Mang Anas
Perbankan syariah lahir sebagai respons terhadap sistem perbankan konvensional yang berbasis riba. Secara prinsip, perbankan syariah berusaha menghindari riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi), serta menggantikannya dengan akad-akad yang dianggap lebih sesuai dengan prinsip Islam, seperti mudharabah, murabahah, dan musyarakah. Namun, jika ditinjau dari perspektif hakikat syariat, masih ada beberapa kritik mendasar yang perlu diperhatikan :
1. Esensi Riba Masih Berjalan dalam Bentuk Lain
Salah satu kritik utama terhadap perbankan syariah adalah bahwa meskipun secara istilah menghindari riba, praktik yang dilakukan sering kali hanya berupa modifikasi teknis dari sistem perbankan konvensional. Misalnya, dalam akad murabahah, bank membeli barang yang dibutuhkan nasabah lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi melalui sistem cicilan. Secara praktik, ini tidak jauh berbeda dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional, hanya saja dikemas dengan akad yang berbeda. Hakikat riba adalah adanya eksploitasi terhadap kebutuhan seseorang dengan mengambil keuntungan dari pinjaman, dan sistem murabahah dalam perbankan syariah tetap mengandung unsur tersebut.
2. Ketidakmurnian dalam Akad-akad Syariah
Akad-akad yang digunakan dalam perbankan syariah sering kali tidak murni diterapkan sebagaimana konsep aslinya dalam Islam. Contohnya, dalam mudharabah (akad kemitraan), risiko usaha seharusnya ditanggung bersama antara bank dan nasabah. Namun dalam praktiknya, perbankan syariah cenderung menyalin model perbankan konvensional yang lebih mengutamakan keuntungan pasti bagi bank, sehingga akad kemitraan menjadi kurang adil.
3. Dominasi Kepentingan Korporasi daripada Prinsip Keadilan
Dalam hakikat syariat, sistem keuangan seharusnya berorientasi pada keseimbangan dan keadilan sosial. Namun, perbankan syariah saat ini masih beroperasi dalam kerangka kapitalisme global yang berbasis keuntungan maksimal. Alih-alih menjadi solusi bagi ekonomi umat, perbankan syariah lebih banyak melayani kepentingan bisnis besar dan kurang memberikan akses kepada golongan kecil atau lemah, yang seharusnya menjadi fokus utama dalam ekonomi Islam.
4. Perbankan Syariah Masih Beroperasi dalam Ekosistem Keuangan Konvensional
Meskipun mengklaim berbeda dari perbankan konvensional, perbankan syariah tetap beroperasi dalam sistem ekonomi global yang didominasi oleh riba dan spekulasi. Banyak produk keuangan syariah yang pada akhirnya masih bergantung pada mekanisme pasar uang konvensional, termasuk dalam pengelolaan likuiditas dan investasi. Ini menimbulkan pertanyaan apakah sistem ini benar-benar mampu menjadi solusi atau hanya sekadar label syariah tanpa substansi yang berbeda secara hakiki.
Kesimpulan
Dalam kacamata hakikat syariat, perbankan syariah saat ini masih jauh dari konsep ekonomi Islam yang sejati. Perbankan syariah masih berkutat dalam mekanisme perbankan modern yang didasarkan pada eksploitasi dan keuntungan maksimal, meskipun dikemas dengan istilah yang lebih Islami. Jika perbankan syariah ingin benar-benar merepresentasikan ekonomi Islam, maka harus ada reformasi besar yang mengedepankan prinsip keadilan sejati, berbasis tolong-menolong (ta’awun), berbagi risiko secara adil, dan tidak hanya menjadi instrumen kapitalisme dengan kemasan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar