï·º sebagai penutup kenabian
• Manifestasi lahiriah dari Nur itu adalah Kitab Suci yang diturunkan dalam sejarah, hingga puncaknya pada Qur’an sebagai cahaya final.
Maka, ketika kita membaca kitab suci, sejatinya kita sedang menatap pantulan cahaya yang sama, cahaya yang abadi, cahaya yang “memberi hidup” kepada ruh manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar