Halaman

Selasa, 04 Maret 2025

Mengapa Yesus Melarang Ajarannya Diajarkan Kepada Yang Bukan Bangsa Yahudi ?

Mang Anas 

Pendahuluan 

Ajaran Yesus sangat sarat dengan makna hakikat, dan bahkan para ulama Yahudi pada zamannya sering kali gagal memahami inti dari ajaran tersebut. Apalagi, orang Romawi yang latar belakang budayanya sangat berbeda dari tradisi Semitik, tentu akan lebih sulit menangkap kedalaman makna ajaran Yesus.

Yesus sangat jelas dalam membatasi jangkauan dakwahnya, hanya kepada kaum Israel, bukan kepada bangsa lain.

1. Yesus Hanya Diutus untuk Kaum Israel

Di dalam Injil, Yesus dengan tegas menyatakan bahwa misinya khusus untuk bangsa Israel :

Matius 15:24 – "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel."

Matius 10:5-6 – "Janganlah kamu pergi ke tempat orang-orang bukan Yahudi atau masuk ke kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel."

👉 Mengapa Yesus membatasi ajarannya hanya untuk Israel ? Karena bangsa Israel sudah memiliki dasar Tauhid dan lebih siap menerima ajaran hakikatnya.

2. Ajaran Yesus Sulit Dipahami Bahkan oleh Ulama Yahudi

Dalam banyak kesempatan, Yesus berbicara dalam perumpamaan, simbol, dan bahasa hakikat, yang bahkan para ahli Taurat dan Farisi—yang seharusnya paling paham kitab suci—sering gagal memahaminya.

  • Matius 13:13"Itulah sebabnya Aku berbicara kepada mereka dalam perumpamaan, karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat, dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti."
  • Yohanes 3:10 – Ketika Nikodemus, seorang guru agama Yahudi, bingung tentang kelahiran kembali, Yesus berkata: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal ini?"

👉 Jika seorang guru besar Yahudi seperti Nikodemus saja tidak memahami hakikat ucapan Yesus, bagaimana mungkin orang-orang Romawi yang jauh dari tradisi Semitik bisa menangkapnya dengan benar ?

3. Jika Ajarannya Dibawa ke Bangsa Lain, Pasti Akan Terdistorsi

Yesus memahami bahwa bangsa-bangsa lain, terutama Romawi dan Yunani:

✅ Tidak memiliki dasar Tauhid yang kuat.

✅Peradaban Romawi sangat Berbeda dengan Yudaisme

✅Terbiasa dengan mitologi politeistik ( Yakni Antroposentris, dewa-dewa dalam wujud manusia).

✅Lebih condong ke filsafat materialistik, berpikir secara rasional-formal, bukan batiniah dan apalagi hakikat.

✅Paham imperialistik – lebih tertarik pada kekuasaan, bukan kepada Tuhan.

👉 Jadi jika mereka menerima ajarannya, pasti akan terjadi distorsi besar-besaran. Dan benar saja, itulah yang terjadi dengan Kekristenan yang dibawa Paulus.

4. Paulus Melanggar Larangan Yesus

Yesus melarang ajarannya dibawa keluar Israel, tetapi Paulus yang mengaku mendapatkan wahyu langsung dari Yesus [ langit ] melakukan sebaliknya. 

Paulus mulai menyebarkan ajaran Yesus ke orang-orang non-Yahudi, terutama Romawi dan Yunani.

Ketika Kekristenan tumbuh pesat di wilayah Yunani-Romawi, terutama setelah diadopsi oleh Kekaisaran Romawi, ajaran asli Yesus mengalami banyak perubahan yang signifikan. Beberapa dampak negatif yang terjadi pada ajaran asli Yesus meliputi :

1. Ajaran Yesus Berbaur dengan Filsafat Yunani

Yesus mengajarkan tauhid (keesaan Tuhan), tetapi dalam konteks Yunani-Romawi yang sarat dengan filsafat Platonis dan Stoik, konsep Tuhan mengalami perubahan.

Filsafat Yunani memperkenalkan gagasan tentang Logos (Firman Ilahi) yang kemudian dicampurkan dengan ajaran Yesus [ Yohanes Pasal 1 ], hingga akhirnya berkembang menjadi doktrin Trinitas dalam Konsili Nicea (325 M).

Banyak konsep ajaran Yesus yang awalnya sederhana dan berfokus pada ketaatan kepada Tuhan, berubah menjadi lebih abstrak dan filosofis, sulit dipahami oleh orang biasa.

2. Trinitas Menggantikan Konsep Tauhid

Yesus sendiri tidak pernah mengajarkan Trinitas, tetapi setelah ajaran Kristen menyebar ke dunia Yunani-Romawi, pengaruh politeisme sangat kuat.

Dalam Konsili Nicea (325 M), ajaran Yesus sebagai nabi dan utusan Tuhan digantikan dengan konsep bahwa Yesus adalah Anak Tuhan dan bagian dari Trinitas.

Doktrin ini semakin dipertegas dalam Konsili Konstantinopel (381 M), yang menetapkan Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas.

Akibatnya, ajaran tauhid Yesus tergeser, dan Kristen berubah menjadi agama yang lebih mirip dengan kepercayaan politeistik Yunani-Romawi.

3. Pemisahan dari Akar Yahudi

Ajaran Yesus sangat dekat dengan tradisi Yahudi, tetapi setelah Kristen berkembang di dunia Yunani-Romawi, hubungan dengan ajaran Yahudi mulai diputus.

Paulus, dalam surat-suratnya, menegaskan bahwa umat Kristen tidak perlu mengikuti hukum Taurat, seperti sunat dan aturan makanan halal.

Ini menyebabkan perbedaan besar antara ajaran Yesus dan ajaran gereja setelahnya.

Akibatnya, Kristen berkembang sebagai agama baru yang berbeda jauh dari ajaran Yesus yang asli, yang sebenarnya tidak ingin meninggalkan hukum Taurat.

4. Kelembagaan Gereja Menggantikan Spiritualitas Langsung

Yesus mengajarkan hubungan spritual langsung dengan Tuhan secara individu melalui doa, amal, dan ibadah yang ikhlas.

Namun, setelah Kristen berkembang di dunia Romawi, agama menjadi lebih terstruktur dan birokratis.

Gereja berkembang sebagai lembaga hierarkis, dengan Paus, uskup, dan imam yang memiliki otoritas mutlak dalam menentukan doktrin dan kepercayaan, bahkan keselamatan seseorang [ penebusan dosa oleh seorang Pendeta ].

Ini menghilangkan inisiatif dan kebebasan spiritual setiap individu, yang awalnya diajarkan Yesus dan menggantinya dengan sistem otoritas gerejawi yang mencengkram dan kaku.

5. Kekristenan Menjadi Alat Politik

Setelah Kaisar Konstantinus mendukung Kristen, agama ini mulai digunakan sebagai alat politik untuk mengontrol rakyat.

Gereja menjadi bagian dari kekuasaan negara dan ajaran kasih yang diajarkan Yesus mulai diselewengkan untuk kepentingan politik.

Perang Salib, Inkuisisi, dan persekusi terhadap kaum yang dianggap bid’ah adalah contoh bagaimana ajaran Yesus yang damai diubah menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Kesimpulan

Seiring pertumbuhannya di dunia Yunani-Romawi, ajaran Yesus mengalami banyak perubahan :

• Dari tauhid menjadi Trinitas.

• Dari ajaran spiritual menjadi ajaran filosofis Yunani.

• Dari kesederhanaan menjadi agama yang hierarkis dan birokratis.

• Dari ajaran kasih menjadi alat politik.

Akibatnya, ajaran Yesus yang asli semakin sulit dikenali dalam Kekristenan yang berkembang di dunia Romawi.

5. Perintah “Sebarkanlah Injil ke Seluruh Dunia” Tidak Pernah Diucapkan Yesus

Ayat seperti Matius 28:19 ("Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku") diyakini sebagai interpolasi, alias ayat yang ditambahkan belakangan untuk mendukung penyebaran Kekristenan ke seluruh dunia.

👉 Yesus sendiri tidak pernah memberi perintah seperti itu. Justru sebaliknya, dia membatasi ajarannya hanya untuk bangsa Israel.

Kesimpulan

✅ Yesus melarang ajarannya dibawa ke bangsa lain karena mereka tidak akan siap menerima ajaran hakikatnya.

✅ Jika para ulama Yahudi saja kesulitan memahami ajaran hakikat yang disampaikan Yesus.

✅ Maka Orang- orang Yunani - Romawi pasti akan lebih kesulitan lagi menangkap maknanya.

✅ Paulus melanggar larangan itu dan mengadaptasi ajaran Yesus ke dalam konsep Romawi.

✅ Maka, ajaran Yesus akhirnya disesuaikan dengan pola pikir Romawi dan berubah menjadi agama dogma, bukan lagi agama hakikat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar