By Mang Anas
Konsep Martabat Tujuh merupakan salah satu ajaran metafisik dalam tradisi tasawuf yang menjelaskan proses penciptaan alam semesta dan manifestasi Tuhan dalam berbagai tingkatan wujud. Ajaran ini erat kaitannya dengan konsep Wahdatul Wujud (kesatuan wujud), di mana segala sesuatu yang ada berasal dari dan kembali kepada Tuhan. Martabat Tujuh menggambarkan tahap-tahap atau tingkatan yang dilalui oleh esensi Tuhan (Dzat) dalam proses penciptaan hingga terbentuknya alam semesta dan makhluk di dalamnya. Berikut penjelasan tentang tujuh martabat tersebut:
1. Martabat Ahadiyah (Tingkat Kesatuan Mutlak)
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (Q.S. Al-Fatihah ayat 1)
Ahadiyah adalah martabat tertinggi yang menggambarkan Tuhan dalam keadaan mutlak seumpama huruf ب, belum ada manifestasi apa pun, baik dalam bentuk ide, sifat, maupun ciptaan. Di sini, hanya ada Dzat Tuhan yang bersifat Maha Esa, tanpa atribut atau sifat apa pun yang bisa dipahami oleh makhluk. Dalam keadaan ini, Tuhan sepenuhnya tidak bisa dijangkau oleh akal atau indera makhluk.
2. Martabat Wahdah (Tingkat Kesatuan Sifat)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ (٢)
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,( Q.S. Al-Fatihah ayat 2)
Dalam martabat ini, Dzat Tuhan mulai memproyeksikan kehendak untuk menciptakan. Di sini, muncul kesadaran tentang potensi penciptaan dan sifat-sifat Tuhan yang akan menjadi dasar segala sesuatu. Ini adalah tingkat pertama manifestasi Tuhan dalam bentuk sifat-sifat yang kemudian menjadi realitas dasar dari seluruh alam semesta. Namun, pada tahap ini, semua masih berada dalam bentuk potensi, masih dalam bentuk اَلْحَمْدُ ( Nur Muhammad ) belum terjadi penciptaan konkret.
3. Martabat Wahidiyah (Tingkat Kesatuan Nama-Nama)
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ (٣)
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,(Q.S. Al-Fatihah ayat 3)
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ (٤)
Pemilik hari pembalasan.(Q.S. Al-Fatihah ayat 4)
Pada tingkat ini, muncul manifestasi nama-nama Tuhan (Asma' Allah). Nama-nama ini mencerminkan sifat-sifat Tuhan yang lebih spesifik, seperti Ar-Rahman ( Maha Pengasih ),Ar-Rahim ( Maha Penyayang ) dan Al Malik ( Maha Berkuasa ). Manifestasi nama-nama ini menjadi cikal bakal dari keberadaan makhluk dan alam semesta. Namun, penciptaan masih bersifat laten dan belum menjadi bentuk yang nyata.
4. Martabat Alam Arwah (Tingkat Dunia Ruh)
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ (٥)
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.(Q.S. Al-Fatihah ayat 5)
Pada martabat ini, Tuhan menciptakan ruh atau esensi spiritual dari segala sesuatu yang ada. Ruh-ruh ini belum memiliki bentuk fisik, tetapi sudah merupakan eksistensi yang lebih nyata dibandingkan dengan potensi yang ada dalam martabat sebelumnya. Alam ruh adalah cikal bakal dari eksistensi makhluk, yang nantinya akan turun ke dunia materi. Alam ini adalah tempat ruh-ruh berada sebelum dihembuskan ke dalam jasad di dunia fisik.
5. Martabat Alam Mitsal (Tingkat Dunia Gambaran)
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ (٦)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (Q.S. Al-Fatihah ayat 6)
Martabat ini disebut juga alam mitsal, tempat di mana segala sesuatu mulai mengambil bentuk dalam rupa-rupa gambaran atau citra. Alam ini merupakan cerminan dari apa yang akan terjadi di dunia fisik, sejenis blueprint bagi penciptaan materi. Di sini, makhluk mulai memiliki bentuk dan karakteristik, tetapi masih dalam bentuk non-fisik, berupa gambaran atau bayangan dari wujud materi yang akan terjadi di dunia nyata.
6. Martabat Alam Ajsam (Tingkat Dunia Materi)
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ (٧)
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; (Q.S. Al-Fatihah ayat 7)
Pada martabat ini, alam semesta fisik tercipta. Inilah dunia yang kita huni, dunia materi yang dapat dirasakan dengan indera, seperti manusia, hewan, tumbuhan, bumi, dan benda-benda langit. Pada tahap ini, ruh-ruh yang sudah ada di martabat sebelumnya dihembuskan ke dalam jasad fisik dan hidup di dunia ini. Ini adalah realisasi penuh dari potensi penciptaan yang telah dimulai dari martabat-martabat sebelumnya.
7. Martabat Insan Kamil (Tingkat Manusia Sempurna)
غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ (٧)
bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al-Fatihah ayat 7)
Martabat terakhir ini merupakan puncak penciptaan di mana manusia mencapai tingkat kesempurnaan spiritual, atau dikenal sebagai Insan Kamil (Manusia Sempurna). Pada tahap ini, manusia tidak hanya menjadi makhluk ciptaan, tetapi juga refleksi sempurna dari Tuhan dalam semua sifat-Nya. Manusia yang mencapai martabat ini mampu memahami dan menyaksikan esensi Ilahi dalam dirinya dan alam semesta, serta menyadari kesatuan dengan Tuhan.
Semoga tulisan ini bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar