Halaman

Rabu, 19 Maret 2025

Al-Qur'an Surat Al-Bayyinah ayat 6 : Siapa Ahli Kitab yang Dimaksud ?

Mang Anas 

Pendahuluan

Dalam kajian tafsir Al-Qur'an, istilah Ahli Kitab sering dikaitkan dengan dua golongan utama, yaitu Yahudi dan Nasrani, yang menerima wahyu melalui kitab suci sebelumnya. Namun, dalam QS. Al-Bayyinah : 6, Allah secara khusus menyebut Ahli Kitab dan musyrikin sebagai golongan yang kafir dan akan kekal di neraka.

Para ulama tafsir klasik umumnya berpendapat bahwa Ahli Kitab dalam ayat ini mencakup baik Yahudi maupun Nasrani. Pendapat ini didasarkan pada penggunaan istilah "Ahli Kitab" dalam banyak ayat lain yang memang merujuk kepada dua kelompok tersebut. Namun, jika kita telaah lebih dalam berdasarkan konteks ayat dan realitas sejarah, pandangan ini memiliki kelemahan.

Fokus utama dalam QS. Al-Bayyinah adalah tentang mereka yang berpecah belah dalam akidah setelah datangnya kebenaran (ayat 4). Perpecahan ini lebih banyak terjadi dalam kalangan Nasrani, yang mengalami perdebatan internal terkait konsep Trinitas, keilahian Yesus, dan sifat Tuhan. Sementara itu, kaum Yahudi, meskipun memiliki penyimpangan, tidak mengalami perpecahan fundamental dalam konsep tauhid sebagaimana Nasrani.

Oleh karena itu, Ahli Kitab dalam ayat ini lebih tepat diidentifikasi sebagai Nasrani, bukan Yahudi. Pandangan ini lebih sesuai dengan realitas sejarah dan dengan prinsip dasar Al-Qur'an bahwa kekufuran sejati adalah penyekutuan Allah (syirik), bukan sekadar perbedaan hukum atau syariat.

Artikel ini akan menguraikan alasan mengapa pandangan umum dalam tafsir klasik kurang tepat, serta menjelaskan secara logis dan sistematis siapa sebenarnya Ahli Kitab yang dimaksud dalam QS. Al-Bayyinah : 6.

> "Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk."

Ayat ini secara eksplisit menyebut Ahli Kitab dan musyrikin sebagai dua kelompok yang memiliki kesamaan dalam kekufuran. Namun, siapakah Ahli Kitab yang dimaksud dalam konteks ayat ini?

1. Ahli Kitab dalam Al-Qur’an

Secara umum, Al-Qur'an menggunakan istilah Ahli Kitab untuk merujuk kepada umat Yahudi dan Nasrani, karena mereka menerima wahyu melalui kitab-kitab sebelumnya (Taurat dan Injil). Namun, dalam konteks QS. Al-Bayyinah, kita perlu melihat lebih dalam :

• Apakah yang dimaksud adalah Yahudi ?

• Apakah yang dimaksud adalah Nasrani ?

• Ataukah keduanya ?

2. Ahli Kitab dalam QS. Al-Bayyinah : 6 adalah Nasrani

Jika kita merujuk pada QS. Al-Bayyinah:4, Allah berfirman :

> "Dan tidaklah berpecah-belah orang-orang yang diberi kitab, melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata."

Perpecahan dalam akidah ini lebih banyak terjadi di kalangan Nasrani daripada Yahudi, terutama dalam sejarah perdebatan doktrin Trinitas dan berbagai sekte dalam Kristen.

Mengapa Yahudi Tidak Disebut di Sini ?

• Yahudi tidak memiliki penyimpangan dalam ajaran tauhid mereka, dan mereka tidak terpecah-belah secara internal dalam konsep keesaan Tuhan seperti kaum Nasrani.

• Penyimpangan utama dalam Yahudi lebih kepada penolakan terhadap nabi yang diutus kepada mereka, bukan distorsi dalam konsep tauhid secara mendasar seperti dalam Trinitas.

• Sehingga, ketika Allah menyebut Ahli Kitab dalam ayat ini, lebih tepat jika yang dimaksud adalah Nasrani, karena mereka yang paling jauh menyimpang dari tauhid murni.

3. Mengapa Nasrani Disejajarkan dengan Musyrikin ?

Allah tidak hanya menyebut mereka sebagai Ahli Kitab, tetapi juga menyebut musyrikin dalam satu kalimat yang sama. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks akidah, Nasrani secara hakikat sama dengan kaum musyrik, karena mereka menuhankan selain Allah.

Dalam perspektif tauhid :

• Musyrikin Arab menyembah berhala.

• Nasrani menyembah Yesus sebagai Tuhan atau anak Tuhan.

• Hakikatnya, keduanya sama dalam menyekutukan Allah.

4. Allah Tidak Mempermasalahkan Perbedaan Syariat, yang Dikehendaki Adalah Tauhid Murni

Sering kali, perbedaan antara agama-agama samawi diperdebatkan dalam ranah syariat, padahal Allah tidak mempermasalahkan perbedaan syariat antara umat manusia.

Dalam QS. Al-Ma'idah : 48, Allah berfirman :

> "Untuk setiap umat di antara kalian, Kami berikan syariat dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap apa yang telah diberikan kepada kalian. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan..."

Ini menunjukkan bahwa perbedaan syariat adalah bagian dari kehendak Allah, dan bukan penyebab utama kesesatan.

Yang Allah kehendaki adalah tauhid yang benar, yaitu tidak menuhankan selain Allah. Inilah esensi dari seruan :


قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ (٦٤)

" Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (keyakinan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”(Q.S. Ali 'Imran ayat 64)

Kalimat ini mengacu pada ajakan untuk kembali kepada tauhid yang murni, tanpa kesyirikan.

Jadi, yang membuat seseorang menjadi kafir bukanlah perbedaan syariat, melainkan penyimpangan dalam tauhid.

5. Apa Hakikat dari Kekufuran yang Disebut dalam Ayat Ini ?

Allah tidak menyebut mereka sebagai kafir hanya karena perbedaan syariat, tetapi karena :

1. Mereka menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain (Yesus, Roh Kudus, atau figur-figur agama mereka).

2. Mereka menolak tauhid murni, meskipun mereka memiliki kitab wahyu.

3. Mereka lebih mengikuti ajaran manusia daripada wahyu yang asli.

Kesimpulan

Ahli Kitab dalam QS. Al-Bayyinah : 6 lebih merujuk kepada Nasrani, bukan Yahudi.

Mereka disejajarkan dengan musyrikin karena menyekutukan Allah dalam konsep Trinitas.

Allah tidak mempermasalahkan perbedaan syariat, tetapi yang dikehendaki adalah tauhid yang benar.

"Kalimatun sawa baynana wa baynakum" adalah ajakan untuk kembali kepada tauhid murni, bukan sekadar mengikuti agama secara formal.

Hakikat kekufuran bukan sekadar label agama, tetapi bagaimana seseorang memahami dan mengesakan Allah dalam keyakinannya.

Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat bahwa QS. Al-Bayyinah : 6 bukan sekadar membahas status agama tertentu, tetapi tentang prinsip utama dalam hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu tauhid yang murni.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar