By. Mang Anas
Pendahuluan
Setiap manusia pernah mengalami saat-saat di mana hidup terasa berat. Di tengah deru masalah, tidak jarang kita merasa dunia ini tidak adil. Mengapa ada orang yang hidupnya mudah dan lapang, sementara kita harus bergulat dengan kesulitan demi kesulitan ? Mengapa sebagian dilahirkan dengan banyak kelebihan, sementara sebagian lain harus bertahan dalam keterbatasan ?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini seringkali membuat hati gelisah. Bahkan tidak jarang menggoyahkan keyakinan kita akan kebijaksanaan Tuhan. Apakah semua ini memang sudah ditakdirkan ? Jika ya, adakah keadilan dalam pembagian takdir itu ?
Di sinilah kita perlu membuka kembali makna terdalam dari takdir.
Bukan sekadar nasib baik atau buruk, bukan hanya tentang susah dan senang, melainkan tentang peran yang telah ditetapkan untuk setiap jiwa sebelum ia dilahirkan ke dunia.
Artikel ini mengajak Anda menelusuri ulang cara pandang kita terhadap takdir. Bukan untuk membuat kita pasrah, apalagi menyerah — melainkan untuk menyalakan kesadaran : bahwa setiap kita sedang menjalani sebuah lakon besar, yang telah kita sanggupi jauh sebelum kita mengenal dunia ini. Dan hidup yang benar bukanlah tentang posisi apa yang kita tempati, tapi bagaimana kita memainkan peran itu dengan sebaik-baiknya.
1. Apa Itu Hakikat Takdir ?
Takdir adalah pembagian lakon dan peran setiap jiwa dalam kehidupan dunia. Setiap manusia memiliki panggungnya sendiri, memiliki naskahnya sendiri, dan Tuhan memiliki cara sendiri dalam mengarahkannya. Dengan demikian maka hakikat takdir adalah bukan soal kita akan jadi apa, tapi apa tugasmu di dunia ini.
Setiap jiwa ditetapkan menjalani sebuah peran tertentu dalam dunia, dan peran itu sudah ditetapkan jauh sebelum manusia dilahirkan.
“Kamu akan kulahirkan dalam kondisi ini, dengan kapasitas ini, dan Aku ingin kamu jalani peran ini sebaik mungkin.”
2. Peran Dunia Hanyalah Skenario, Bukan Ukuran Kemuliaan
♓ Kaya–miskin, pedagang dan petani, pejabat dan rakyat jelata, majikan dan buruh, pejabat atau pengusaha, serta dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan, itu hanya soal penempatan kita dalam lakon. Hanya soal pembagian tugas, peran dan tanggungjawab kita dalam panggung kehidupan dunia. Itu bukan tanda cinta atau murka Tuhan. Maka, berhentilah membandingkan takdirmu dengan orang lain. Fokuslah pada naskah hidupmu sendiri. Karena Tuhan menulisnya khusus untukmu.
♓ Jangan pernah iri pada lakon dan peran yang dijalani orang lain, karena Tuhan telah membaginya dengan ilmu dan hikmah-Nya. Tidak ada pembagian yang salah. Yang ada hanya manusia yang salah memahami.
♓Tujuan dari pembagian peran adalah agar manusia dapat saling menopang dan melengkapi satu sama lain dalam menjalani kehidupan. Allah berfirman :
اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّاۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ (٣٢)
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Q.S. Az-Zukhruf ayat 32)
Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan status dan peran di antara manusia adalah bagian dari rencana Ilahi, sehingga kita dapat saling membantu dan bekerja sama.
♓ Tuhan juga menegaskan bahwa nilai dari kehidupan diukur dari bagaimana peran itu dijalankan, bukan dari perannya itu sendiri. Sebab dimata Tuhan semua peran berharga sama.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Artinya : "(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun." (QS. Al-Mulk: 2)
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya." (QS. Al-Kahfi: 7)
Allah tidak menguji manusia berdasarkan hasil (output), tapi berdasarkan bagaimana seseorang memainkan perannya dan dengan niat serta kualitas batin yang paling baik, sesuai takdir atau lakon yang telah dibebankan kepadanya. Maka, "Ahsanu ‘Amala" adalah indikator keberhasilan menjalani takdir dengan sebaik-baiknya, bukan dengan membandingkan nasib antar manusia.
3. Mengapa Tuhan Dengan Sengaja Merancang Berbagai Skenario Takdir Bagi Makhluknya ?
Pernahkah kita berpikir, mengapa ada orang yang menjadi petani, sementara yang lain jadi pedagang, buruh, nelayan, pengrajin, atau pengusaha, atau harus lahir menjadi seorang laki-laki dan perempuan ?
Ini bukan sekadar pilihan hidup biasa. Ini adalah takdir peran yang sudah diatur dalam skenario agung Sang Pencipta. Sebuah sistem besar yang dirancang agar manusia bisa hidup saling menopang, saling membantu, dan saling membutuhkan satu sama lain.
> Petani bekerja di bawah terik matahari, menanam dan memanen hasil bumi agar kita semua bisa makan. Tanpa mereka, nasi tak akan pernah tersaji di meja kita.
> Nelayan berlayar melawan gelombang laut, menantang badai, agar ada ikan segar di dapur kita.
> Peternak bangun pagi-pagi sekali, memberi makan hewan ternaknya, agar ada daging, telur, dan susu yang bisa kita nikmati.
> Penjahit dan pemintal bekerja dengan sabar dan teliti agar tubuh kita terlindungi oleh pakaian yang hangat, nyaman dan pantas.
> Pedagang menjembatani antara penyedia barang dan pembeli. Mereka memudahkan kita mendapatkan berbagai kebutuhan tanpa harus capek-capek mencarinya ke tempat yang jauh.
> Buruh dan karyawan berkeringat dan bekerja keras di pabrik, kantor, jalan, dan pasar demi menciptakan produk dan layanan yang kita gunakan sehari-hari.
> Ibu Rumah Tangga harus mengerjakan hampir semua pekerjaan dasar manusia sehari-hari — mulai dari mengatur keuangan keluarga, membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak, mengasuh anak-anak, hingga menjaga ketertiban rumah tangga.
Sungguh, jika dilihat dari kacamata dunia, ia tampak biasa. Tapi jika dilihat dari kacamata Tuhan, amalnya pasti jauh lebih berharga daripada orang-orang yang kerja kantoran di gedung-gedung mewah. Karena meskipun ia menjalani peran yang berat dan melelahkan, namun mereka melakukan semua pekerjaannya dengan sabar, ikhlas dan penuh cinta.
Sabda Rasulullah ﷺ :
"Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang jika mengerjakan sesuatu, ia menyempurnakannya. (HR. Thabrani)
> Para pengusaha dan majikan memiliki tanggung jawab besar : menciptakan pekerjaan, menghidupi keluarga orang lain, dan menebar manfaat dengan apa yang mereka miliki.
Semua peran ini saling terhubung. Saling menghidupi. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di hadapan Tuhan. Yang menjadi ukuran bukan siapa kamu, tapi bagaimana kamu menjalani peranmu.
Karena kelak, Tuhan tak akan bertanya :
“Apa pekerjaanmu di dunia ?”
Tapi Dia akan bertanya :
“Bagaimana kamu menjalani pekerjaanmu?”
➤ ini menghancurkan pandangan duniawi yang mengukur kemuliaan semata dari jabatan atau harta.
4. Bersyukur Adalah Menerima Peran, Kufur Adalah Menggugat Takdir.
🪵 Bersyukur bukanlah sekadar mengucap "Alhamdulillah". Bersyukur yang sejati adalah kerelaan mendalam untuk menerima lakon hidup dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab. Tidak iri pada peran orang lain, tidak marah pada keadaan sendiri.
🪵 Sebaliknya, kufur kepada takdir adalah penolakan terhadap skrip peran yang diberikan oleh Allah—seakan-akan jiwa berkata : "Peran ini tak layak untukku." Padahal, peran itulah ujian keimanan yang sesungguhnya.
🪵Ujian sejati bukan pada besar kecil peran, tapi pada penerimaan dan kesungguhannya dalam menjalankan peran.
5. Janji Primordial : Fondasi Takdir Setiap Jiwa
Sebelum ruh manusia ditiupkan ke dunia, Tuhan telah mengambil sumpah suci :
"Alastu bi rabbikum ?" Mereka menjawab : "Balaa syahidnaa." (QS. Al-A'raaf : 172)
Artinya : Tuhan telah bertanya dan kita telah mengiyakan. Maka peran yang kita jalani di dunia ini adalah bagian dari perjanjian primordial itu. Maka saat kita menggugat takdir, sejatinya kita sedang mengingkari janji awal kita kepada Tuhan.
Takdir adalah ujian kesetiaan terhadap sumpah jiwa. Apakah kita masih ingat janji itu ? Ataukah sudah terlena oleh panggung dunia ?
6. Takdir Adalah Ujian Keikhlasan, Bukan Lomba Keberuntungan
Banyak orang mengira, hidup ini adalah perlombaan. Siapa yang paling sukses, siapa yang paling kaya, paling berkuasa, yang paling terhormat dan berkedudukan, dialah yang menang.
Padahal hidup ini bukan perlombaan. Tapi ujian. Dan ujian terbesar adalah :
♓ Bisakah engkau tetap jujur, taat dan lurus, saat tak ada yang melihat ?
♓ Bisakah engkau sabar saat semua terasa berat ?
♓ Dunia adalah panggung : akhirat adalah penilaian. Maka yang menjadikan panggung sebagai tujuan adalah sebodoh-bodohnya manusia.
♓ Orang yang sabar dan jujur dalam peran kecil bisa lebih tinggi derajatnya di akhirat dibanding orang yang menerima peran besar tapi lalai.
♓ Kunci lulus ujian takdir adalah : syukur, sabar, ikhlas, dan kesetiaan dalam menjalankan tugas sesuai dengan peran yang diembannya masing-masing.
♓ Surga bukan untuk mereka yang paling kuat. Tapi untuk mereka yang paling ikhlas. Yang menjalani takdirnya dengan benar, meski tak dilihat, tak dipuji, dan tak dikenal.
7. Akhir dari Sebuah Lakon : Ketika Jiwa Dipanggil Pulang
Ada satu momen puncak dalam hidup setiap manusia : ketika tirai ditutup dan panggung dunia selesai. Dan hanya jiwa-jiwa tertentu yang mendapat sambutan agung dari Tuhan :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
"Wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr: 27–30)
Inilah penghargaan tertinggi bagi manusia. Bukan karena kemegahan hidupnya, tapi karena kesetiaan pada lakonnya.
Ia tidak iri pada jalan orang lain. Ia tidak menyalahkan keadaan. Ia tidak menuntut diluar tugasnya. Ia tahu, bahwa tugasnya hanyalah menjalani takdir sebaik mungkin — dan ia melakukannya sampai akhir maka Tuhan akan menjemputnya sendiri dengan suara kasih :
“Wahai jiwa yang tenang... pulanglah.”
Penutup : Saatnya Menerima dan Bangkit
Takdir bukanlah penjara yang membatasi kita. Takdir adalah panggung kehidupan yang dirancang sesuai kemampuan setiap jiwa. Dan hidup adalah ujian atas seberapa baik kita menjalani skenario yang telah ditetapkan.
Alih-alih bertanya “Kenapa hidup saya begini ?” —lebih bijak jika kita bertanya : “Apakah saya sudah menjalani peran saya dengan sungguh-sungguh ?” Karena hanya itulah yang akan diperhitungkan nanti. Dan hanya itu pula yang akan menyelamatkan kita, ketika semua tirai dunia telah ditutup.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar