Halaman

Sabtu, 27 September 2025

Rahasia Mengapa Al-Qur’an Tidak Menjelaskan Detail Shalat

By. Mang Anas 


Dikisahkan ada dua orang yang sama-sama rajin shalat lima waktu.

Orang pertama, sebut saja Ahmad, sangat teliti dengan gerakan dan bacaan. Ia tidak pernah salah lipat jari, tidak pernah keliru lafadz, dan selalu memastikan ruku serta sujudnya sesuai aturan fiqh. Tetapi setelah selesai shalat, ia kembali memaki orang, menipu dalam jual beli, dan bersikap keras kepada keluarganya.

Orang kedua, sebut saja Ali, shalatnya mungkin tidak seindah Ahmad. Bacaan Qur’annya terbata-bata, gerakannya kadang agak kikuk. Tetapi ketika ia berdiri di hadapan Allah, hatinya bergetar, matanya basah, dan setelah keluar dari shalat, ia menjadi lebih lembut, lebih sabar, dan lebih dermawan kepada orang lain.

Jika dilihat dari sisi fiqh lahiriah, Ahmad lebih sempurna shalatnya. Namun dari sisi hakikat dan buahnya, shalat Ali jauh lebih hidup, lebih dekat dengan maksud Allah.

Detail yang tidak dijelaskan dari Al-Qur’an

Kisah sederhana ini membuka rahasia besar : mengapa Al-Qur’an, kitab suci yang begitu detail dalam banyak hukum, ternyata tidak menjelaskan detail teknis shalat.

> Tentang waris, Al-Qur’an menguraikan angka-angka presisi : setengah, seperempat, seperdelapan.

> Tentang zakat, Al-Qur’an menjelaskan siapa saja penerimanya hingga delapan golongan.

> Tentang wudhu, Al-Qur’an menyebutkan anggota tubuh yang harus dibasuh lengkap dengan urutannya.

Namun tentang shalat ? Tidak ada penjelasan berapa rakaat Subuh, apa bacaan wajib, atau bagaimana posisi ruku dan sujud. Yang ada hanya perintah universal : “Dirikanlah shalat.”

Rahasia Ilahi

Mengapa demikian ? Jawabannya sederhana : karena esensi shalat bukan sekadar gerakan, tetapi lebih menyangkut hubungan batin yang intim antara hamba dengan Tuhannya.

Itulah makanya kenapa terkait perintah shalat Allah hanya menekankan makna besarnya : shalat mencegah dari keji dan mungkar (QS. Al-‘Ankabut : 45), shalat sebagai sarana bagi manusia dalam mengingat dan menyambungkan hatinya kepada Allah (QS. Thaha : 14), dan shalat sebagai sarana untuk membersihkan hati.

Detail teknis kemudian ditunjukkan Nabi ﷺ agar umat punya kerangka bersama. Tetapi Allah sengaja tidak menuliskannya dalam Al-Qur’an, karena yang lebih penting adalah isi, bukan wadah.

Jalan yang Unik

Setiap manusia punya caranya yang unik dalam merasakan kehadiran Allah. Ada yang dengan duduk, ruku, sujud, berbaring dan atau dalam berdiri yang panjang. Ada yang merasa lebih khusyuk lewat dzikir lirih, dan ada yang bergetar dalam lantunan ayat yang lantang.

Itulah rahasia di balik “ketiadaan detail” dalam Qur’an : Allah memberi ruang bagi setiap hati untuk menemukan cara dan jalannya sendiri.

Kerangka shalat memang dibakukan melalui sunnah agar umat tidak tercerai-berai. Namun di dalam kerangka itu, Allah memberi kebebasan seluas-luasnya bagi jiwa untuk menghadirkan rasa yang paling personal bagi dirinya dalam berhubungan dengan-TuhanNya.

Isi dan Buah

Shalat lahiriah adalah gerakan, bacaan, dan tata cara. Shalat batiniah adalah kesadaran, kerendahan hati, dan sambungan batin.

Tanpa isi, shalat hanya tinggal ritual pabrikan. Tanpa buah akhlak, shalat tidak membuahkan apa yang dijanjikan Allah. Karena itu, yang dinilai Allah bukan hanya seberapa rapi ruku kita, tetapi seberapa dalam kita merasakan-Nya, dan seberapa nyata shalat itu mengubah hidup kita.

Apa Artinya bagi Kita Hari Ini ?

Di tengah dunia modern yang sibuk dan serba cepat, seringkali shalat hanya menjadi rutinitas. Orang mengejar gerakan, bacaan, dan hukum lahir, tapi kehilangan kedalaman rasa.

Rahasia yang diajarkan Al-Qur’an adalah : shalat harus menjadi ruang keintiman, bukan sekadar kewajiban.

Jika kita shalat tetapi tetap kasar kepada orang lain, berarti ada yang salah dengan isi shalat kita.

Jika kita shalat tetapi tidak merasa lebih dekat dengan Allah, berarti kita masih sibuk dengan wadah, belum menyentuh isi.

Jika kita shalat tetapi tidak membawa ketenangan dalam hidup, berarti kita belum sungguh-sungguh berdiri di hadapan-Nya.

Maka, yang terpenting bukanlah bertanya : “Apakah shalat saya sudah persis dengan orang lain ?”

Tetapi bertanya: “Apakah shalat saya sudah membuat saya lebih dekat dengan Allah dan lebih baik kepada sesama ?”

Penutup

Maka, rahasia mengapa Al-Qur’an tidak menjelaskan detail shalat adalah karena Allah ingin mengingatkan kita : shalat sejati adalah sambungan hati yang unik antara hamba dan Tuhannya. Bentuknya bisa seragam, tetapi rasanya harus personal.

> Shalat sejati bukan sekadar berdiri, ruku, dan sujud. Shalat sejati adalah berdiri di hadapan Allah dengan kesadaran, ruku dalam kerendahan, dan sujud dalam cinta kepada seluruh ciptaan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar