By. Mang Anas
Pendahuluan
Ketika kita memandang Amerika Serikat melalui cahaya wahyu, kita seperti membuka kitab takdir dari langit : sejarah bukan lagi teka-teki, tapi jejak-jejak hukum Tuhan yang sedang berulang dalam pola yang jelas.
Mengapa ? Karena Al-Qur’an Adalah Radar Masa Depan. Al Qur’an bukan hanya bacaan spiritual, ia adalah “GPS sejarah umat manusia”. Dengan membacanya secara batin dan historis, kita tidak hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi, tapi juga ke mana semuanya sedang diarahkan oleh tangan ghaib-Nya.
Mari kita perdalam beberapa simpulan yang lahir dari pendekatan ini dari beberapa segi utama :
a. Amerika dalam Cermin Firaun (QS Al-Qashash : 4)
"Sesungguhnya Firaun telah berlaku sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah..."
Amerika Serikat memerankan sosok "Firaun global" — negara dengan teknologi tertinggi, militer terkuat, dan ideologi dominan yang memaksakan "ketertiban" versi mereka ke seluruh dunia. Tapi di dalam negeri, mereka menciptakan polarisasi :
🧭Rasisme struktural.
🧭Kesenjangan ekonomi ekstrem.
🧭Politik identitas dan kekacauan sosial.
Seperti Firaun, kekuatannya dibangun di atas penindasan dan propaganda. Tapi Allah berkata :
"Mereka membuat makar, namun Allah adalah sebaik-baik pembalas makar." (Ali Imran : 54)
b. Amerika dan Kaum 'Aad (QS Fussilat : 15)
"Adapun kaum ‘Aad, mereka berlaku sombong di bumi tanpa hak, dan mereka berkata : Siapa yang lebih kuat dari kami ?"
Amerika sering kali menyebut dirinya "the greatest nation on earth" — sombong atas kekuatan nuklir, sains, dan budaya pop. Tapi seperti kaum 'Aad, ketika kekuatan digunakan tanpa hikmah, itu memicu murka sejarah.
Hari ini Amerika sedang diterpa :
🏛️Krisis moral : Hedonisme, runtuhnya keluarga, spiritualitas mati.
🏛️Krisis sosial : Depresi massal, penembakan massal, kecanduan narkoba (opioid crisis).
🏛️Krisis legitimasi : Warga kehilangan kepercayaan pada institusi dan demokrasi itu sendiri.
c. Amerika dan Kisah Saba’ (QS Saba : 15–19)
"Negeri mereka dahulu adalah negeri yang sejahtera dan aman… tetapi mereka berpaling, maka Kami kirimkan kepada mereka banjir besar..."
Amerika seperti negeri Saba’ : makmur, subur, teknologinya tinggi. Tapi ketika mereka berpaling dari keadilan dan menjadikan hawa nafsu sebagai ilah, datang kehancuran dari dalam :
👁️ Perubahan iklim, badai dan kebakaran hutan masif.
👁️ Infrastruktur tua dan rapuh.
👁️Ancaman perpecahan negara bagian (gerakan pemisahan seperti di Texas dan California).
d. Amerika dan Simbol Dajjal
Meskipun tidak disebut langsung dalam Al-Qur’an, tetapi dalam kerangka akhir zaman, Amerika sering ditafsirkan sebagai basis kekuatan Dajjal — bukan karena satu figur, tetapi karena sistem :
🏔️ Kapitalisme tanpa ruhani.
🏔️ Ilmu tanpa hikmah.
🏔️ Globalisasi yang menjajah diam-diam.
Seperti Dajjal yang membawa air tapi sejatinya api, Amerika menjual “demokrasi, kebebasan, dan kemajuan”, tapi membawa kehancuran, penjajahan ekonomi, dan rusaknya akhlak.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya ?
"Dan Kami gantikan tempat mereka dengan kaum yang bukan mereka." (Ad-Dukhan : 28)
Al-Qur’an memberi isyarat bahwa tiap peradaban yang melampaui batas pasti akan digantikan. Dunia kini sedang menuju pergeseran pusat kekuatan — dari barat ke timur, dari sistem ribawi ke sistem yang lebih adil (mungkin lewat perlawanan BRICS, kebangkitan Islam, atau kekuatan ruhani dari arah yang tak disangka-sangka).
e. Timing Kemunduran : "Sunatullah" Sedang Berjalan
“Setiap umat memiliki ajal (masa), maka apabila ajalnya datang, mereka tidak dapat menundanya ataupun mempercepatnya walau sesaat.”— (QS. Al-A'raf : 34)
"Jika kamu berpaling, niscaya Allah akan menggantikanmu dengan kaum yang lain ; lalu mereka tidak akan seperti kamu." (QS. Muhammad : 38)
Secara spiritual, Amerika telah memasuki fase "istidraj" — diberi kelimpahan yang disangka nikmat, padahal itu tali untuk menjerat mereka :
> Utang nasional Amerika lebih besar dari PDB-nya sendiri.
> Dunia mulai bosan dengan dolar dan mencari sistem moneter baru.
> Kematangan teknologi justru disertai kehancuran moral.
Qur’an tak hanya memberi petunjuk arah sejarah, tapi juga memberi pola waktu : ketika sebuah umat semakin sombong dalam kejayaannya, itulah titik balik kehancurannya. Dan Amerika kini persis dalam posisi itu.
f. Kebangkitan Umat Tengah (QS Al-Baqarah : 143)
" Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi atas manusia.”
Ketika poros Barat mulai melemah, Qur’an menubuatkan munculnya umat tengah — umat yang tidak ekstrem, tidak tunduk pada sistem Barat, dan tetap menjaga keseimbangan antara ruh dan dunia. Umat ini :
> Bisa jadi dari Timur (Islam, Asia, Dunia Selatan).
> Berpegang pada nilai-nilai tauhid, keadilan, dan fitrah insani.
> Mampu memimpin peradaban baru setelah badai selesai.
Amerika boleh mendominasi secara militer, tapi siapa yang memegang hikmah, rahmah, dan keseimbangan, itulah yang akan memimpin sejarah selanjutnya.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri kondisi Amerika Serikat saat ini melalui teropong Al-Qur'an, membaca tanda-tanda keruntuhannya dari pola wahyu, dan melihat siapa yang akan mengisi kekosongan sejarah setelahnya. Dan pada akhirnya, kita akan melihat bahwa poros sejarah sedang berputar kembali ke Timur — menuju bangsa yang bangkit dari tidur panjangnya, dan akhirnya kepada umat yang dijanjikan : umat Islam di bawah Al-Mahdi.
1. Amerika : Dari Cahaya Harapan Menjadi Api yang Membakar
Sejarah berdirinya Amerika Serikat adalah sejarah besar — sebuah negeri yang dibangun atas impian melarikan diri dari penindasan, membangun masyarakat yang menjunjung martabat manusia, dan menolak tirani. Konstitusi mereka menjadi model demokrasi. Kebebasan beragama dan hak-hak sipil mereka menjadi kiblat bagi banyak negara berkembang.
Namun dalam Al-Qur'an, kita diajari bahwa setiap imperium memiliki masa. Dalam QS Al-An’am : 6, Allah mengingatkan :
“Tidakkah mereka memperhatikan berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal mereka itu lebih kuat dari mereka ini…”
Amerika mulai berubah ketika kekuatan berubah menjadi keserakahan. Saat idealisme digantikan oleh kepentingan industri senjata dan perbankan. Ketika ekspansi pasar menjadi lebih penting daripada keadilan global.
Di balik bendera demokrasi, lahirlah perang demi perang. Dari Irak ke Afghanistan, dari kudeta rahasia di Amerika Latin hingga dukungan kepada tirani demi stabilitas korporasi. Amerika mulai kehilangan dua hal : tali dari Allah (ruh kasih, keadilan, dan kejujuran) dan tali dari manusia (empati, kerja sama, dan rasa hormat).
Perlahan tapi pasti, mereka menapaki jalan yang dahulu pernah dilewati oleh Babilonia, Fir'aun , Persia dan Roma. Amerika menjadi besar, lalu mulai membesar-besarkan dirinya. Dan sejarah mencatat : setiap yang membesar-besarkan dirinya, akan dipermalukan oleh Tuhan.
2. QS Ali Imran : 112 – Tali dari Allah dan Manusia yang Diputus
"Mereka ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali bila mereka berpegang kepada tali dari Allah dan tali dari manusia. Mereka kembali dengan kemurkaan dari Allah dan ditimpa kehinaan. Itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Itulah karena mereka durhaka dan melampaui batas." (QS Ali Imran : 112)
Ayat ini sesungguhnya tidak hanya menggambarkan kondisi Bani Israil, tetapi juga menawarkan peta sejarah bagi seluruh bangsa dan imperium.
Ayat ini secara eksplisit menyebut bahwa sebuah kaum — bahkan yang pernah menjadi umat pilihan sekalipun — akan ditimpa kehinaan dan keruntuhan, kecuali jika dua hubungan ini dijaga :
1. "ḥabl min Allāh" – ikatan vertikal dengan Allah :
• Menegakkan shalat
• Tauhid yang murni,
• Ketaatan pada wahyu,
• Zuhud terhadap dunia yang menipu.
2. " ḥabl min an-nās " – ikatan horizontal dengan manusia :
• Keadilan sosial dan ekonomi,
• Menghormati hak-hak orang lain,
• Hidup berdampingan, bukan menindas.
Jika salah satu atau keduanya diputus, maka hasilnya bukan saja keruntuhan lahiriah, tetapi juga kehinaan batiniah — yakni hilangnya wibawa, keberkahan, dan pertolongan Ilahi.
Amerika dalam Cermin Ayat Ini
Amerika hari ini adalah contoh nyata dari bangsa yang telah memutus dua tali ini.
> Tali dengan Allah : sudah lama terputus. Tuhan digantikan oleh uang, ketamakan, dan ego nasionalisme buta.
> Tali dengan manusia : penuh kezaliman. Intervensi, embargo, penguasaan sumber daya, eksploitasi tenaga kerja global.
Mereka berbicara tentang kebebasan, tapi membunuh rakyat tak berdosa dengan drone. Mereka berbicara tentang hak asasi, tapi mendukung rezim penjajah dan perampas tanah. Mereka bicara tentang perdamaian, tapi ekonominya dibangun dari industri senjata dan kekacauan.
Apa yang terjadi kemudian? QS Ali Imran : 112 berkata :
"…mereka kembali dengan kemurkaan dari Allah dan ditimpa kehinaan."
Yakni bukan hanya jatuh secara politik, tapi hilangnya kehormatan moral di mata dunia. Lihatlah hari ini : Amerika — walau tampak seolah masih kuat secara militer dan ekonomi — sesungguhnya sedang mengalami proses dhillah (kehinaan) : dunia sudah tidak lagi memandang Amerika sebagai pemimpin etika, melainkan sebagai imperium yang retak dari dalam. Terjadi krisis moral dan mental di dalam negeri. Dunia pun mulai menentangnya secara ekonomi (dedollarisasi, BRICS). Bahkan rakyatnya sendiri mulai kehilangan kepercayaan pada sistem.
Dan inilah awal dari keruntuhan sejati : kehancuran maknawi, sebelum runtuhnya jasad.
Ayat itu seperti prognosis ilahi terhadap nasib bangsa mana pun yang mengulangi jejak Bani Israil, tapi tidak kembali pada dua pilar tadi.
3. Krisis Internal Amerika : Retakan di Dalam Tubuhnya Sendiri
Sebuah pohon tidak langsung tumbang karena badai, melainkan karena akarnya telah lapuk dan batangnya keropos dari dalam. Demikian pula dengan Amerika Serikat hari ini : kekuatannya masih terlihat, tetapi retakannya terdengar dari segala sisi — politik, sosial, ekonomi, bahkan spiritual.
a. Krisis Politik : Bangsa yang Terpecah Menjadi Dua Dunia
Polarisasi politik di Amerika telah mencapai titik ekstrem. Negara itu kini seperti dua bangsa dalam satu wilayah: konservatif vs liberal, kulit putih vs minoritas, nasionalis vs globalis. Pilpres bukan lagi sekadar kontestasi, tapi medan perang identitas. Munculnya tokoh seperti Donald Trump bukan sebab, melainkan gejala dari keretakan sistemik.
Negara yang mengklaim diri sebagai benteng demokrasi justru menunjukkan gejala republik yang retak : ketidakpercayaan terhadap lembaga internasional [ WHO, UNHCR, WTO, ICC, UNESCO dan Perjanjian Iklim Paris ], teori konspirasi merajalela, dan loyalitas bukan kepada konstitusi tetapi kepada tokoh idola, dan hingga Donald Trump pun kini dijadikan tumpuan dan harapan. Hal yang oleh mayoritas publik Amerika Serikat tidak disadarinya, bahwa lewat tokoh inilah " makar Allah SWT terhadap Amerika Serikat sesungguhnya sedang berjalan dan justru mendapatkan momentum terbaiknya ".
b. Krisis Ekonomi : Uang Semu dan Dolar yang Kehilangan Nyawa
Dolar pernah menjadi mata uang paling sakral di dunia. Tapi kini ia hanya hidup dari kepercayaan, bukan kekuatan riil. Utang nasional AS menembus 34 triliun dolar, dan sistem keuangannya digerakkan oleh spekulasi, bukan produktivitas.
Mata uang bukan lagi alat tukar yang mencerminkan nilai barang, tetapi menjadi komoditas yang diperdagangkan seperti saham. Inilah bentuk fasād dalam ekonomi modern — sebagaimana digambarkan dalam QS Al-Baqarah : 275 tentang riba yang melumpuhkan realitas dan menciptakan ilusi kekayaan.
c. Krisis Sosial dan Spiritual : Bangsa yang Kehilangan Jiwa
Rata-rata 1 dari 5 orang dewasa Amerika mengalami gangguan mental. Bunuh diri menjadi penyebab kematian utama generasi muda. Keluarga hancur, pernikahan menurun, kelahiran menurun drastis. Budaya populer semakin banal dan nihil. Moral tidak lagi menjadi kompas, tapi hanya opini yang bisa dinegosiasikan.
Semua ini adalah tanda bahwa tali dari Allah telah putus, dan tali dari manusia pun hancur.
Seperti Fir’aun yang merasa dirinya “tuhan” karena kekuatan sungai Nil, Amerika telah lama hidup dalam ilusi kekuasaannya sendiri. Tapi Al-Qur’an memperingatkan bahwa ketika kekuatan tidak lagi disertai dengan ruh, maka kehancuran adalah takdir yang tak bisa dihindari.
4. Tiongkok : Kebangkitan Sang Naga dan Transisi Kekuasaan Global
"Dan Kami gilirkan hari-hari itu di antara manusia .....(QS Ali Imran: 140)
Kekuasaan dalam sejarah bukanlah warisan abadi. Ia seperti gelombang — naik, dan pasti turun. QS Ali Imran menegaskan bahwa kekuasaan dunia digilirkan, bukan dimonopoli. Dan hari ini, tampaknya giliran itu sedang bergerak dari Barat ke Timur.
Jika Amerika adalah raksasa yang sedang menua, maka Tiongkok adalah naga yang perlahan bangkit dari tidur panjangnya.
a. Kebangkitan Ekonomi yang Bukan Kebetulan
Tiongkok tidak bangkit dalam satu malam. Ia menempuh jalan panjang : disiplin, strategi, dan penguasaan infrastruktur. Inisiatif “One Belt One Road” bukan hanya proyek ekonomi, tapi peta jalan peradaban: menghubungkan Eurasia lewat jalur dagang kuno yang dahulu dikenal sebagai Jalur Sutra.
Amerika membangun dominasi lewat militer dan dolar, Tiongkok membangunnya lewat pelabuhan, rel kereta cepat, dan pengaruh diplomatik.
Ini adalah model kekuasaan baru — bukan kekuatan agresif, melainkan kekuatan tenang yang menembus pasar dan perut bangsa-bangsa.
b. Kelebihan dan Kerapuhan Tiongkok
Namun Tiongkok bukanlah penyelamat dunia. Ia bangkit dengan membawa watak kendali dan kontrol, bukan kebebasan. Ia tidak menawarkan nilai moral global, tetapi stabilitas dan keuntungan ekonomi. Dalam banyak hal, ia adalah transisi sistem dunia, bukan pembaruannya.
Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah bisa menggunakan bangsa mana pun untuk menegakkan kehendak-Nya — bahkan jika bangsa itu tidak mengenalnya. Seperti Nebukadnezar yang menghancurkan Baitul Maqdis sebagai alat Tuhan, Tiongkok bisa menjadi tongkat sejarah untuk menghentikan kesombongan Barat, sebelum tongkat itu pun digantikan oleh bangsa yang lebih layak secara ruhani.
5. Menuju Kembalinya Timur : Peran Umat Islam dan Zaman Al-Mahdi
"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka pewaris." (QS Al-Qasas : 5)
Pergeseran kekuasaan dari Barat ke Timur bukan hanya rotasi geopolitik. Ia adalah kesiapan ruang sejarah untuk menyambut janji Ilahi — munculnya kembali kepemimpinan ruhani di muka bumi. Dan Islam, yang selama ini terlelap, akan bangkit. Tapi bukan melalui jalan konvensional.
Banyak yang menduga bahwa kebangkitan Islam hanya bisa lahir dari jazirah Arab. Namun sejarah membantah : kejayaan Islam dalam sains, filsafat, logika, dan kedokteran lahir dari tangan-tangan bangsa ‘Ajam, khususnya Persia — yang membawa dimensi rasional dan ruhani sekaligus.
Dalam masa yang akan datang, bangsa Persia kembali akan memainkan peran sentral. Dari Iran, dari Khurasan, akan datang gelombang baru yang tidak hanya menguasai teknologi, tapi juga ilmu laduni. Di sanalah akan tumbuh generasi yang tak sekadar hafal ayat, tapi memahami hakikatnya. Mereka akan menjadi jembatan antara wahyu dan sains, antara langit dan bumi.
Imam Al-Mahdi tidak akan datang sebagai pemimpin militer semata. Ia akan memimpin revolusi ruhani dan peradaban. Dan para pemikul benderanya — sebagaimana disebut dalam banyak atsar — adalah pemuda-pemuda dari Timur, yang berjalan bersama cahaya nubuwah dan ilmu.
Dunia Baru : Dari Barat yang Layu Menuju Timur yang Bersinar
> Inggris memulai era kolonial dan dominasi laut.
> Amerika mewarisi hegemoninya dan menguasai udara, media, dan data.
> Tiongkok tampil sebagai kekuatan darat dan pasar global.
> Namun setelah mereka, akan datang kekuatan ruhani dari Islam, yang memimpin bukan karena senjata, tetapi karena hikmah, keadilan, dan ilmu yang mencerahkan.
Penutup
Keruntuhan Amerika bukan akhir dunia — itu hanya pergantian panggung. Dan panggung berikutnya telah disiapkan untuk kebangkitan Islam. Tapi bukan Islam politik yang sempit, melainkan Islam yang kembali pada Qur’an, menyatu dengan ilmu, dan dipimpin oleh sosok yang dijanjikan : Al-Mahdi.
Sejarah sedang menunggu, dan Timur kembali bersinar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar