By. Mang Anas
Pendahuluan
Dalam kehidupan yang penuh kegaduhan dan kecepatan ini, manusia sering lupa akan satu hakikat : jiwa adalah ibarat pisau yang bisa tumpul atau tajam, rapuh atau kuat, tergantung bagaimana ia diperlakukan. Kita membaca banyak buku, belajar banyak teori, namun sedikit yang menyentuh inti batin—tempat di mana kesadaran sejati berdiam.
Allah, dengan kasih dan hikmah-Nya, tidak meninggalkan kita dalam kegelapan batin. Ia menurunkan Al-Qur’an, bukan sekadar kitab berisi kata-kata, tetapi alat pengasah jiwa yang sempurna. Setiap huruf, kata dan kalimatnya, memiliki resonansi gelombang dan getaran. Resonansi gelombang dan getaran itu bukan sekadar bunyi : ia mampu menembus dada, menyentuh hati, membangkitkan rasa rindu dan haru-biru kepada Sang Pencipta. Gelombang fonetiknya selaras sempurna dengan makna, sehingga membaca Al-Qur’an itu bukan hanya aktivitas intelektual, tapi menjadi proses pengalaman spiritual yang benar benar hidup.
Namun, kebanyakan manusia membaca Al-Qur’an hanya dengan pikiran, mengejar makna semata, tanpa menyentuh resonansi batiniahnya yang sejati. Jarang yang tahu, bahwa al-Qur'an itu di balik setiap hurufnya tersimpan energi yang mampu menajamkan kesadaran, melembutkan hati, dan membuka dada manusia ke gerbang perbendaharaan ilmu-ilmu Allah SWT, hal yang selama ini tersembunyi dari pandangan manusia biasa, " Bahwa Allah akan mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya " Allamal insana malam yalam.
Pengalaman batin
Ketika dibaca dengan rasa dan direnungkan, Al-Qur’an menjadi sayatan lembut ke dalam jiwa. Hati tersentuh, kesadaran tersentak, dan ruh terasa terpanggil. Kita tidak hanya akan memahami kata-katanya, tetapi juga merasakan energi ilahi di balik setiap hurufnya. Tidak ada ciptaan manusia atau jin yang mampu menghadirkan pengalaman ini.
Inilah bukti nyata dari kebenaran Allah : bahwa Al-Qur’an diciptakan dengan ilmu-Nya. Ia sempurna, harmonis, hidup dan ber-Ruh. Logika, resonansi, dan pengalaman batin dipadukan menjadi satu kesatuan yang tak terjangkau oleh akal manusia. Setiap kali kita membacanya dengan khusyuk, kita merasakan bahwa kesempurnaan itu bukan hanya dimaknai, tapi dirasakan, diterima, dan diresonansi dalam seluruh keberadaan kita.
Huruf-hurufnya = ibarat mata gerinda
Setiap huruf Qur’ani membawa getaran dan energi tersendiri. Huruf-huruf al-Qur'an yang dibaca dengan tajwid dan kesadaran, bukan sekadar bunyi, ia akan menjadi gerinda mikro yang secara halus mengikis kerak-kerak hijab, nafsu dan segala kotoran batin.
Kalimatnya = ibarat permukaan asahan
Ketika sebuah ayat dibaca dengan rasa (perasaan dan kesadaran batin), bukan sekadar pikiran atau hafalan, ia menyentuh seluruh permukaan jiwa. Ayat ayat al Qur'an itu akan menggesekkan jiwa, menajamkan kesadaran, dan menghaluskan kecenderungan yang tumpul.
Proses batiniah
Layaknya mengasah pisau, proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan fokus. Setiap bacaan, setiap getaran huruf, sedikit demi sedikit akan mengikis ketumpulan hati, hingga jiwa menjadi “tajam” dan siap mengikis kerak-kerak hati, selapis demi selapis, hingga hati akan mendapatkan kembali kebeningan dan kemurniannya.
Resonansi rasa
Bila dibaca dengan perasaan, suara huruf-huruf itu membentuk gelombang yang meresap ke dalam dada, seperti energi yang bekerja sendiri. Bukan sekadar kata-kata yang dipahami, tetapi pengalaman batin yang dirasakan, diterima, dan diinternalisasi oleh seluruh keberadaan manusia.
Dengan kata lain, membaca Al-Qur’an dengan sepenuh rasa, jiwa dan penghayatan total adalah praktek pengasahan batin yang paling efektif dan sempurna : sebab setiap hurufnya adalah mata gerinda, kalimat-kalimatnya adalah gesekan asahannya, dan jiwa adalah pisau yang diasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar