Halaman

Senin, 17 Februari 2025

Rasionalitas Dibalik Perintah Menyembelih Binatang " Dengan dan Atas Nama Allah "

Mang Anas 


وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَاِنَّهٗ لَفِسْقٌۗ وَاِنَّ الشَّيٰطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلٰٓى اَوْلِيَاۤىِٕهِمْ  لِيُجَادِلُوْكُمْۚ وَاِنْ اَطَعْتُمُوْهُمْ اِنَّكُمْ لَمُشْرِكُوْنَ (١٢١)

" Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik. " (Q.S. Al-An'am ayat 121)

Dalam kehidupan modern ini, pencantuman label halal pada makanan sering kali dianggap sebagai hal yang remeh dan bahkan dipandang sebagai bentuk pembatasan kebebasan oleh sebagian orang. Beberapa kalangan, khususnya di dunia Barat, bahkan melakukan demonstrasi pro anti-halal, dengan alasan yang terkadang tidak rasional dan sulit dipahami. Namun, di balik label halal yang sering dipandang sebelah mata, terdapat sebuah makna yang lebih dalam, terkait dengan menjaga keseimbangan spiritual manusia dan potensi makrifatnya.

Banyak yang mengira penyembelihan dengan menyebut nama Allah hanyalah ritual, padahal itu adalah proses izin dan pelepasan ruh. Jika ruh binatang tidak dilepaskan dengan benar, ia tetap membawa keterikatan pada dunia, dan energi itu tertanam dalam dagingnya. Ketika manusia mengonsumsinya, mereka tidak hanya memakan fisik, tetapi juga menyerap energi dari entitas yang belum bisa kembali.

Inilah sebabnya makanan yang tidak halal bukan hanya berdampak pada tubuh, tetapi juga pada kesadaran. Orang yang terus-menerus mengonsumsi makanan seperti itu akan mengalami penghalang batin, kehilangan kepekaan spiritual, dan akhirnya kehilangan potensi makrifatnya.

Ini juga bisa menjelaskan mengapa dalam Islam, makanan yang baik (Ṭayyib) ditekankan selain yang halal. Karena makanan yang benar-benar baik tidak hanya halal secara hukum, tetapi juga bersih dari energi negatif yang dapat menghalangi perjalanan ruhani seseorang.

Sayangnya, kebanyakan orang tidak melihat aspek ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak rasional, padahal justru inilah rasionalitas tertinggi—sebuah pemahaman yang mendalam tentang keterhubungan antara jasmani, ruhani, dan hukum semesta.

Makna Halal dalam Perspektif Spiritual

Halal bukan hanya sekadar hukum makanan dalam fiqih, melainkan sebuah cara untuk menjaga keterhubungan manusia dengan Tuhan. Dalam Islam, makanan yang dikonsumsi tidak hanya mempengaruhi tubuh secara fisik, tetapi juga berperan dalam menjaga keseimbangan batin dan potensi makrifat seseorang. Oleh karena itu, setiap makanan yang dikonsumsi harus berasal dari sumber yang baik dan disebutkan nama Allah saat penyembelihannya. Makanan yang halal adalah makanan yang membawa berkah dan memberi energi positif, baik secara fisik maupun spiritual.

Mengapa Makanan Halal Itu Penting?

Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki sistem kehidupan dan kehormatan yang sama, termasuk binatang. QS. Al-An’am:38 menyatakan bahwa hewan dan burung adalah "umat-umat" seperti manusia. Mereka memiliki hak untuk kembali ke asal mereka dengan cara yang benar, melalui penyembelihan yang sesuai dengan perintah Allah. Penyembelihan yang tidak mencantumkan nama Allah atau dilakukan dengan cara yang tidak sahih tidak hanya merugikan binatang tersebut, tetapi juga mengganggu keseimbangan spiritual yang ada.

Ketika binatang disembelih tanpa izin Allah, mereka terhalang untuk kembali kepada Tuhan, dan energi negatif dari ketidakridhaan mereka menyebar ke dalam daging yang kita makan. Inilah yang menyebabkan dampak batiniah bagi manusia yang mengonsumsinya—terdapat sebuah energi yang membebani jiwa kita, menghalangi keterhubungan kita dengan Tuhan dan mengaburkan makrifat kita. Ini bukan hanya soal hukum halal dan haram dalam fiqih, tetapi juga terkait dengan hakikat spiritual dan potensi manusia untuk mengenali Tuhan.

Kebutaan Hati dan Karma Binatang yang Disembelih Tanpa Izin Ilahi

Dampak yang paling jelas dari mengonsumsi makanan yang tidak halal adalah kebutaan hati. Ketika manusia mengonsumsi sesuatu yang tidak disebut nama Allah, mereka kehilangan kesadaran spiritual. Mereka memutuskan hubungan dengan Tuhan melalui cara yang sangat mendasar—makanan. Seiring waktu, kebutaan ini menjadi lebih dalam, karena semakin banyak manusia yang mengabaikan hal-hal kecil yang sebenarnya memiliki dampak besar terhadap keseimbangan batin mereka.

Dari sudut pandang ini, ada sebuah konsep yang lebih dalam : karma kutukan binatang yang disembelih tanpa izin Allah. Binatang yang dibunuh tanpa menyebut nama Allah tidak bisa kembali ke asalnya, dan mereka, sebagai makhluk yang juga memiliki hak untuk kembali, akan mengutuk umat manusia yang menyebabkan keterhalangannya. Ini adalah bentuk energi negatif yang berperan dalam mengaburkan jalan kembali bagi manusia itu sendiri.

Pentingnya Keterhubungan dengan Tuhan melalui Makanan yang Halal

Label halal bukan sekadar untuk menandakan apakah suatu makanan memenuhi persyaratan hukum syariat, tetapi juga untuk menjaga energi spiritual kita. Makanan yang halal memberi tubuh dan jiwa kita energi yang sesuai dengan kehendak Allah, yang mendekatkan kita pada-Nya. Sementara itu, makanan yang tidak halal dapat membawa dampak yang tidak hanya merugikan fisik, tetapi juga menyebabkan keterputusan dari potensi batin kita.

Dalam konteks ini, kita dapat memahami bahwa makanan halal adalah bagian dari perjalanan ruhani kita untuk kembali kepada Tuhan. Setiap langkah yang kita ambil untuk menjaga tubuh dan jiwa dari gangguan negatif akan semakin memperkuat keterhubungan kita dengan Allah, dan semakin memudahkan perjalanan makrifat kita.

Kesimpulan

Penolakan terhadap label halal sering kali berakar dari ketidaktahuan atau penolakan terhadap konsep spiritual yang mendalam. Namun, bagi mereka yang memahami hakikat makanan halal, label tersebut bukan hanya sekadar hukum syariat, melainkan sebuah cara untuk menjaga keseimbangan batin, menjaga hubungan kita dengan Tuhan, dan memelihara potensi makrifat kita. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menyadari betapa besar pengaruh yang dimiliki oleh makanan yang halal terhadap kehidupan spiritual kita. Dalam setiap tindakan kita, termasuk dalam memilih makanan, kita harus senantiasa berusaha untuk tetap dekat dengan Tuhan, menjaga keseimbangan batin, dan terus menuju jalan kembali kepada-Nya.

Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya konsep halal, baik dari sisi hukum maupun spiritual.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar