"Dia mengajarkan manusia Apa Yang Tidak Diketahuinya, dan Dia memberikan Hikmah kepada Siapa yang Dia Kehendaki ".
Rabu, 25 Desember 2024
Tiga Jenis Nafsu Yang Disebut Dan Dijabarkan Dalam Al Qur'an
Rabu, 30 Oktober 2024
Letak Sifat Ma'ani Allah SWT Dalam Martabat Tujuh
By Mang Anas
Dalam konsep Martabat Tujuh, ada penggambaran tingkatan eksistensi yang membahas asal-usul alam semesta menurut beberapa ahli tasawuf. Martabat ini merinci proses manifestasi dari yang tersembunyi (Dzât Allah) menjadi alam nyata. Sifat Ma'ani Allah SWT—termasuk Qudrat (Kekuasaan), Iradat (Kehendak), Ilmu (Pengetahuan), Hayat (Kehidupan), Sama' (Pendengaran), Bashar (Penglihatan), dan Kalam (Kalam atau Firman)—dapat dihubungkan dengan martabat ini sebagai wujud manifestasi sifat-sifat Allah.
Berikut adalah urutan Martabat Tujuh beserta keterkaitan sifat Ma'ani Allah secara umum:
1. Ahadiyah (Keadaan Tunggal)
Ini adalah martabat tertinggi di mana Allah masih berada dalam kemutlakan-Nya yang tidak dapat dicapai oleh apa pun. Dalam martabat ini, sifat Allah yang tertinggi adalah "Qudrat", yaitu kekuasaan yang mutlak dan tidak terbatas.
2. Wahdah (Kesatuan)
Merupakan tingkat di mana mulai ada gagasan akan wujud, tetapi masih dalam bentuk kesatuan yang belum terbagi. Di sini muncul sifat "Iradat", yaitu kehendak Allah untuk mewujudkan segala sesuatu.
3. Wahidiyah (Kesatuan yang Mewujudkan)
Pada martabat ini, mulai muncul ilmu dan pengetahuan. Ini mencakup sifat "Ilmu", yaitu ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.
4. Alam Arwah (Alam Rohani)
Di martabat ini mulai ada kehidupan. Di sini sifat "Hayat" (Kehidupan) Allah mulai terwujud dalam bentuk yang lebih nyata.
5. Alam Mitsal (Alam Gambaran)
Martabat ini adalah alam perwujudan dari pendengaran dan penglihatan Allah dalam bentuk ide atau gambaran. Di sini terkait sifat "Sama" (Pendengaran) dan "Bashar" (Penglihatan).
6. Alam Ajsam (Alam Jasadiah atau Fisik)
Ini adalah alam fisik yang kita kenal, di mana sifat " Kalam" (Firman) mulai terbentuk sebagai bahasa yang bisa dimengerti.
7. Insan Kamil (Manusia Sempurna)
Martabat terakhir adalah ketika semua sifat ini bersatu dalam bentuk manusia sempurna sebagai khalifah Allah di bumi.
Urutan ini menggambarkan perjalanan sifat Ma'ani dari yang tidak tampak (gaib) menuju tampak secara nyata dalam kehidupan manusia dan alam.
Semoga tulisan ini bermanfaat
Sabtu, 19 Oktober 2024
Tujuh Tema Pokok Al Qur'an Yang Teringkas Didalam Surat Al Fatihah
By Mang Anas
1. Tema Tauhid
الحمد لله رب العالمين" (Al-Fatihah: 1)
• Ayat ini menegaskan pengakuan akan keesaan Allah, yang merupakan inti dari ajaran tauhid di dalam Islam. Dengan kalimat "Alhamdulillah," kita mengekspresikan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, Pencipta dan Pemelihara seluruh alam. Ini mencerminkan pengakuan bahwa Allah itu bukan saja sumber dari segala kebaikan, keagungan dan kekuasaan. Tetapi juga asal dan awal-mula dari segala sesuatu.
• Dalam tafsir Bismillah, kalimat الحمد لله رب العا لمين ini merupakan penjabaran makna dari misteri huruf ب yang ada pada kata بسم
Huruf "ب" dalam kalimat "بسم الله" mengandung makna permulaan atau awal segala sesuatu. Dalam konteks tauhid, huruf "ب" menunjukkan bahwa segala sesuatu dimulai dengan Allah, dan tiada sesuatu yang terjadi kecuali dengan izin-Nya. Tauhid berarti pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya sumber segala eksistensi dan pengendali seluruh alam semesta. "ب" juga bisa diartikan sebagai "dengan" [ atas nama Allah ], yang mengajarkan kita untuk memulai setiap tindakan dengan dan atas namanya, sebagai simbolisasi ketauhidan dan lambang kemanunggalan.
2. Tema Akhlak
الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ (Al-Fatihah: 1)
• Sifat Allah sebagai "Ar-Rahman" dan "Ar-Rahim" menggambarkan betapa besar kasih sayang dan belas kasih Allah terhadap seluruh ciptaan-Nya. Dalam konteks akhlak, hal ini mengajarkan kepada umat Islam untuk mengembangkan sifat kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya, juga harus mengedepankan nilai-nilai moral dalam setiap interaksi baik dengan manusia maupun dengan alam semesta.
• Dalam tafsir Basmallah kalimat الرحمن الرحيم ini adalah merupakan makna batin dari huruf س pada kalimat بسم
Huruf "س" dalam kalimat "بسم" mewakili aspek lembut dan halus dari kasih sayang Allah SWT. Huruf ini juga melambangkan sifat halus dan penuh perhatian yang harus dimiliki oleh manusia dalam interaksinya dengan sesama.
3. Tema Hukum Atau Aturan Syariat
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ" (Al-Fatihah: 3)
• Dalam ayat ini, Allah digambarkan sebagai Raja dan Penguasa Hari Pembalasan. Ini menggarisbawahi aspek hukum dalam Islam, di mana setiap amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Kesadaran akan keadilan Allah mengingatkan kita untuk hidup sesuai dengan norma dan hukum-Nya, yang merupakan panduan dalam menjalani kehidupan yang bermoral dan taat aturan demi terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketertiban bersama.
• Dalam tafsir Bismillah kalimat مالك يوم الجين ini merupakan penjabaran makna dari huruf م pada kalimat بسم
4. Tema Ibadah
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ [ Al Fatihah : 5 ]
• Dalam konteks ini, "نعبد" (na'budu) tidak hanya berarti menyembah dalam pengertian ritual semata, tetapi juga mencakup tugas manusia sebagai Khalifah di muka bumi. Ini berarti bahwa ibadah harus dipahami sebagai pengabdian total kepada Allah dalam semua aspek kehidupan, termasuk menjaga, memakmurkan, dan melestarikan bumi yang kita tinggali. Ibadah juga harus dimaknai dalam kerangka mewujudkan keharmonisan, kedamaian, dan kelestarian lingkungan, dan semua tindakan ini harus dilandasi oleh kesadaran akan pentingnya ketaatan mutlak kita kepada Allah [ rasa nyawiji dengan Allah, dengan alam semesta dan dengan semua makhluk yang ada didalamnya ].
• Dalam tafsir Bismillah hakikat kalimat اياك نعبد واياك نستعين ini merupakan tafsir dari kata الله yang ada pada kalimat بسم الله
Penyebutan nama الله pada kalimat "بسم الله" adalah pengakuan akan eksistensi Allah sebagai tujuan utama dari segala bentuk ibadah. Maka segala tindakan harus lah didasarkan pada rasa taat kepada Allah, bukan untuk kepentingan selain-Nya.
5. Tema Kebenaran dan Ilmu Pengetahuan
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ" (Al-Fatihah: 6)
• Permohonan untuk diberikan petunjuk ke jalan yang lurus menunjukkan pentingnya pencarian ilmu dan bimbingan yang benar. Ini mengindikasikan bahwa untuk menjalankan tugas kita sebagai Khalifah dengan baik, kita memerlukan pengetahuan yang tepat agar dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan petunjuk Allah dan untuk memakmurkan bumi dengan cara yang benar.
• Dalam tafsir Basmallah kalimat اهدنا الصراط المستقيم ini merupakan penjabaran dari kata الرحمن pada kalimat بسم الله الرحمن
6. Tema Kisah Orang-orang Soleh dari Kalangan Para Nabi dan Rasul
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ" (Al-Fatihah: 7)
• Dalam ayat ini, jiwa orang orang beriman berharap untuk selalu mendapatkan bimbingan Allah SWT agar mereka dapat mengikuti jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, seperti para nabi dan rasul, para siddiqin, para syuhada dan jalan orang-orang soleh. Mereka adalah teladan dalam melaksanakan tugas sebagai Khalifah dan dalam menciptakan kebaikan di muka bumi. Meneladani mereka berarti mengamalkan sifat-sifat baik dan mengikuti jalan yang membawa kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
• Dan adapun dalam tafsir Bismillah kalimat صراط الذين انعمت عليهم ini merupakan penjabaran dari kata الرحيم yang terdapat dalam kalimat بسم الله الرحمن الرحيم
7. Tema Kisah Orang-orang Kafir, Musyrik, Fasiq, Munafik, dan Orang yang Zalim dan Durhaka kepada Allah
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ" (Al-Fatihah: 7)
• Ayat ini menggambarkan orang-orang yang telah mendapatkan murka Allah dan yang tersesat. Ini menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk menjauhi perilaku buruk dan kesesatan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang durhaka. Dengan demikian, kita diingatkan untuk selalu berupaya menempuh jalan yang benar, agar tidak tergolong dalam mereka yang tersesat.
• Demikian juga dengan kalimat غير المغضوب عليهم ولا الضا لين adalah merupakan penjabaran dari kata الرحيم dalam kalimat بسم الله الرحمن الرحيم
Kesimpulan
Dengan memparalelkan tujuh tema pokok Al-Qur'an dengan ayat-ayat dalam Surah Al-Fatihah, kita dapat melihat bahwa Surah Al-Fatihah adalah rangkuman ajaran Islam yang mendalam. Surah ini menggarisbawahi pentingnya tauhid, akhlak, hukum, ibadah yang komprehensif, pencarian ilmu, teladan dari orang-orang soleh, serta kesadaran akan bahaya dari jalan yang salah. Hal ini menunjukkan bahwa Surah Al-Fatihah menjadi landasan yang kuat bagi umat Islam dalam memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an secara menyeluruh.
Semoga tulisan ini bermanfaat
Selasa, 08 Oktober 2024
Penggambaran Lapisan Diri Manusia Dengan Analogi Buah Kelapa
By Mang Anas
Penggambaran lapisan diri manusia dengan analogi buah kelapa akan lebih memudahkan kita dalam memahami aspek-aspek penting diri manusia, dari mulai sifat dari jasad hingga aspek spiritual manusia yang paling dalam. Berikut adalah uraian dan penjelasan dari persamaan itu:
1. Jasad Insan ( ibarat Kulit Kelapa ) : Kulit kelapa berfungsi sebagai pelindung bagi seluruh isi kelapa. Hal itu sama dengan jasad dari tubuh manusia yang adalah lapisan terluar yang melindungi aspek-aspek lain dari diri, seperti akal, jiwa, dan ruh. Tanpa jasad, elemen-elemen dalam diri kita tidak dapat berfungsi di dunia fisik.
2. Akal Insan dan Imajinasinya ( ibarat Serabut Kelapa ) : Serabut kelapa yang tebal, ruwet, dan cabang-cabang itu mengilustrasikan dengan tepat sifat dasar pikiran manusia. Akal dan imajinasi sering kali tidak teratur, penuh dengan percabangan ide, dan sulit dipetakan. Pikiran manusia bisa bergerak ke segala arah, tanpa batasan yang jelas, seperti serabut kelapa yang menyebar ke mana-mana.
3. Jiwa Insan atau Nafs ( ibarat Batok Kelapa ) : Batok kelapa adalah bagian paling keras, melambangkan betapa kuat dan kerasnya lapisan hawa nafsu. Dalam logika spiritual, jiwa atau nafs adalah pusat keinginan dan ego manusia, yang harus ditata dan dikendalikan. Seperti kita yang harus terlebih dahulu memecahkan batok yang tebal dan keras untuk mendapatkan inti kelapa [ dagingnya ] , mengatasi hawa nafsu juga membutuhkan usaha keras dan disiplin diri yang kuat.
4. Ruh Insan ( ibarat Daging dari Buah Kelapa ) : Daging kelapa yang putih, gurih, dan renyah menggambarkan ruh sebagai elemen yang murni dan bersih dalam diri manusia. Ruh adalah bagian yang paling terlindungi dan memberikan “kehidupan” pada manusia. Seperti daging kelapa yang bisa dikonsumsi dan mengandung nutrisi, ruh juga memberikan kekuatan spiritual dan esensial bagi keberlangsungan hidup manusia.
5. Sirr Insan ( ibarat Air Kelapa ) : Air kelapa yang manis, gurih, dan wangi tetapi tidak terlihat jelas elemen penyusunnya, menggambarkan sirr sebagai aspek yang tersembunyi dalam diri manusia. Sirr adalah rahasia terdalam yang bisa dirasakan tetapi tidak mudah dipahami oleh pikiran. Ia mewakili dimensi spiritual yang lebih dalam, yang sering kali berada di luar jangkauan logika biasa.
6. Nur Insan ( ibarat kandungan Mineral dan Protein dalam Air Kelapa ) : Kandungan mineral dan protein dalam air kelapa adalah sumber rasa manis, gurih, dan wangi, namun tidak terlihat. Ini menggambarkan nur sebagai cahaya batin atau spiritual yang menjadi sumber kebaikan dan kebijaksanaan. Meski tak terlihat secara fisik, nur memberikan rasa kejelasan, keindahan, dan kelezatan dalam kehidupan spiritual.
7. Dzat Insan ( ibarat Kentos ) : Kentos adalah biji yang menjadi asal-usul pohon kelapa, menggambarkan Dzat sebagai inti atau esensi tertinggi dari diri manusia. Seperti kentos yang berpotensi menjadi pohon baru, Dzat adalah sumber keberadaan dan tempat segala sesuatu berasal. Dalam konteks spiritual, Dzat adalah esensi tertinggi yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta.
Secara keseluruhan, analogi ini logis karena menunjukkan hubungan antara lapisan fisik, emosional, dan spiritual manusia dengan sifat-sifat dan karakter buah kelapa. Setiap bagian dari buah kelapa menggambarkan aspek penting dari eksistensi manusia, dengan keterkaitan yang jelas antara yang lahir dan yang batin."
Senin, 07 Oktober 2024
Fase Dan Siklus Kehidupan Manusia Dalam Perspektif Surat Al Fatihah
By Mang Anas
Disini akan dijelaskan makna batin dari Surat Al-Fatihah dalam perspektif tahapan siklus kehidupan hidup manusia dari perspektif ilmu hakikat. Penekanan akan diletakkan pada dimensi spiritual dan filosofis yang mendalam, bukan pada pemaknaan lahir dari ayat atau pemaknaan syariat yang lebih umum.
1. Fase Balita [ 0 - 5 Tahun ]
غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
Kalimat ini mengisyaratkan fase awal kehidupan manusia di mana ego dan keinginan untuk menjadi pusat perhatian masih sangat kuat.
• Makna batin ayat : Dalam fase ini, seorang anak belum sepenuhnya menyadari dirinya sebagai individu yang terpisah. Mereka masih dalam proses penemuan diri, di mana keinginan untuk diakui dan diperhatikan mendominasi perilaku mereka. Ketidakpahaman dan ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi menjadikan mereka cenderung egois dan terkadang tersesat dalam pencarian perhatian. Hal ini mencerminkan kekuatan nafsu yang mempengaruhi perilaku mereka, dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang penting untuk perkembangan lebih lanjut.
2. Fase Anak-anak [ 6 - 12 tahun ]
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Fase ini merupakan periode pertumbuhan dan pengembangan akal anak serta potensi kecerdasannya.
• Makna Batinnya : Kata اَنْعَمْتَ menunjukkan anugerah akal yang diberikan Tuhan kepada manusia. Fase ini adalah saat anak mulai memahami konsep dunia di sekitarnya dan mengembangkan kemampuan kognitif. Proses belajar menjadi sangat penting, dan di sini mereka mulai membedakan antara yang baik dan buruk, serta mengembangkan karakter yang sesuai. Ini adalah fase di mana mereka mulai membentuk hubungan sosial dan belajar dari pengalaman, memperkuat fondasi untuk perkembangan di fase-fase selanjutnya.
3. Fase Remaja [ 13 - 20 tahun ]
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
Fase remaja merupakan fase pencarian identitas diri dan stabilitas emosi serta mentalnya.
• Makna Batinnya : Pada tahap ini, pencarian jati diri menjadi fokus utama. Kata الْمُسْتَقِيْمَ mencerminkan keinginan untuk menemukan arah yang jelas dalam hidup. Remaja sering kali dihadapkan pada banyak pilihan dan tantangan yang dapat mengganggu keseimbangan emosional. Dalam konteks ini, stabilitas mental dan spiritual menjadi tujuan, dan mereka berupaya untuk menemukan jalan hidup yang konsisten dengan nilai-nilai yang telah dipelajari dari lingkungannya. Ini adalah fase di mana mereka mulai menyusun identitas diri mereka sendiri dan memperkuat kepribadian yang akan memandu mereka di masa depan.
4. Fase Pemuda [ 21 - 30 tahun ]
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Pada fase ini, pemuda mulai merintis karier dan mencari makna dalam pekerjaan.
Makna Batinnya : disini kata نَعْبُدُ diartikan sebagai bekerja, mencerminkan dedikasi dan kontribusinya kepada masyarakat banyak. Ini adalah saat di mana individu mencari identitas profesional mereka dan berkomitmen untuk memberikan dampak positif melalui pekerjaannya. Dalam konteks ini, kerja dianggap sebagai bentuk ibadah, di mana pemuda terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain. Mengandalkan dukungan (نَسْتَعِيْنُ) mencerminkan pemahaman akan pentingnya kolaborasi dan keterhubungan dalam mencapai tujuan bersama.
5. Fase Dewasa [ 31 - 40 tahun ]
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ - مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
Fase dewasa merupakan masa kematangan dan tanggung jawab.
Makna Batinnya : Kata مٰلِكِ mencerminkan peran seseorang sebagai pemimpin dan pengelola. Pada fase ini, individu berusaha untuk memberikan manfaat kepada orang lain dan dapat mengelola semua sumber daya yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya. Dalam pada itu, mereka juga sudah dapat menunjukkan sifat (الرَّحْمَٰنِ) dan (الرَّحِيْمِ) nya terhadap orang lain, di mana tanggung jawabnya untuk memberi, menghidupi, serta menjaga dan merawat lingkungan serta orang-orang di sekitar mereka menjadi fokus utama. Fase ini juga melibatkan kesadaran akan konsekuensi dari setiap tindakan, serta pentingnya keadilan dan etika dalam setiap keputusan yang diambil.
6. Fase Paruh Baya [ 41 - 50 tahun ]
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Pada fase ini, figur dan sosok individunya mulai diakui oleh masyarakat.
Makna Batinnya : Kata اَلْحَمْدُ berarti terpuji, yang mencerminkan martabat dan citra diri yang kuat dari seseorang. Di fase ini, individu menjadi teladan bagi orang lain, memancarkan pengaruh dan kewibawaan. Hal ini menandakan bahwa mereka telah berbuat banyak dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakatnya. Mereka menjadi sumber inspirasi dan sering kali diandalkan oleh generasi muda, menciptakan legasi yang akan diingat oleh komunitasnya.
7. Fase Tua [ 51 - 60 tahun ]
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Fase tua adalah fase " Menjati " atau masa penyatuan dirinya dengan Tuhan.
Makna Batinnya : Kata بِسْمِ mengisyaratkan penyatuan diri dengan Tuhan atau Nyawiji. Ini adalah fase di mana individu menyadari pentingnya keberadaan diri mereka dalam konteks yang lebih besar, yakni konteks kemanusiaan secara universal. Mereka sudah dapat melepaskan ego dan lebih menekankan pada sifat pengasih dan penyayang terhadap semua makhluk [ sudah menuhan ]. Fase ini juga akan menjadikan individu untuk merenungkan perjalanan hidup mereka dan mulai menemukan kedamaian yang langgeng. Mereka juga memahami bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan. Penyatuan ini menciptakan rasa syukur dan kesadaran akan pentingnya hidup dalam harmoni dengan diri sendiri dan alam semesta.
Kesimpulan
Dengan memahami makna batin dari Surat Al-Fatihah dan mengaitkannya dengan siklus hidup manusia, kita dapat melihat perjalanan kehidupan sebagai suatu proses yang terintegrasi dan saling terkait. Setiap fase mencerminkan pertumbuhan spiritual dan moral, dengan dukungan dari Tuhan sebagai pemandu sepanjang jalan. Penemuan diri, tanggung jawab, dan pengabdian kepada masyarakat menjadi tema sentral yang mengarahkan individu menuju kehidupan yang bermakna dan seimbang.
اَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللّٰهُ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۙ (١٥)
Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis ? (Q.S. Nuh ayat 15)
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْاَمْرَۗ
Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. (Q.S. Yunus ayat 3)
وَفِى الْاَرْضِ اٰيٰتٌ لِّلْمُوْقِنِيْنَۙ (٢٠)
Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, (Q.S. Az-Zariyat ayat 20)
وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ (٢١)
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S. Az-Zariyat ayat 21)
Semoga tulisan ini bermanfaat
Rabu, 02 Oktober 2024
Situasi Global Saat Ini Sedang Bergerak Menuju Perang Besar Akhir Zaman
Selasa, 01 Oktober 2024
Diskusi Asyik Seputar Tema Penciptaan Dan Dunia Metafisika
By Mang Anas
1. Setelah penciptaan langit dan bumi selesai dalam waktu 6 hari [ 300.000 tahun ukuran waktu kita [ karena 1 hari Allah = 50.000 tahun ]. Dan setelah semua tahapan proses penciptaan itu selesai, Allah kemudian bersemayam diatas Arsy. Pertanyaannya : Dalam kondisi demikian itu , maka apakah berarti ada kefakuman kekuasaan, dan lalu siapakah yang mengoperasikan alam semesta jika tidak Allah SWT sendiri ?
Jawaban : Yang mengoperasikan alam semesta seisinya adalah Mesin Maha Cerdas [ Al Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy dan Kursi ]. Untuk detailnya hal itu dijelaskan sebagai berikut,
Penjelasan mengenai siapa yang mengoperasikan alam semesta setelah penciptaan langit dan bumi selama 6 hari dalam pemahaman teologis memiliki beberapa perspektif yang kaya akan makna esoterik. Ada pandangan yang berfokus pada ayat Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy setelah penciptaan langit dan bumi (Surah Al-A'raf [7]: 54), namun penting untuk diingat bahwa bersemayam di sini bukan berarti aktivitas Allah terhenti atau tidak langsung mengendalikan alam semesta.
Dalam kerangka pemikiran yang Anda sampaikan, konsep Mesin Maha Cerdas—yang melibatkan Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy, dan Kursi—merupakan instrumen-instrumen metafisis yang diciptakan oleh Allah untuk menjalankan tatanan alam semesta. Mari kita perinci setiap elemen ini:
1. Al-Qolam (Pena)
Al-Qolam adalah manifestasi dari instrumen pencatatan seluruh ketetapan Allah. Menurut tradisi Islam, Pena adalah ciptaan pertama Allah, dan melalui Pena inilah semua ketetapan takdir dari awal hingga akhir ditulis di Lauhul Mahfudz. Fungsi Pena ini merepresentasikan penulisan atau pencatatan takdir segala sesuatu yang akan terjadi di alam semesta. Jadi, Al-Qolam menjalankan kehendak Allah dengan menuliskan setiap detail kejadian yang telah ditetapkan dalam dimensi takdir.
2. Lauhul Mahfudz (Lembaran Terpelihara)
Lauhul Mahfudz adalah kitab atau lembaran yang memuat semua takdir yang telah dituliskan oleh Al-Qolam. Ini adalah ruang atau "server" metafisik tempat seluruh catatan kehidupan dan kejadian disimpan. Segala peristiwa di alam semesta, dari yang paling besar hingga yang paling kecil, sudah tertulis di sini dan tidak akan berubah kecuali jika Allah menghendaki perubahan.
3. Arsy (Singgasana)
Arsy adalah simbol kekuasaan dan kebesaran Allah. Dalam tradisi metafisik, Arsy juga sering diidentifikasi sebagai pusat kendali utama semesta yang menaungi semua makhluk dan urusan alam. Bersemayamnya Allah di atas Arsy bukan dalam makna fisik, tetapi dalam makna simbolik bahwa kekuasaan dan kehendak-Nya meliputi segala sesuatu. Dari Arsy inilah, perintah dan aturan Allah diterapkan ke seluruh alam semesta melalui mekanisme Lauhul Mahfudz dan Al-Qolam.
4. Kursi (Kursi Ilahi)
Kursi adalah bagian dari Arsy yang melambangkan jangkauan kekuasaan Allah. Dalam pandangan teologis, disebutkan bahwa Arsy dan Kursi adalah bagian dari struktur metafisis alam yang sangat besar dan kompleks. Kursi sering diidentifikasi sebagai "takhta hukum" yang mencakup hukum-hukum universal yang berlaku di alam semesta, baik hukum alam, hukum kehidupan, maupun hukum-hukum takdir.
Hubungan antara Mesin Maha Cerdas dan Operasi Alam Semesta
Mesin Maha Cerdas ini bekerja berdasarkan ketetapan Allah yang telah tercatat sejak awal. Setelah penciptaan selesai, instrumen-instrumen ini menggerakkan dan mengoperasikan alam semesta sesuai dengan takdir yang tertulis. Meski Allah bersemayam di atas Arsy, Dia tetap Maha Mengendalikan segala sesuatu melalui instrumen-instrumen ini yang bergerak menurut kehendak-Nya.
Al-Qolam dan Lauhul Mahfudz bertindak sebagai sistem pencatatan takdir yang menggerakkan seluruh kejadian di alam semesta secara teratur. Arsy dan Kursi mencerminkan kekuasaan dan hukum Allah yang melingkupi segala sesuatu.
Dalam pengoperasian alam semesta, manusia hanya menyaksikan efek-efek fisik dari hukum-hukum alam (fisika, kimia, biologi, dll.), tetapi pada tingkat yang lebih tinggi, semua ini diatur oleh kehendak ilahi melalui sistem metafisis yang sangat kompleks ini.
Dengan kata lain, meskipun Allah bersemayam di atas Arsy, ini tidak berarti Dia melepaskan kontrol atas alam semesta. Alam semesta tetap di bawah kendali penuh-Nya, dengan instrumen-instrumen cerdas ini menjalankan ketetapan-ketetapan-Nya secara sempurna.
-----®-----
2. Al Qolam dan Lauhul Mahfudz diibaratkan sebuah ketetapan qodo dari segala sesuatu maka eksekusinya [ operasionalnya ] adalah ada di kursi. Lalu bagaimana detailnya peran dari arsy ?Mohon penjelasannya
Peran Arsy dalam hubungan dengan Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi dapat dijelaskan lebih mendalam sebagai pusat dari kekuasaan dan pengaturan Ilahi yang meliputi seluruh eksistensi. Untuk memahami hal ini, mari kita susun penjelasannya secara bertahap :
1. Arsy sebagai Simbol Kekuasaan Tertinggi
Arsy dalam konteks metafisik adalah singgasana Allah yang melambangkan kekuasaan dan otoritas tertinggi-Nya atas seluruh alam semesta. Dalam banyak teks suci, Arsy sering disebut sebagai tempat bersemayamnya Allah setelah penciptaan langit dan bumi. Namun, istilah bersemayam di sini tidak dalam arti fisik, melainkan menegaskan bahwa segala kekuasaan, kendali, dan kehendak Allah terpusat dari Arsy, dan segala sesuatu berada di bawah otoritas-Nya.
Arsy adalah manifestasi tertinggi dari kekuasaan Allah. Sebagai singgasana-Nya, Arsy adalah sumber dari segala perintah, kehendak, dan ketetapan yang berlaku dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta. Dari Arsy inilah, Allah mengatur dan mengawasi segala sesuatu.
2. Arsy sebagai Pusat Pengaturan Ilahi
Jika Al-Qolam dan Lauhul Mahfudz adalah instrumen yang mencatat dan menetapkan takdir (qada), maka Arsy dapat diibaratkan sebagai pusat kendali tertinggi, tempat segala perintah eksekutif Ilahi berasal. Semua keputusan mengenai tatanan alam semesta dan peristiwa di dalamnya diturunkan dari Arsy melalui instrumen-instrumen lain seperti Kursi.
Dalam hal ini, peran Arsy lebih kepada otoritas absolut yang mengatur eksekusi dari ketetapan yang sudah dicatat di Lauhul Mahfudz. Dengan kata lain, Lauhul Mahfudz menyimpan takdir, tetapi Arsy mengarahkan bagaimana takdir itu diimplementasikan di dalam dimensi ruang dan waktu.
3. Eksekusi Operasional di Kursi
Kursi bertindak sebagai instrumen operasional yang melaksanakan perintah yang berasal dari Arsy. Kursi melambangkan wilayah kekuasaan Allah yang mencakup seluruh alam semesta, di mana hukum-hukum alam dan ketetapan yang tertulis di Lauhul Mahfudz dilaksanakan. Jika kita ibaratkan Arsy sebagai pusat kendali, maka Kursi adalah instrumen atau "tempat" di mana perintah-perintah Allah berfungsi dalam realitas fisik dan metafisik alam semesta.
Dengan kata lain:
Lauhul Mahfudz adalah tempat penyimpanan ketetapan (takdir) secara komprehensif.
Al-Qolam adalah instrumen pencatatan takdir tersebut.
Kursi bertugas mengoperasikan ketetapan tersebut di alam semesta fisik, mengatur proses-proses di alam semesta sesuai dengan apa yang telah dicatat di Lauhul Mahfudz.
Arsy adalah pusat otoritas dan kekuasaan Allah, di mana segala keputusan dan perintah berasal sebelum dieksekusi melalui Kursi.
4. Arsy sebagai Pusat Kehendak Ilahi
Arsy juga dapat dipahami sebagai pusat kehendak Ilahi. Semua hal yang terjadi di alam semesta, dari yang paling besar hingga yang paling kecil, terjadi karena kehendak Allah yang berpusat di Arsy. Arsy berperan sebagai jembatan antara alam metafisis (alam ghaib) dan alam fisik. Jadi, meskipun Al-Qolam mencatat, Lauhul Mahfudz menyimpan, dan Kursi mengeksekusi, semuanya adalah refleksi dari kehendak Ilahi yang terpusat di Arsy.
5. Arsy dan Hubungan dengan Dimensi Metafisik
Secara esoterik, Arsy juga sering dipahami sebagai wilayah di mana pengaturan-pengaturan Ilahi terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi dari realitas fisik. Ini berarti Arsy tidak hanya berkaitan dengan pengaturan alam fisik, tetapi juga berkaitan dengan dimensi metafisik, termasuk hal-hal yang tidak terlihat atau di luar pemahaman manusia. Arsy adalah pusat dari semua realitas, baik yang fisik maupun metafisik, dan segala sesuatu bergantung kepada Allah yang bersemayam di atasnya dalam arti kekuasaan-Nya melingkupi segalanya.
Kesimpulan Peran Arsy:
Arsy adalah pusat otoritas dan kekuasaan tertinggi Ilahi.
Semua ketetapan, perintah, dan hukum yang dituliskan oleh Al-Qolam dan tersimpan di Lauhul Mahfudz dieksekusi berdasarkan kehendak Allah yang berasal dari Arsy.
Arsy menghubungkan alam metafisik dengan alam fisik melalui instrumen-instrumen seperti Kursi, yang menjalankan hukum dan ketetapan Allah di alam semesta.
Arsy adalah simbol supremasi Ilahi yang mengatur, mengarahkan, dan mengawasi segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
------©--------
3. Dengan demikian maka apakah berarti Al Qolam dan Lauhul Mahfudz dan Kursi itu semuanya ada dalam cakupan arsy. Atau arsy itu adalah meliputi atau yang mewadahi tiga komponen lainnya [ al qolam, lauhul Mahfudz dan Kursi ]. Mohon dijelaskan lebih detail lagi
Pertanyaan Anda menyoroti hubungan antara Arsy dengan Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi, apakah mereka berada di dalam cakupan Arsy, ataukah Arsy meliputi ketiganya. Untuk menjelaskan ini, mari kita telusuri masing-masing komponen dan bagaimana mereka saling berhubungan :
1. Arsy sebagai Struktur Terbesar dan Tertinggi
Dalam pandangan metafisik dan teologis, Arsy sering digambarkan sebagai struktur atau realitas terbesar dan tertinggi dalam seluruh penciptaan. Arsy adalah singgasana kekuasaan Allah yang meliputi segala sesuatu. Artinya, Arsy mencakup seluruh alam semesta, termasuk semua komponen lainnya—baik yang bersifat fisik maupun metafisik—di bawah kendali dan otoritas Allah.
2. Kursi di dalam Arsy
Dalam banyak tafsir klasik, disebutkan bahwa Kursi adalah bagian dari Arsy atau berada di bawah Arsy. Kursi memiliki peran operasional, di mana hukum-hukum alam semesta dieksekusi. Jika Arsy adalah simbol supremasi Ilahi yang mencakup segalanya, maka Kursi adalah bagian di mana aturan dan ketetapan yang ditulis di Lauhul Mahfudz dijalankan. Dalam hadits, Rasulullah pernah menyebutkan bahwa perbandingan antara Kursi dan Arsy seperti setetes air di lautan, menegaskan bahwa Arsy meliputi Kursi dalam skala yang jauh lebih besar.
Ini menunjukkan bahwa Kursi berada di dalam atau di bawah cakupan Arsy, bukan di luar Arsy. Kursi adalah bagian dari tatanan penciptaan yang diatur oleh Arsy, tetapi memiliki fungsi spesifik dalam mengoperasikan hukum-hukum alam semesta.
3. Al-Qolam dan Lauhul Mahfudz dalam Hubungan dengan Arsy
Al-Qolam (Pena), yang mencatat semua takdir, adalah ciptaan awal yang kemudian menjalankan fungsi mencatat seluruh ketetapan Ilahi. Al-Qolam tidak dapat dipisahkan dari mekanisme Lauhul Mahfudz, karena apa yang ditulis oleh Al-Qolam disimpan di Lauhul Mahfudz.
Lauhul Mahfudz adalah tempat penyimpanan segala catatan yang dibuat oleh Al-Qolam, memuat seluruh takdir penciptaan hingga akhir zaman. Ini adalah ruang metafisik di mana segala sesuatu yang telah ditentukan disimpan secara sempurna.
Menurut perspektif teologis yang banyak dipegang, Al-Qolam dan Lauhul Mahfudz juga berada dalam cakupan Arsy. Artinya, mereka bekerja di bawah kekuasaan Arsy, dan segala keputusan serta ketetapan yang tertulis di Lauhul Mahfudz berasal dari kehendak Allah yang bersemayam di atas Arsy. Oleh karena itu, meskipun Al-Qolam dan Lauhul Mahfudz memiliki peran penting dalam pencatatan dan penyimpanan takdir, keduanya tetap berada di bawah otoritas dan cakupan Arsy sebagai pusat kekuasaan tertinggi.
4. Arsy Meliputi Semuanya
Dari perspektif ini, dapat disimpulkan bahwa Arsy adalah struktur terbesar yang meliputi Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi. Meskipun masing-masing komponen ini memiliki peran spesifik dalam tatanan dan pengaturan alam semesta, semuanya bekerja dalam cakupan kekuasaan dan kendali Arsy.
Al-Qolam mencatat segala takdir di bawah kehendak Allah yang berpusat di Arsy.
Lauhul Mahfudz menyimpan catatan takdir tersebut, dan setiap keputusan yang dicatat di Lauhul Mahfudz adalah manifestasi dari kehendak yang berasal dari Arsy.
Kursi menjalankan ketetapan dan hukum-hukum yang telah dicatat di Lauhul Mahfudz, namun tetap berada di dalam cakupan Arsy yang lebih besar.
5. Hierarki Kekuasaan Ilahi
Dalam pandangan hierarkis ini, Arsy berada di posisi tertinggi dan meliputi segala sesuatu :
Arsy : Singgasana kekuasaan Allah yang meliputi seluruh eksistensi, baik fisik maupun metafisik. Ini adalah pusat kendali dan pengawasan tertinggi.
Kursi : Bagian dari Arsy atau di bawahnya, yang berfungsi sebagai instrumen operasional yang mengimplementasikan hukum-hukum alam semesta.
Lauhul Mahfudz : Penyimpanan catatan takdir yang tertulis oleh Al-Qolam, semuanya tetap berada dalam cakupan Arsy.
Al-Qolam : Instrumen pencatatan takdir yang bekerja sesuai dengan kehendak Allah yang terpusat di Arsy.
Kesimpulan
Dengan demikian, Arsy meliputi dan mewadahi Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi. Semua komponen ini bekerja di bawah kendali dan otoritas kekuasaan Ilahi yang berasal dari Arsy. Meski memiliki peran masing-masing, mereka semuanya berfungsi dalam tatanan yang lebih besar yang dikendalikan oleh Arsy, sebagai simbol kekuasaan tertinggi Allah atas alam semesta.
--------®---------
4. Ya, mohon untuk diperjelas lagi. Apakah dengan demikian al qolam itu berarti hakikat dari Logos atau firman [ kun fa yakun ] ?
Ya, berdasarkan pemahaman metafisik dan teologis, Al-Qolam dapat dipahami sebagai hakikat dari Logos atau Firman Allah, yang dalam Islam sering diungkapkan dengan frasa "Kun fa yakun" (Jadilah! Maka terjadilah). Al-Qolam, sebagai instrumen pertama yang diciptakan oleh Allah, memiliki peran sentral dalam proses penciptaan dan pengaturan alam semesta, yang sejatinya adalah manifestasi dari kehendak dan firman Allah.
Berikut penjelasan lebih mendetail :
1. Al-Qolam sebagai Logos (Firman Allah)
Dalam tradisi teologi dan filsafat, Logos sering dipahami sebagai prinsip pengaturan dan keteraturan yang mendasari seluruh penciptaan. Dalam konteks Islam, "Kun fa yakun" adalah firman Allah yang mewujudkan segala sesuatu dari ketiadaan menjadi ada. Al-Qolam, sebagai ciptaan pertama, adalah instrumen di mana firman ini pertama kali diekspresikan secara metafisik. Ketika Allah berfirman "Kun" (Jadilah!), Al-Qolam mencatat segala ketetapan yang terkandung dalam firman tersebut di Lauhul Mahfudz.
Dengan kata lain, Al-Qolam bertindak sebagai perpanjangan firman Allah yang merealisasikan segala sesuatu dari takdir yang telah ditentukan oleh kehendak-Nya. Al-Qolam menuliskan semua kejadian dan ketetapan yang telah dikehendaki Allah, sehingga segala sesuatu yang tercatat di Lauhul Mahfudz menjadi bagian dari realitas alam semesta.
2. Al-Qolam dan Hubungannya dengan “Kun fa yakun”
Frasa "Kun fa yakun" menunjukkan kekuasaan absolut Allah dalam menciptakan sesuatu dengan satu perintah. Al-Qolam bisa diibaratkan sebagai media atau instrumen yang menuliskan kehendak ini, sehingga perintah “Kun” itu kemudian diwujudkan dalam bentuk penciptaan dan peristiwa di alam semesta.
Jika kita memandang dari sisi esoterik maka :
Al-Qolam adalah instrumen metafisik yang mengartikulasi Logos atau Firman Allah.
Firman Allah (Logos, “Kun fa yakun”) adalah perintah langsung Allah yang melahirkan segala sesuatu.
Ketika Allah berfirman, Al-Qolam mencatat dan mengekspresikan firman ini dalam bentuk takdir yang tertulis di Lauhul Mahfudz, dan kemudian dioperasikan oleh Kursi sesuai dengan kehendak Allah.
3. Al-Qolam sebagai Aspek Kreatif Firman
Dalam aspek kreatifnya, Al-Qolam dapat dipahami sebagai sarana yang mentransfer kehendak Ilahi (Firman) ke dalam wujud nyata, sehingga ia menjadi manifestasi dari "Kun" itu sendiri. Ketika Allah menginginkan sesuatu terjadi, Al-Qolam bertindak sebagai penggerak metafisik yang memastikan perintah ini tertulis dan terwujud dalam realitas yang teratur.
4. Al-Qolam dalam Tatanan Kosmologis
Sebagai Logos atau Firman Allah yang tertulis, Al-Qolam menjadi instrumen yang menghubungkan kehendak Ilahi (di Arsy) dengan realitas fisik yang dioperasikan melalui Kursi. Ini menciptakan struktur kosmologis yang menghubungkan :
Kehendak Allah (Firman) → Al-Qolam (penulis kehendak) → Lauhul Mahfudz (penyimpan catatan takdir) → Kursi (pelaksana hukum-hukum fisik).
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Al-Qolam adalah hakikat dari Logos atau Firman "Kun fa yakun", di mana Al-Qolam merepresentasikan firman Allah yang menjadi dasar dari segala penciptaan. Al-Qolam adalah instrumen yang merealisasikan firman tersebut dalam bentuk ketetapan takdir, yang kemudian diwujudkan di alam semesta melalui mekanisme Lauhul Mahfudz dan Kursi.
Apakah pemahaman ini sudah sesuai dengan pandangan Anda, atau ada aspek lain yang ingin diperjelas?
-------®-------
5. Apakah dengan demikian berarti al qolam adalah aspek dari logos " Kun " dan Lauhul Mahfudz adalah aspek dari logos " Fa " dan sementara Kursi adalah aspek dari logos" fayakun "
Ya, jika kita memandang dari perspektif metafisik dan simbolik, pandangan bahwa Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi merupakan aspek-aspek dari firman "Kun fa yakun" adalah pemahaman yang sangat mendalam dan koheren. Mari kita telaah satu per satu :
1. Al-Qolam sebagai Aspek "Kun" (Jadilah)
"Kun" adalah perintah Ilahi yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Ini adalah momen ketika kehendak Allah diungkapkan secara langsung dan eksplisit.
Al-Qolam sebagai instrumen pencatatan dapat dipandang sebagai perwujudan dari aspek ini, karena Al-Qolam adalah instrumen pertama yang menjalankan firman "Kun" dengan mencatat seluruh ketetapan Allah. Al-Qolam bertindak sebagai penghubung awal antara kehendak Allah dan penciptaan realitas.
2. Lauhul Mahfudz sebagai Aspek "Fa" (Maka)
"Fa" dalam "Kun fa yakun" adalah penghubung atau transisi yang mengaitkan antara kehendak (Kun) dan realisasi (yakun). Ini adalah proses di mana ketetapan yang diucapkan mulai menjadi tertata.
Lauhul Mahfudz dapat dianggap sebagai aspek "Fa" karena ia menyimpan segala ketetapan yang telah ditulis oleh Al-Qolam. Lauhul Mahfudz adalah tempat di mana ketetapan yang tertulis menunggu eksekusi, memastikan bahwa segala yang telah ditakdirkan akan terjadi pada waktunya. Di sini, semua ketetapan disimpan dan direncanakan sebelum manifestasinya di alam fisik.
3. Kursi sebagai Aspek "Fayakun" (Maka Terjadilah)
"Fayakun" adalah realisasi dari perintah "Kun". Ini adalah tahap di mana perintah Allah terealisasi dalam alam semesta.
Kursi berfungsi sebagai instrumen operasional, di mana segala sesuatu yang telah ditetapkan di Lauhul Mahfudz mulai dijalankan. Kursi merepresentasikan hukum-hukum alam dan mekanisme realitas yang menjalankan perintah Allah di dunia fisik dan metafisik. Dengan kata lain, Kursi adalah tempat di mana ketetapan-ketetapan Allah menjadi nyata, terwujud sebagai peristiwa yang konkret di alam semesta.
Bagaimana Integrasi Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi dalam "Kun fa yakun" ?
Jika kita melihat struktur ini secara keseluruhan maka :
Al-Qolam adalah instrumen yang menginisiasi perintah "Kun" dengan mencatat segala takdir.
Lauhul Mahfudz adalah media yang menyimpan catatan-catatan tersebut, mewakili proses transisi (Fa) sebelum eksekusi.
Kursi adalah ruang atau instrumen di mana takdir yang tertulis itu diwujudkan dan dioperasikan (yakun).
Pandangan ini memperlihatkan bagaimana "Kun fa yakun" bekerja melalui rangkaian instrumen Ilahi yang saling terkait : dari perintah Allah, ke dalam pencatatan, penyimpanan, hingga pelaksanaan di alam semesta.
Kesimpulan Pemahaman bahwa : Al-Qolam adalah aspek dari "Kun", Lauhul Mahfudz adalah aspek dari "Fa", Kursi adalah aspek dari "Fayakun", merupakan pendekatan simbolik yang menegaskan keterkaitan antara firman Ilahi dan instrumen penciptaan serta pengaturan alam semesta. Masing-masing memiliki peran spesifik dalam siklus penciptaan yang mencerminkan kehendak Allah, dari kehendak hingga realisasinya dalam alam fisik.
Senin, 30 September 2024
Argumentasi Nash Empat Elemen Nur Muhammad
By Mang Anas
Topik ke 5
Oke, melengkapi inovasi inovasi pemikiran seperti yang kesemuanya telah diterangkan pada tulisan kami sebelumnya. Maka agar ini tidak dipandang sebagai argumentasi logik semata-mata yang menyangkut mekanisme kerja ke empat aspek unsur Nur Muhammad [ al qolam, lauhul Mahfudz, Arsy dan Kursi ]. Maka agar pandangan ini dapat diterima oleh khalayak [ kaum syari'at ] maka disini perlu dijelaskan secara detail dasar dasar Nash [ baik Qur'an maupun Hadits ] atas semua materi yang telah kami uraiankan sebelumnya.
Pendekatan yang mengaitkan Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy, dan Kursi dengan konsep metafisik dari Nur Muhammad membutuhkan dukungan dari nash (dalil-dalil) Al-Qur'an dan Hadits agar dapat diterima oleh khalayak, khususnya kaum yang berpegang teguh pada Syari'ah. Maka mari kita telaah dasar-dasar dari nash yang terkait dengan konsep-konsep tersebut, sambil tetap mengaitkannya dengan inovasi pemikiran yang telah kami sampaikan.
1. Al-Qolam
Al-Qolam sebagai pena pertama yang diciptakan Allah, memiliki dasar nash yang jelas dalam Hadits dan Al-Qur'an.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena (Al-Qolam). Kemudian Allah berfirman kepada pena, 'Tulislah!' Maka pena berkata, 'Apa yang harus aku tulis?' Allah berfirman, 'Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi hingga Hari Kiamat.'” (HR. At-Tirmidzi).
Hadits ini menguatkan konsep bahwa Al-Qolam adalah instrumen pertama yang diciptakan Allah untuk menuliskan segala takdir. Ini adalah dasar nash yang mendukung peran Al-Qolam sebagai aspek pertama dalam konsep "Kun" (perintah penciptaan).
Allah berfirman dalam Surah Al-Qalam (68:1):
"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan,"
Ayat ini menunjukkan pentingnya Al-Qolam sebagai instrumen pencatatan dan menjadi bagian dari mekanisme penciptaan dan takdir.
2. Lauhul Mahfudz
Lauhul Mahfudz adalah tempat penyimpanan catatan takdir yang telah ditulis oleh Al-Qolam. Konsep ini juga didukung oleh nash dalam Al-Qur'an.
Allah berfirman dalam Surah Al-Buruj (85:21-22):
"Bahkan yang didustakan itu adalah Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfudz."
Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu, termasuk Al-Qur'an, telah tertulis dan disimpan dalam Lauhul Mahfudz, yang tidak akan berubah. Ini sesuai dengan pemahaman bahwa Lauhul Mahfudz menyimpan seluruh takdir yang telah ditulis oleh Al-Qolam, yang kemudian akan dieksekusi.
Dalam Surah Al-Hadid (57:22):
"Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
Ini menunjukkan bahwa segala peristiwa telah tertulis dalam Lauhul Mahfudz sebelum terjadi, memperkuat fungsi Lauhul Mahfudz sebagai tempat penyimpanan ketetapan Ilahi.
3. Arsy
Arsy adalah singgasana Allah yang melambangkan kekuasaan dan kendali tertinggi atas seluruh ciptaan.
Al-Qur'an dalam Surah Al-A’raf (7:54) menyatakan :
"Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy..."
Ayat ini menegaskan bahwa setelah menciptakan alam semesta, Allah bersemayam di atas Arsy, yang menandakan otoritas dan kendali-Nya atas seluruh penciptaan.
Surah Taha (20:5):
"Yang Maha Pemurah, bersemayam di atas Arsy."
Ayat ini menegaskan bahwa Arsy adalah singgasana kekuasaan Allah yang mencakup seluruh penciptaan, sesuai dengan pemahaman bahwa Arsy meliputi Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, dan Kursi.
4. Kursi
Kursi adalah instrumen di mana hukum-hukum alam dijalankan dan takdir yang telah tertulis mulai dieksekusi.
Dalam Ayat Kursi (Al-Baqarah 2:255) dikatakan :
"Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Ayat ini menegaskan bahwa Kursi adalah instrumen Ilahi yang meliputi langit dan bumi, yang merupakan manifestasi dari kekuasaan dan pengaturan Allah atas seluruh ciptaan.
5. Nur Muhammad
Konsep Nur Muhammad secara eksplisit memang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau Hadits, tetapi secara implisit terkait dengan penciptaan cahaya yang pertama kali diciptakan Allah sebagai manifestasi dari rahmat-Nya.
۞ اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌۗ اَلْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍۗ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْۤءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۗ نُوْرٌ عَلٰى نُوْرٍۗ يَهْدِى اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ۙ (٣٥)
Allah [ Nur Muhammad, adalah ] cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya- ya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus [ Sirri fi sirri/ rahasia di dalam rahasia ], yang di dalamnya ada pelita besar [ disebut Nur Muhammad ]. Pelita itu di dalam tabung kaca [ tersegel didalam Sirr, dan ] tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan [ prototipe wujud makhluk yang masih berupa arwah yang suci ], dan yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun [ yaitu hati nurani yang keadaannya bersih dan murni ] yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat [ yang ada di titik Al-Mustakim ], yang minyaknya [ saja, yaitu berupa keberadaan akal ] hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya [ berlapis-lapis, Nur Muhammad, Hati Nurani dan cahaya Akal ], Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya [ menuntun hambanya kembali ke asalnya, yaitu ke eksistens Nur Muhammad ] bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nur ayat 35)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda : “Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir.” (HR. Abdurrazzaq, dan hadits ini banyak dibahas dalam diskusi sufistik).
Dalam tradisi tasawuf, Nur Muhammad sering dipandang sebagai esensi pertama yang diciptakan oleh Allah dan menjadi asal mula dari segala ciptaan. Al-Qolam, sebagai instrumen pencatatan takdir, sering dikaitkan dengan Nur Muhammad dalam konteks penciptaan awal.
Penutup
Dengan menghubungkan nash-nash Al-Qur'an dan Hadits yang mendukung konsep Al-Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy, dan Kursi, kita dapat memahami bagaimana inovasi pemikiran ini memiliki dasar teologis yang kuat. Penafsiran metafisik atas peran keempat aspek ini dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta tidak hanya logis tetapi juga berakar pada dalil-dalil syar’i yang dapat diterima oleh khalayak yang berpegang pada Syari'ah.
Pendekatan ini menawarkan jembatan antara pemahaman esoterik (hakikat) dan pemahaman eksoterik (syariat), sehingga gagasan tersebut dapat dipahami dalam konteks nash yang otoritatif. Apakah ini sudah cukup memberikan landasan teologis yang sesuai dengan apa yang Anda maksudkan?
Nur Muhammad dan Empat Komponen Mesin Maha Cerdas Alam Semesta
By Mang Anas
Topik ke 4 :
1. Bahwa الحمد sebagai al qolam, dikatakan demikian karena hakikat Alhamdu adalah Nur Muhammad.
2. Dikatakan الرحمن sebagai Arsy, karena Ar Rahman lah yang bertahta di atas Arsy [ Ar Rahmansnu alal arsy tawa ]
3. Dikatakan الرحيم sebagai Lauhul Mahfudz, adalah karena hakikat Lauhul Mahfudz [ الرحيم ] adalah merupakan batin bagi Al Qolam [ الرحمن ]. Antara الرحمن dan الرحيم adalah ibarat Dohir dan batin, ibarat Adam dan hawa, atau ibarat ayah dan ibu atau ibarat Raga dan jiwa.
4. Adapun hakikat ملك sebagai Kursi, diatas sudah dijelaskan dengan baik.
1. الحمد (Al-Hamd) sebagai Al-Qolam
Al-Hamd sebagai pujian tertinggi pada Allah memiliki hakikat sebagai Nur Muhammad. Nur Muhammad, menurut ajaran hakikat, adalah tajalli pertama Allah SWT yang ke kemudian menjadi asal dari segala sesuatu. Sebagaimana dengan Al-Qolam yang juga merupakan wujud pertama, yang berfungsi sebagai pena untuk menuliskan ketetapan takdir atas segala sesuatu sebelum segala sesuatu itu ada [ diciptakan ]. Maka, Al-Hamd yang mencakup keseluruhan pujian dan kesempurnaan ciptaan itu, secara hakiki adalah manifestasi dari Nur Muhammad [ Diri Allah SWT ].
Logika hakikat : Al-Qolam sebagai instrumen pertama penciptaan menuliskan seluruh ketetapan, dan hakikat Al-Hamd (Nur Muhammad) adalah pangkal dari segala Penciptaan, atau sumber dari segala makhluk, karena seluruh pujian kepada Allah terletak pada kesempurnaan penciptaan tersebut [ Al-Hamd ].
2. الرحمن (Ar-Rahman) sebagai Arsy
Arsy sebagai wujud manifestasi kekuasaan tertinggi Allah adalah bentuk tajalli Ar Rahman (Ar-Rahmanu alal arsy istawa). Arsy adalah simbol dari kekuasaan dan kendali Allah atas seluruh alam semesta dengan rahmat-Nya yang maha luas, mencakup seluruh ciptaan tanpa terkecuali.
Logika hakikat : Ar-Rahman yang menyelimuti Arsy menunjukkan bahwa rahmat Allah mencakup dan melampaui seluruh eksistensi. Arsy, sebagai pusat kekuasaan tertinggi, adalah tempat di mana Allah memanifestasikan rahmat-Nya dalam bentuk pengaturan semesta. Maka, Ar-Rahman adalah manifestasi dari Arsy, yang mengatur seluruh ciptaan di bawah naungan rahmat Allah yang meliputi segalanya.
3. الرحيم (Ar-Rahim) sebagai Lauhul Mahfudz
Ar-Rahim mewakili rahmat yang lebih spesifik, yaitu rahmat Allah yang terjaga seutuhnya yang diperuntukkan khusus bagi makhluk-Nya yang beriman dan bertaqwa. Dalam konteks hakikat, asma Ar-Rahim [ yang kemudian mentajalikan dirinya dalam wujud Lauhul Mahfudz ] adalah batin dari Ar-Rahman [ Al Qolam ]. Berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pemeliharaan segala ketetapan Allah SWT. Jadi jelaslah bahwa antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim itu ada hubungan yang bersifat zahir dan batin yang tidak terpisahkan.
Dalam logika kehidupan dunia, Al-Qolam ( sifat Allah yang zahir dan yang maskulin itu, adalah ibarat fungsi dari laki-laki atau ibarat diri Adam ) karena fungsinya yang menuliskan atau yang menorehkan garis-garis takdir dan ketentuan atas segala sesuatu. Dan adapun Lauhul Mahfudz itu sendiri ( yang adalah sifat Allah SWT yang batin dan yang feminim, ibarat diri perempuan atau ibarat siti Hawa ) yang adalah menjadi objek dari tulisan atau torehan Al Qolam, dan yang sekaligus juga berfungsi menjaga, merawat dan yang mewadahinya [ jika coba dicocok-cocokkan, ini mirip dengan makna simbol dari Lingga & Yoni dalam tradisi agama Hindu ], sebuah kebenaran hakiki yang terserak.
Logika hakikat: Ar-Rahim mewakili sifat batiniah yang lebih lembut dan spesifik, sama seperti Lauhul Mahfudz yang berfungsi menjaga seluruh ketetapan dari yang telah dituliskan oleh Al-Qolam. Hubungan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim menyerupai hubungan antara Adam dan Hawa, atau raga dan jiwa: satu adalah zahir, yang lain adalah batin. Ar-Rahman adalah manifestasi rahmat Ilahi dalam aspek yang lebih luas (zahir), sementara Ar-Rahim adalah manifestasi yang lebih spesifik dan yang menjaga dan memelihara (batin).
4. ملك (Malik) sebagai Kursi
Malik menggambarkan kekuasaan dan otoritas Allah atas seluruh ciptaan, yang mencakup alam semesta. Kursi, sebagai ruang pengaturan dan pelaksanaan takdir yang tertulis, berfungsi sebagai manifestasi kekuasaan Allah yang mengendalikan alam semesta dengan hukum-hukum-Nya.
Logika hakikat: Malik mewakili eksekusi ketetapan dan hukum-hukum Allah yang dijalankan melalui Kursi, di mana seluruh ketetapan dari Lauhul Mahfudz dilaksanakan dalam alam ciptaan.
Kesimpulan
Dalam pandangan hakikat, hubungan antara empat unsur ini dengan Surat Al-Fatihah lebih dalam daripada sekadar simbol. Al-Hamd yang kemudian mentajalikan dirinya sebagai Al-Qolam menggambarkan aspek zahir dari seluruh penciptaan (Nur Muhammad). Asma Ar-Rahman yang kemudian mentajalikan dirinya sebagai Arsy menunjukkan rahmat Allah yang besar dan menyeluruh, yang bertahta di atas seluruh makhluk yang diciptakannya. Asma Ar-Rahim yang kemudian bertajali sebagai Lauhul Mahfudz melambangkan aspek batiniah dari Al qolam yang berfungsi menjaga dan mewadahi segala ketetapan takdir. Asma Al Malik yang kemudian mentajalikan dirinya sebagai Kursi menggambarkan pelaksanaan hukum-hukum Allah yang mengatur seluruh alam semesta.
Pendekatan seperti ini tentunya jauh lebih mendalam dan mengarah pada pemahaman hakikat yang lebih utuh, karena dapat mengintegrasikan konsep spiritual dengan metafisik dan nash yang lebih esoterik.
Obrolan Ilmu Hakikat Seputar Empat Elemen Nur Muhammad
By Mang Anas
Topik 3
Penciptaan versus Emanasi :
1. Al Qolam = Al Hamdu = Nur Muhammad = Yang adalah hakikat Diri Allah SWT [ sang Logos ]
2. Arsy = Ar Rahman = Dohirnya diri Allah SWT = merupakan perwujudan diri Allah dalam bentuk alam semesta beserta apa yang ada didalamnya
3. Lauhul Mahfudz = Ar Rahim = Batinnya diri Allah SWT = Merupakan Software dari mesin maha cerdas alam semesta
4. Kursi = Malik = Adalah tempat perwujudan terjadinya berbagai ketentuan takdir
Mohon untuk bisa dibantu lebih jelas lagi rangkaian logikanya
Untuk memperjelas lebih lanjut rangkaian logika yang telah Anda susun mengenai empat elemen penting (Al-Qolam, Arsy, Lauhul Mahfudz, dan Kursi) dan keterkaitannya dengan Diri Allah SWT, mari kita uraikan masing-masing poin dengan lebih rinci dalam konteks ilmu hakikat:
1. Al-Qolam = Al-Hamdu = Nur Muhammad = Hakikat Diri Allah SWT (Sang Logos)
Al-Qolam sebagai pena pencatat takdir mewakili awal mula dari segala sesuatu, di mana seluruh ketetapan Allah ditulis. Al-Hamdu sebagai pujian tertinggi kepada Allah adalah manifestasi dari Nur Muhammad, yang menjadi asal mula penciptaan. Nur Muhammad dipandang sebagai aspek pertama dari cahaya Ilahi yang memancar, membawa kehendak Allah ke dalam wujud.
Logika hakikat: Nur Muhammad adalah hakikat dari Diri Allah dalam bentuk yang bisa dipahami oleh makhluk, mewakili aspek penciptaan yang berada di balik semua keberadaan. Ia adalah Sang Logos, atau Firman "Kun" (Jadilah), yang kemudian menjadi perantara dalam penciptaan seluruh alam. Dengan demikian, Al-Qolam mencatat perintah penciptaan dan segala ketetapan, dan Al-Hamdu adalah manifestasi dari pujian kepada Allah melalui Nur Muhammad, yang mencerminkan kesempurnaan Ilahi.
2. Arsy = Ar-Rahman = Zahirnya Diri Allah SWT
Arsy adalah simbol dari kekuasaan dan kendali Allah atas alam semesta. Dalam konteks hakikat, Ar-Rahman sebagai zat yang bertahta di atas Arsy mengungkapkan manifestasi Zahir dari Diri Allah, yaitu perwujudan dalam bentuk alam semesta beserta segala isinya. Segala sesuatu yang ada di alam ini adalah manifestasi eksternal (zahir) dari kehendak dan kekuasaan-Nya.
Logika hakikat: Alam semesta, yang merupakan wujud zahir, adalah perwujudan diri Allah yang bertahta melalui Arsy. Ar-Rahman menunjukkan rahmat yang menyelimuti segala sesuatu, mengalir dari kekuasaan-Nya atas alam semesta. Arsy adalah pusat dari manifestasi zahir Allah dalam ciptaan-Nya, di mana segala sesuatu muncul sebagai perwujudan eksternal dari keberadaan-Nya.
3. Lauhul Mahfudz = Ar-Rahim = Batinnya Diri Allah SWT (Software Mesin Maha Cerdas Alam Semesta)
Lauhul Mahfudz mewakili aspek batin, tempat di mana seluruh ketetapan dan takdir disimpan dan terjaga. Dalam konteks ini, Ar-Rahim menggambarkan sifat kasih sayang yang menjaga dan mengatur secara lebih spesifik ketetapan yang telah dituliskan oleh Al-Qolam. Lauhul Mahfudz bertindak sebagai software atau sistem cerdas yang mengendalikan seluruh mekanisme alam semesta berdasarkan ketetapan Allah.
Logika hakikat: Lauhul Mahfudz sebagai software alam semesta adalah batin dari segala sesuatu yang terjadi di alam ini. Jika Arsy adalah perwujudan zahir Allah, maka Lauhul Mahfudz adalah aspek batin, di mana segala takdir dan ketetapan berada dalam simpanan-Nya. Ar-Rahim, sebagai rahmat yang menjaga ketetapan, memastikan bahwa setiap detail dari takdir berjalan sesuai dengan kehendak-Nya.
4. Kursi = Malik = Tempat Perwujudan Terjadinya Ketentuan Takdir
Kursi adalah ruang atau tempat di mana segala ketetapan yang telah ditulis di Lauhul Mahfudz dieksekusi dan terjadi dalam realitas. Malik, yang berarti Raja atau Penguasa, mewakili otoritas Allah dalam menjalankan dan mengeksekusi ketetapan-Nya. Di sinilah segala takdir yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz diwujudkan dalam bentuk nyata.
Logika hakikat: Kursi adalah manifestasi dari kekuasaan Allah dalam eksekusi takdir, di mana segala yang telah ditentukan oleh Allah terjadi. Dalam Kursi, hukum-hukum Ilahi dijalankan sesuai dengan perintah Allah, dan alam semesta berjalan di bawah kendali-Nya. Malik, sebagai penguasa, memastikan bahwa segala takdir yang telah ditetapkan terealisasi dalam ruang dan waktu yang sesuai.
Kesimpulan
Rangkaian logika ini menunjukkan hubungan integral antara Al-Qolam, Arsy, Lauhul Mahfudz, dan Kursi dalam konteks hakikat:
Al-Qolam sebagai Logos atau Nur Muhammad, mencatat kehendak Allah dalam bentuk pujian tertinggi (Al-Hamd) yang merepresentasikan permulaan penciptaan.
Arsy sebagai manifestasi zahir dari Allah, mewujudkan alam semesta dalam naungan rahmat-Nya yang tak terbatas (Ar-Rahman).
Lauhul Mahfudz sebagai software alam semesta, menjaga dan mengatur takdir yang sudah ditetapkan dalam wujud batin-Nya (Ar-Rahim).
Kursi sebagai tempat di mana segala takdir dan ketetapan Allah terjadi, mencerminkan kekuasaan-Nya yang tertinggi sebagai Raja (Malik) yang mengeksekusi segala sesuatu sesuai dengan ketetapan Ilahi.
Pandangan ini menggabungkan elemen-elemen metafisik dan logika hakikat untuk memberikan gambaran utuh tentang bagaimana alam semesta diciptakan dan dikendalikan oleh Allah melalui keempat elemen ini.
Apakah penjelasan ini lebih sesuai dengan pandangan Anda?
Terima kasih! Jika ada bagian lain yang ingin didalami atau dijelaskan lebih lanjut, saya dengan senang hati siap berdiskusi lebih dalam. Mari kita teruskan eksplorasi pemikiran ini!
Obrolan Ilmu Hakikat Seputar Teori Asal Usul Keberadaan
By Mang Anas
Topik ke 1
Satu hal yang membuat para filosof mendapati kebuntuan dalam memahami asal mula ada adalah karena paradigma pemikiran mereka berkutat dalam konteks dualisme antara Tuhan dan Makhluk, sang Pencipta dengan Yang diciptakan, Yang ada dengan yang diadakan.
Beda halnya dengan teori Wahdatul Wujud [ teori emanasi ], dengan paradigma ini kebuntuan berpikir tidak terjadi. Teori asal mula ada bisa dijawab tuntas.
Cara pandang syariah = Penciptaan Makhluk
Cara pandang hakikat = Emanasi Tuhan [ tajalli ]
Bahasan : Pandangan teori Wahdatul Wujud (teori emanasi) menawarkan cara baru untuk mengatasi kebuntuan filosofis yang sering kali muncul akibat paradigma dualistik yang memisahkan Tuhan dan makhluk. Dalam teori ini, keberadaan dipahami sebagai hasil emanasi atau pancaran langsung dari Tuhan, bukan sebagai proses penciptaan yang melibatkan keterpisahan antara Pencipta dan yang diciptakan.
Perbedaan Paradigma
Syariat : Memandang penciptaan sebagai proses di mana Tuhan menciptakan makhluk dari ketiadaan. Ini menciptakan pemisahan antara Yang Ada (Tuhan) dan yang diadakan (makhluk). Konsep ini menekankan pada keterpisahan antara Pencipta dan ciptaan, yang secara teologis diterima dalam pemahaman umum.
Hakikat : Memandang alam semesta sebagai pancaran (tajalli) dari Tuhan. Dalam teori emanasi ini, Tuhan memancarkan eksistensi-Nya ke alam semesta secara bertingkat, sehingga segala sesuatu yang ada adalah perwujudan dari pancaran Diri-Nya. Tidak ada keterpisahan hakiki antara Tuhan dan makhluk dalam pengertian ini, karena makhluk hanyalah bayangan atau manifestasi dari Dzat yang Esa.
Logika Wahdatul Wujud (Emanasi)
Dalam teori Wahdatul Wujud, segala sesuatu berasal dari Tuhan dan kembali kepada-Nya. Tidak ada dualitas atau keterpisahan absolut antara Tuhan dan makhluk. Tuhan adalah sumber keberadaan, dan segala makhluk adalah cerminan dari Dzat-Nya. Alam semesta dipahami sebagai pancaran dari Nur Muhammad, yang menjadi dasar seluruh eksistensi. Setiap entitas yang ada adalah hasil dari penampakan atau manifestasi Diri Ilahi.
Tajalli : Dalam konsep ini, penciptaan dipahami sebagai tajalli atau manifestasi, bukan sesuatu yang terpisah dari Tuhan, melainkan ekstensi dari Diri-Nya sendiri. Tuhan "muncul" dalam berbagai bentuk, tanpa kehilangan keesaan-Nya. Setiap tahap penciptaan adalah tingkat emanasi yang lebih rendah dari Dzat Ilahi.
Penyelesaian Kebuntuan Filsafat
Teori emanasi ini menghilangkan dualisme yang membuat para filosof terjebak dalam perdebatan tentang keterpisahan antara Tuhan dan ciptaan. Dalam paradigma Wahdatul Wujud, segala sesuatu yang ada hanyalah tingkat-tingkat berbeda dari manifestasi Tuhan, sehingga asal mula ada dapat dijelaskan sebagai proses berkelanjutan dari emanasi Ilahi yang tanpa henti.
Pandangan ini sangat selaras dengan pendekatan metafisik dan spiritual dalam ilmu hakikat, di mana penciptaan dilihat bukan sebagai sesuatu yang terpisah dari Tuhan, tetapi sebagai bagian dari perwujudan Tuhan itu sendiri.
---------®-------
Topik 2
Dalam pandangan saya paradigma teori Wahdatul Wujud terkait asal usul keberadaan alam semesta itu memiliki dasar nash yang lebih sahih serta landasan logika yang jauh lebih kokoh, lebih Koheren dan lebih komprehensif dibanding paradigma teori penciptaan yang selama ini dianut dan mempengaruhi banyak orang. Dan adapun dasar nash yang dimaksud adalah,
هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ (٣)
Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Hadid ayat 3)
Dialah yang awal dan yang batin
1. Fase Ahadiyah
2. Fase Wahdah
3. Fase Wahidiyah
Dialah yang akhir dan yang Dohir
1. Fase Arwah
2. Fase Mitsal
3. Fase Ajsam
4. Fase Kamil
Bahasan : Pandangan mengenai teori Wahdatul Wujud yang berlandaskan QS. Al-Hadid ayat 3 benar-benar mendalam. Ayat ini menjadi dasar penting bagi pemahaman spiritual yang menegaskan bahwa Tuhan adalah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin. Dalam konteks Wahdatul Wujud, seluruh alam semesta dan keberadaan makhluk dianggap sebagai manifestasi langsung dari Tuhan, baik dalam aspek yang tampak (Zahir) maupun yang tersembunyi (Batin).
A. Dialah yang Awal (Al-Awwal)/Batin:
1. Fase Ahadiyah: Ini adalah fase ketunggalan mutlak, di mana Tuhan berada dalam keesaan absolut, tanpa ada perbedaan, bentuk, atau manifestasi apapun. Pada fase ini, hanya Tuhan yang wujud, tidak ada sesuatu pun yang dapat diketahui selain Diri-Nya sendiri.
2. Fase Wahdah: Fase ini mengindikasikan unitas atau kesatuan, di mana Tuhan mulai menampakkan potensi keberadaan. Meskipun belum ada manifestasi fisik, segala sesuatu telah terkandung dalam potensi keesaan ini.
3. Fase Wahidiyah: Fase ini mencerminkan bahwa dari unitas muncul keanekaragaman, yakni penciptaan realitas spiritual yang pertama. Nur Muhammad sering dianggap sebagai manifestasi pertama pada fase ini.
B. Dialah yang Akhir (Al-Akhir)/Zahir:
4. Fase Arwah: Pada fase ini, wujud-wujud spiritual seperti ruh mewujud. Ini adalah tahap di mana entitas spiritual mulai muncul sebagai manifestasi dari Tuhan.
5. Fase Mitsal: Dalam fase ini, wujud-wujud ruhani atau spiritual mengambil bentuk yang lebih nyata, seperti cetak biru dari alam semesta fisik, tetapi masih dalam bentuk non-material.
6. Fase Ajsam: Fase ini adalah manifestasi fisik dari wujud, di mana segala sesuatu mulai muncul dalam bentuk materi, menjadi alam semesta fisik yang kita kenal.
7. Fase Kamil: Ini adalah tahap kesempurnaan, di mana wujud yang ada menjadi manifestasi penuh dari Tuhan. Di sini, manusia sempurna atau Insan Kamil merupakan representasi paling sempurna dari manifestasi Tuhan dalam alam semesta.
Dalam teori Wahdatul Wujud, semua fase ini adalah aspek dari satu wujud Tuhan yang menampakkan diri dalam berbagai bentuk dan tingkatan, tanpa ada keterpisahan antara Tuhan dan ciptaan. Segala sesuatu kembali kepada Tuhan, dan segala sesuatu merupakan pancaran dari wujud Tuhan yang satu.
Mengapa Allah Bersemayam : Tafsir Atas Ayat Penciptaan Langit dan Bumi
By Mang Anas
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ (٤)
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy [ setelah sebelumnya Dia terlebih dahulu menetapkan hukum logaritma alam semesta kedalam chip mesin maha cerdas yang bernama Al Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy dan Kursi ]. [ Dan dengan chip mesin maha cerdas itu maka ] Dia [ akan dengan mudah mengontrol ] mengetahui [ dan mengendalikan ] apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia [ juga yang membenamkan chip mesin maha cerdas itu ] pada dirimu [ dia akan mengikatmu dan akan beroperasi secara otomatis pada dirimu ] di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan [ lewat mekanisme chip mesin maha cerdas yang sudah dirancang dan ditetapkannya ]. (Q.S. Al-Hadid ayat 4)
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يُّحْيِ َۧ الْمَوْتٰىۗ بَلٰٓى اِنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (٣٣)
Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya [ karena sifat ilmu dan kemahaperkasaan yang ada padanya ] , dan Dia kuasa menghidupkan yang mati ? [ Karena Dia memiliki Ilmunya dan karena segala sesuatu ada dibawah kendalinya ] Begitulah [ kebesaran kekuasaan Tuhanmu ] ; sungguh, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Ahqaf ayat 33)
اَفَعَيِيْنَا بِالْخَلْقِ الْاَوَّلِۗ بَلْ هُمْ فِيْ لَبْسٍ مِّنْ خَلْقٍ جَدِيْدٍ (١٥)
Maka apakah Kami [ yang dalam hal ini adalah Allah dan para malaikatnya yang mengoperasikan chip mesin maha canggih yang berupa Al Qolam, Lauhul Mahfudz, Arsy dan Kursi ] letih dengan penciptaan yang pertama [ yaitu penciptaan langit dan bumi beserta apa yang ada didalamnya ] ? (Sama sekali tidak) bahkan mereka [ yang nalarnya cekak dan pendek itu ada ] dalam keragu-raguan tentang penciptaan yang baru [ yakni kebangkitan setelah mati, padahal bagi kami itu sangat mudah dan bahkan prosesnya jauh lebih sederhana dibanding penciptaan yang pertama ]. (Q.S. Qaf ayat 15)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍۖ وَّمَا مَسَّنَا مِنْ لُّغُوْبٍ (٣٨)
Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun [ karena segala sesuatunya dapat berjalan secara otomatis ]. (Q.S. Qaf ayat 38)
Senin, 23 September 2024
Pandangan Dan Saran Untuk Konsep Trinitas Kristen
By Mang Anas
Sifat sifat utama Allah dalam Islam seperti Ar Rahman [ Allah Sebagai Sang Maha Pencipta ], Ar Rahim [ Allah Sebagai Sang Maha Pemelihara ] dan Al Malik [ Allah Sebagai Sang Maha Kuasa ] adalah juga konsep trinitas, hanya saja itu trinitas dalam pengertian sifat sifat Allah dan bukannya pada dzat Allah. Jika saja kekristenan sedari awal menyadari konsep ini, maka kebingungan dan perdebatan mereka selama berabad-abad mengenai hakikat Trinitas bisa segera mendapatkan titik temu.
Pandangan itu disampaikan sehubungan adanya perbedaan mendasar antara konsep ketuhanan dalam Islam dan Kekristenan, serta memberikan alternatif cara pandang yang mungkin bisa membantu teman teman Kristen kita mengatasi kebingungan yang muncul dari doktrin Trinitas. Dalam konteks ini, konsep tiga sifat-sifat Allah yang paling utama seperti Ar-Rahman (Sang Maha Pencipta), Ar-Rahim (Sang Maha Pemelihara), dan Al-Malik (Sang Maha Kuasa) sebagaimana tertera dalam Qur'an surat Al Fatihah itu bisa dianggap sebagai konsep "Trinitas" dalam Islam. Bedanya dengan Kekristenan, Trinitas dalam Islam itu dapat diletakkan secara tepat, yaitu semata merupakan manifestasi sifat-sifat Allah, dan bukan dalam konteks pengertian dzat yang terpisah.
Berikut adalah beberapa poin yang dapat memperjelas bagaimana pendekatan ini mungkin bisa membantu teman teman Kristen dalam memahami konsep Trinitas mereka, dan bagaimana perbedaan teologis antara Islam dan Kristen ini nantinya bisa diatasi:
1. Sifat-Sifat Allah dalam Islam: Penekanan pada Keesaan
Dalam Islam, Allah dipahami sebagai satu dzat yang memiliki banyak sifat (asma’ul husna). Sifat-sifat Allah yang utama, seperti Ar-Rahman, Ar-Rahim, dan Al-Malik, adalah ekspresi dari kekuasaan-Nya, kasih sayang-Nya, dan penciptaan-Nya. Namun, sifat-sifat ini tidak pernah dianggap sebagai pribadi yang berbeda atau terpisah dari dzat Allah. Semua sifat ini adalah bagian integral dari satu Allah yang Esa.
Jika konsep Trinitas dalam Kekristenan dipahami dalam konteks sifat-sifat Allah yang berbeda tetapi tetap satu dalam dzat, maka kesulitan dalam menjelaskan bagaimana Bapa, Anak, dan Roh Kudus bisa menjadi satu Allah mungkin bisa diatasi. Bapa dapat dilihat sebagai perwujudan penciptaan (seperti Ar-Rahman), Anak sebagai manifestasi kasih dan pemeliharaan (seperti Ar-Rahim), dan Roh Kudus sebagai kuasa Allah yang bekerja di dunia (seperti Al-Malik).
2. Pemisahan Dzat dan Sifat
Masalah utama dalam doktrin Trinitas mungkin terletak pada pemisahan dzat dan sifat yang terlalu tajam. Dalam teologi Islam, sifat-sifat Allah tidak dipisahkan dari dzat-Nya. Sifat-sifat ini menggambarkan tindakan dan karakteristik Allah, tetapi tidak mengubah keesaan-Nya. Jika Kekristenan sejak awal mengikuti pola ini, maka konsep Allah yang satu tetapi memiliki manifestasi yang berbeda melalui sifat-sifat-Nya mungkin akan lebih mudah dipahami tanpa memisahkan-Nya ke dalam tiga pribadi yang berbeda.
3. Alternatif pandangan, Trinitas harus dipandang sebagai sifat Allah, dan bukannya sebagai Pribadi Allah
Jika Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipahami bukan sebagai tiga pribadi yang berbeda, tetapi sebagai tiga sifat utama Allah yang melambangkan tindakan-Nya di dunia (penciptaan, pemeliharaan, dan kuasa), maka pemahaman tentang Trinitas bisa lebih mendekati konsep keesaan Allah yang lebih konsisten dengan teologi monoteistik. Ini juga akan lebih mudah dijelaskan dalam kerangka bahwa Allah tetap satu dalam dzat-Nya, tetapi memiliki manifestasi sifat yang berbeda sesuai dengan peran-Nya.
4. Mengatasi Kebingungan : Bagaimana Fokus pada Keesaan Dzat
Salah satu kesulitan utama dalam doktrin Trinitas adalah menjelaskan bagaimana Allah bisa satu, tetapi juga tiga pribadi. Dalam pendekatan sifat-sifat Allah, fokus utamanya tetap pada keesaan dzat-Nya, sementara sifat-sifat-Nya membantu menjelaskan bagaimana Allah bertindak dalam dunia dan berinteraksi dengan umat manusia. Pendekatan ini mungkin bisa membantu menghindari kebingungan tentang adanya tiga pribadi yang berbeda, yang sering kali disalahartikan sebagai tiga Tuhan.
5. Kesimpulan
Jika Kekristenan sejak awal memahami Allah dalam konteks sifat-sifat-Nya yang berbeda tetapi tetap dalam satu dzat, kebingungan tentang Trinitas mungkin bisa diminimalisir. Konsep Trinitas bisa dipahami sebagai tiga sifat utama Allah (seperti dalam asma’ul husna dalam Islam) yang menggambarkan tindakan-Nya dalam dunia, bukan tiga pribadi yang berbeda. Dengan demikian, keesaan Allah bisa lebih dipertahankan tanpa perlu memisahkan-Nya menjadi tiga entitas yang berbeda. Pendekatan ini dapat mendekatkan pemahaman monoteistik yang lebih kuat dan mengatasi kebingungan teologis yang muncul dari doktrin Trinitas.