Mang Anas
اَلَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۚ اَلرَّحْمٰنُ فَسْـَٔلْ بِهٖ خَبِيْرًا (٥٩)
" [ Dialah ] yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam kejadian [ dari Martabat Ahadiyah hingga Ajsam ], kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy [ Pada Diri Insanul Kamil ], (Dialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakanlah kepada orang yang lebih mengetahui." (Q.S. Al-Furqan ayat 59)
Pendahuluan
Ayat ini mengisyaratkan proses penciptaan alam semesta dalam enam tahapan, yang dalam perspektif hakikat dapat dimaknai sebagai perjalanan dari Martabat Ahadiyah hingga manifestasi dalam bentuk fisik (Ajsam). Ini menunjukkan bahwa penciptaan bukan sekadar peristiwa material, tetapi sebuah proses spiritual yang melibatkan tanzil (penurunan) dari esensi ketuhanan hingga manifestasi di alam nyata.
Kemudian, frasa ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ dapat dimaknai sebagai kesempurnaan tajalli-Nya dalam diri Insan Kamil, yaitu manusia yang telah mencapai kesadaran penuh tentang hakikat keberadaannya sebagai manifestasi dari sifat-sifat Ilahi. ‘Arsy dalam konteks ini bukanlah takhta fisik di suatu tempat, melainkan pusat kesadaran tertinggi di dalam diri manusia, di mana sifat-sifat Ilahi menjadi nyata.
Lalu, اَلرَّحْمٰنُ فَسْـَٔلْ بِهٖ خَبِيْرًا menegaskan bahwa semua ini berada dalam rahmat-Nya yang luas. Jika seseorang ingin memahami hakikat penciptaan ini, ia harus bertanya kepada yang memiliki pengetahuan mendalam, yakni mereka yang telah mencapai makrifat dan menyaksikan langsung hakikat keberadaan. Ini adalah ajakan untuk mencari bimbingan dari mereka yang telah mengalami realitas spiritual secara langsung, bukan sekadar memahami melalui nalar rasional belaka.
Dengan demikian, ayat ini menggambarkan perjalanan penciptaan sebagai perjalanan kesadaran, dari yang mutlak (Ahadiyah) menuju manifestasi dalam bentuk fisik (Ajsam), dan puncaknya adalah kesadaran dalam diri Insan Kamil, yang menjadi cerminan sempurna dari sifat-sifat Ilahi.
Tahapan dalam Martabat Tujuh
1. Ahadiyah (Tingkat Ketakterhinggaan Mutlak)
Ahadiyah adalah tingkat tertinggi dan mutlak, di mana Tuhan dalam esensi-Nya yang murni.
Pada tahap ini, tidak ada sesuatu pun selain Tuhan. Bahkan konsep keesaan (wahdah) pun belum muncul karena masih dalam kondisi yang tidak terdefinisikan.
Dalam Islam, ini sering dikaitkan dengan ayat "Laysa kamitslihi syai'un" (QS. Asy-Syura: 11), yang menegaskan ketakterbandingan Tuhan.
2. Wahdah (Kesatuan Sifat Tuhan)
Wahdah adalah tahap pertama di mana realitas mulai mendapatkan sifat. Ini adalah tahapan kesadaran Tuhan tentang diri-Nya sebagai Tuhan yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
Ini bisa disamakan dengan tahap Nur Muhammad, cahaya primordial yang menjadi asal segala ciptaan.
Pada tingkat ini, Tuhan mulai “menyatakan” keberadaan-Nya, tetapi masih dalam keadaan kesatuan absolut.
3. Wahidiyah (Kesatuan Manifestasi Tuhan dalam Ciptaan)
Di tahap ini, sifat-sifat Tuhan mulai termanifestasi dalam berbagai bentuk, tetapi masih dalam bingkai kesatuan.
Ini adalah tahap pengetahuan Tuhan tentang segala sesuatu yang akan diciptakan, namun belum dalam bentuk aktual.
Dalam bahasa lain, ini adalah tahap ide atau rancangan sebelum realitas diciptakan secara konkret.
4. Alam Arwah (Dunia Ruh / Martabat Ruh)
Ini adalah tahap penciptaan pertama, di mana ruh-ruh diciptakan dari cahaya ilahi.
Semua manusia, sebelum dilahirkan ke dunia, berada dalam alam ini.
Ini berkaitan dengan ayat "Alastu bi rabbikum?" (QS. Al-A’raf: 172), di mana ruh manusia bersaksi bahwa Tuhan adalah Rabb mereka sebelum dilahirkan ke dunia.
5. Alam Mitsal (Dunia Imajinasi / Martabat Misal)
Pada tahap ini, ruh mulai mendapatkan bentuk dan gambaran dalam dimensi metafisik.
Alam ini adalah jembatan antara realitas ruhani dan dunia fisik.
Dalam mimpi, seseorang bisa mengakses alam ini, karena merupakan tempat simbol dan gambaran yang berasal dari dunia ruh.
6. Alam Ajsam (Dunia Fisik / Martabat Insan Kamil)
Ini adalah tahap dunia material yang kita kenal sekarang.
Ruh yang berasal dari alam arwah kini dibungkus oleh jasad fisik dan mengalami kehidupan dunia.
Manusia dalam tahap ini harus menjalani perjalanan spiritual untuk kembali menyadari asal-usulnya yang bersumber dari Tuhan.
7. Alam Insan Kamil (Kesempurnaan Manusia / Martabat Kamilah)
Ini adalah tahap di mana seseorang telah mencapai kesadaran penuh tentang hubungan dirinya dengan Tuhan.
Seorang Insan Kamil adalah manusia yang telah menyelaraskan dirinya dengan kehendak Tuhan dan menjadi cerminan sifat-sifat-Nya.
Para nabi dan wali yang sempurna berada dalam tingkatan ini, di mana mereka menjadi khalifah Tuhan di bumi.
Implikasi Spiritual
1. Perjalanan Ruhani Manusia
Setiap manusia mengalami perjalanan dari alam arwah ke dunia fisik, dan akhirnya kembali kepada Tuhan.
Dengan memahami martabat tujuh, seseorang dapat lebih sadar akan perjalanan spiritualnya dan mempercepat pencapaiannya menuju kesempurnaan.
2. Pemahaman tentang Keberagaman Eksistensi
Dunia yang kita lihat hanyalah satu tingkat dari keseluruhan realitas.
Alam mimpi, alam ruh, dan dimensi metafisik lainnya adalah bagian dari tatanan eksistensi yang lebih luas.
3. Integrasi dengan Pemahaman Lintas Agama
Martabat tujuh memiliki kemiripan dengan konsep kesadaran dalam mistisisme agama lain.
Dalam tradisi Hindu, ada konsep tujuh cakra sebagai pusat energi spiritual dalam tubuh manusia.
Dalam Kekristenan, ada gagasan tentang “kesatuan dengan Kristus” yang bisa dikaitkan dengan konsep Insan Kamil dalam Islam.
Kesimpulan
Martabat tujuh adalah peta spiritual yang menjelaskan bagaimana Tuhan termanifestasi dalam berbagai tingkat eksistensi, dari yang paling abstrak hingga yang paling nyata. Dengan memahami konsep ini, seseorang dapat lebih menyadari perjalanannya dalam mencari Tuhan dan memahami bahwa semua realitas adalah bagian dari kesatuan ilahi.
Melalui pemahaman yang lebih dalam, manusia dapat menjalani hidup dengan lebih sadar, seimbang, dan pada akhirnya mencapai kesempurnaan spiritual sebagai Insan Kamil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar