Mang Anas
Pendahuluan : Tomas dan Keraguannya
Kisah Tomas yang meragukan kebangkitan Yesus adalah salah satu bagian yang paling menarik dalam Injil Yohanes. Dikenal sebagai "Tomas yang ragu-ragu" (Doubting Thomas), ia menolak untuk percaya bahwa Yesus telah bangkit kecuali ia melihat dan menyentuh bekas luka-Nya sendiri.
Berikut adalah Kisahnya :
a. Dalam Yohanes 20 : 25-30 Versi Terjemahan Baru ( TB ) :
25 Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya : "Kami telah melihat Tuhan!" Tetapi Tomas berkata kepada mereka : "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya."
26 Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata : "Damai sejahtera bagi kamu!"
27 Kemudian Ia berkata kepada Tomas : "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku, dan jangan tidak percaya lagi, melainkan percayalah."
28 Tomas menjawab Dia : "Ya Tuhanku dan Allahku!"
29 Kata Yesus kepadanya : "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
30 Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini.
b. Kisah Yohanes 20 : 25-29 dalam Versi Terjemahan Shellabear 1912 :
25. Maka, para pengikut lainnya berkata kepada Tomas, “Kami telah melihat Junjungan!” Tetapi, ia berkata kepada mereka, “Jika aku belum melihat bekas paku pada tangan-Nya serta mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu, dan mencucukkan tanganku ke lambung-Nya, aku tidak akan percaya.”
26. Selang delapan hari, para pengikut Isa kembali berkumpul dalam rumah itu. Tomas pun ada di antara mereka. Tiba-tiba Isa datang dan berdiri di tengah-tengah mereka, padahal semua pintu dalam keadaan terkunci. Lalu, Ia bersabda, “Damai bagimu!”
27. Setelah itu, Ia bersabda kepada Tomas, “Ulurkanlah jarimu kemari dan lihatlah tangan-Ku. Ulurkanlah juga tanganmu dan cucukkanlah ke lambung-Ku. Jangan tidak percaya, tetapi percayalah!”
28. Jawab Tomas kepada-Nya, “Ya Junjunganku, ya Tuhanku.”
29. Sabda Isa kepadanya, “Engkau percaya karena engkau telah melihat Aku. Berbahagialah mereka yang percaya sekalipun tidak melihat.”
______________________
Pertanyaan yang muncul adalah : Apakah skeptisisme Tomas adalah sesuatu yang wajar secara psikologis ? Bagaimana perbedaan terjemahan Injil memengaruhi pemahaman kisah ini ?
Untuk menjawabnya, kita akan membahas dari perspektif psikologi trauma, cognitive dissonance, dan analisis linguistik perbedaan terjemahan Injil.
1. Psikologi Trauma : Murid-Murid dalam Keadaan Duka dan Ketakutan
Setelah penyaliban Yesus, para murid mengalami goncangan psikologis yang hebat. Dalam psikologi, kondisi ini dapat dikategorikan sebagai trauma kehilangan pemimpin.
Mereka telah mengikuti Yesus selama bertahun-tahun, mengorbankan hidup mereka untuk mengikutinya.
Penyaliban Yesus bukan hanya kehilangan pemimpin spiritual, tetapi juga kehilangan harapan bahwa Ia adalah Mesias yang akan membebaskan mereka.
Rasa takut membuat mereka bersembunyi di balik pintu yang terkunci (Yohanes 20 : 19).
Secara psikologis, ketakutan dan trauma ini bisa memengaruhi persepsi mereka terhadap realitas. Dalam situasi seperti ini, ilusi, penglihatan, atau pengalaman mistis bukanlah hal yang aneh.
2. Skeptisisme Tomas : Reaksi Normal dalam Proses Duka
Ketika murid-murid lain berkata bahwa mereka telah melihat Yesus, Tomas menolak untuk percaya kecuali ia melihat dan menyentuh luka-luka Yesus sendiri (Yohanes 20 : 25).
Dalam psikologi kesedihan (grief psychology), ada lima tahap duka menurut Elisabeth Kübler-Ross :
•Penyangkalan (Denial)
•Kemarahan (Anger)
•Tawar-menawar (Bargaining)
•Depresi (Depression)
•Penerimaan (Acceptance)
Tomas tampaknya berada dalam tahap penyangkalan. Ini adalah reaksi alami manusia ketika menghadapi sesuatu yang terlalu mengejutkan untuk diterima.
Selain itu, dalam teori cognitive dissonance, manusia cenderung menolak informasi yang bertentangan dengan keyakinan atau pengalaman mereka sebelumnya. Tomas memerlukan bukti sensorik untuk bisa mengubah keyakinannya.
3. Kejutan Psikologis : Bagaimana Pikiran Merespons Peristiwa yang Tidak Terduga
Ketika Yesus muncul kembali dan meminta Tomas untuk menyentuh luka-Nya (Yohanes 20 : 27), ini bisa dianggap sebagai peristiwa yang mengejutkan secara psikologis.
Dalam psikologi, fenomena ini disebut "startle response", yaitu reaksi mendadak terhadap sesuatu yang di luar ekspektasi otak.
Tomas, yang awalnya keras kepala dalam skeptisismenya, tiba-tiba berhadapan dengan realitas baru yang tidak dapat disangkal.
Dalam kondisi ini, orang sering mengalami "keguncangan kognitif", di mana otak mengalami perubahan mendadak dalam pola pikirnya.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa Tomas tiba-tiba berubah dari skeptis menjadi percaya setelah melihat Yesus.
4. Apakah Tomas Menyatakan Ketuhanan Yesus ?
Tomas kemudian berkata :
"Ya Junjunganku, ya Tuhanku!" (Shelaber 1912)
"My Lord and my God!" (KJV)
"ربي وإلهي" (Rabbi wa Ilahi) (Alkitab Arab AVD)
Apakah ini pernyataan teologis atau hanya reaksi emosional spontan ?
Dalam budaya Semitik, ungkapan seperti "Ya Allahku!" sering digunakan sebagai ekspresi emosional, bukan sebagai pernyataan teologis literal. Contoh dalam bahasa Arab :
Jika seseorang tiba-tiba melihat sesuatu yang mengejutkan, ia mungkin akan berkata, "Ya Allah!"
Tetapi ini tidak berarti ia sedang membuat pernyataan dogmatis tentang keilahian sesuatu.
Jadi, dari perspektif psikologi : "Pernyataan Tomas lebih mungkin merupakan ekspresi emosional akibat keterkejutan daripada pengakuan doktrinal bahwa Yesus adalah Tuhan dalam konsep Trinitas".
5. Perbedaan Terjemahan : Netral vs. Pembelaan Dogma Trinitas
Perbedaan terjemahan Yohanes 20 : 28 menunjukkan adanya bias teologis.
a) Terjemahan yang Netral
Shelaber 1912 :
"Ya Junjunganku, ya Tuhanku."
"Junjungan" lebih menekankan pada penghormatan, bukan keilahian.
Al-Kitab Arab AVD :
"ربي وإلهي" (Rabbi wa Ilahi)
"Rabbi" berarti Guru atau Pemimpin, bukan Tuhan dalam arti absolut.
b) Terjemahan yang Mendukung Dogma Trinitas
Alkitab Terjemahan Baru (TB) :
"Ya Tuhanku dan Allahku!"
Menggunakan kata "Allahku" untuk memperkuat dogma keilahian Yesus.
King James Version (KJV, Inggris) :
"My Lord and my God!"
Sama seperti TB, ini menekankan aspek teologis daripada makna asli.
c) Apa yang Terjadi pada Terjemahan Perjanjian Baru ?
Sejak konsili Nicea (325 M), konsep Trinitas mulai menjadi dogma resmi gereja. Terjemahan Injil setelah abad ke-4 cenderung lebih mendukung dogma ini dibandingkan dengan teks awal. Perbedaan terjemahan mencerminkan pergeseran teologis, bukan sekadar perubahan linguistik.
Kajian Makna "Kyrios" dan "Lord" dalam Konteks Budaya Yunani-Romawi dan Inggris, Sebelum dan Sesudah Konsili Nicea 325 M
Dalam kajian teks-teks Perjanjian Baru, salah satu kata kunci yang sering diperdebatkan adalah "Kyrios" (Κύριος) dalam bahasa Yunani dan padanannya dalam bahasa Inggris, "Lord". Perubahan makna kata ini memiliki implikasi besar dalam perkembangan doktrin Kristen, terutama setelah Konsili Nicea 325 M, ketika konsep Trinitas dan keilahian Yesus dikukuhkan sebagai dogma resmi Gereja.
Disini ini akan membahas makna Kyrios dalam budaya Yunani-Romawi sebelum Konsili Nicea. Perubahan makna Kyrios setelah Konsili Nicea. Serta bagaimana kata Lord dalam bahasa Inggris mengalami perubahan makna
1. Kyrios dalam Budaya Yunani-Romawi Sebelum Konsili Nicea
Dalam bahasa Yunani klasik, Kyrios memiliki makna yang luas, tergantung pada konteks penggunaannya.
a) Makna Umum dalam Masyarakat Yunani-Romawi
Kyrios secara harfiah berarti "Tuan" atau "Pemilik", merujuk pada seseorang yang memiliki otoritas atau kepemilikan atas sesuatu.
Dalam konteks sosial, Kyrios digunakan untuk menyebut kepala rumah tangga, tuan tanah, atau pemilik budak.
Dalam konteks politik, Kyrios digunakan untuk menyebut penguasa atau pemimpin, seperti kaisar Romawi.
b) Kyrios dalam Konteks Keagamaan Sebelum Konsili Nicea
Dalam agama Yunani, Kyrios sering digunakan untuk dewa-dewa besar [ semacam malaikat ], tetapi tidak selalu merujuk pada Theos (Tuhan).
Kaisar Romawi sering disebut "Kyrios", tetapi ini tidak selalu berarti ia dianggap sebagai dewa, melainkan sebagai penguasa tertinggi yang harus dihormati.
Dalam Septuaginta (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama), Kyrios digunakan sebagai terjemahan dari YHWH (Tuhan dalam bahasa Ibrani), tetapi tidak selalu bermakna "Allah" secara mutlak.
c) Kyrios dalam Perjanjian Baru Awal
Dalam teks Perjanjian Baru yang lebih awal, Kyrios digunakan dengan makna yang beragam :
a. Sebagai bentuk penghormatan : Misalnya, kepada seorang guru atau pemimpin rohani.
b. Sebagai penyebutan untuk Yesus : Tetapi konteksnya masih fleksibel, antara "Guru" atau "Tuan" dan "Tuhan".
c. Sebagai pengganti YHWH dalam kutipan dari Perjanjian Lama (seperti dalam Filipi 2 : 11).
Jadi, sebelum Konsili Nicea, Kyrios lebih sering digunakan dalam arti penghormatan dan otoritas, bukan sebagai pernyataan teologis tentang keilahian Yesus.
2. Perubahan Makna Kyrios setelah Konsili Nicea 325 M
Konsili Nicea tahun 325 M adalah titik balik besar dalam sejarah Kekristenan. Dalam konsili ini :
Keilahian Yesus ditegaskan secara resmi dalam dogma Trinitas.
Pemaknaan Kyrios mulai diarahkan secara eksklusif kepada keilahian Yesus.
Penyebutan Kyrios untuk Yesus menjadi sebuah pengakuan iman (Kristologi), bukan sekadar penghormatan.
a) Pengaruh Teologi Nicea terhadap Terjemahan dan Penggunaan Kyrios
Setelah Konsili Nicea, pemaknaan Kyrios dalam konteks Kristen mengalami penyesuaian teologis :
Kyrios dalam teks-teks Kristen mulai diasosiasikan langsung dengan ketuhanan Yesus, bukan sekadar gelar kehormatan.
Dalam teks-teks liturgi dan dokumen gerejawi, penggunaan Kyrios untuk Yesus diperkuat sebagai dogma, terutama setelah Konsili Konstantinopel (381 M).
b) Pengaruh Kekaisaran Romawi
• Kaisar Konstantinus, yang mendukung Konsili Nicea, juga membantu mengubah cara penggunaan gelar kehormatan religius.
• Gelar "Dominus et Deus" (Tuhan dan Allah), yang sebelumnya digunakan untuk kaisar, kemudian digunakan dalam konteks keilahian Yesus.
• Setelah Nicea, setiap orang Kristen yang tidak mengakui Yesus sebagai Kyrios dalam arti keilahian dianggap sesat atau Arian, yang akhirnya ditekan oleh gereja ortodoks.
3. Perubahan Makna Lord dalam Bahasa Inggris
Dalam bahasa Inggris, kata Lord adalah terjemahan dari Kyrios, tetapi maknanya juga mengalami perubahan seiring waktu.
a) Sebelum Pengaruh Gereja (Zaman Anglo-Saxon - Abad ke-4 M)
Lord berasal dari kata dalam bahasa Inggris Kuno "hlafweard", yang berarti "penjaga roti" atau "pemimpin rumah tangga".
Kata ini awalnya digunakan untuk pemilik tanah, penguasa lokal, atau kepala keluarga, bukan untuk Tuhan dalam pengertian religius.
b) Setelah Pengaruh Gereja (Abad ke-4 M ke Atas)
Ketika Kekristenan menyebar ke Eropa, kata Lord mulai diasosiasikan dengan Tuhan dan Yesus.
Gereja Inggris (Anglican) secara sistematis menghubungkan Lord dengan Kyrios dalam konteks Trinitas.
Sejak masa Raja James I (1604-1611), Alkitab King James Version (KJV) menggunakan kata "Lord" untuk menerjemahkan Kyrios dalam arti keilahian absolut.
c) Pengaruh Reformasi dan Penerjemahan Alkitab
Setelah Reformasi Protestan (abad ke-16), beberapa kelompok Kristen mencoba menerjemahkan makna Kyrios secara lebih fleksibel.
Namun, mayoritas gereja Kristen tetap mempertahankan "Lord" sebagai sebutan untuk Yesus dalam arti keilahian.
Kesimpulan :
A. Antara Iman, Emosi, dan Interpretasi Teologis
1. Dari sudut psikologi, Tomas bereaksi wajar dalam menghadapi peristiwa luar biasa.
2. Pernyataan Tomas lebih merupakan ekspresi emosional daripada pernyataan dogmatis.
3. Terjemahan Injil berkembang sesuai dengan konteks teologis penerjemahnya.
4. Dengan memahami Yohanes 20 : 24-29 dari perspektif psikologi dan perbedaan terjemahan, kita bisa melihat bagaimana faktor emosi, trauma, dan bias teologis memengaruhi cara cerita ini dipahami selama berabad-abad.
B. Perubahan Makna Kyrios dan Lord dalam Sejarah
1. Sebelum Konsili Nicea, Kyrios dalam budaya Yunani-Romawi memiliki makna umum sebagai tuan, pemimpin, atau penghormatan, tidak selalu berarti Tuhan dalam arti keilahian absolut.
Setelah Konsili Nicea, makna Kyrios secara teologis mulai diarahkan untuk mendukung doktrin Trinitas, bukan sekadar gelar kehormatan.
2. Kata Lord dalam bahasa Inggris mengalami pergeseran makna, dari sekadar "pemimpin" menjadi "Tuhan dalam pengertian teologis".
3. Terjemahan Alkitab modern mempertahankan bias teologis dari Konsili Nicea, yang mengaitkan Kyrios dengan keilahian Yesus secara eksklusif.
Implikasi Kajian Ini
Penting untuk memahami bahwa perubahan makna ini lebih dipengaruhi oleh keputusan gerejawi dan politik daripada makna asli bahasa Yunani.
Penafsiran teologis terhadap Kyrios dan Lord sebaiknya dikaji secara kritis, dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan linguistiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar