Mang Anas
Pendahuluan
Di tengah keberagaman agama dan kepercayaan, sering muncul pertanyaan: Apakah keselamatan hanya untuk kelompok tertentu? Sebagian orang meyakini bahwa hanya agama mereka yang benar, sementara yang lain tersesat. Namun, jika kita kembali kepada Al-Qur’an, kita menemukan pesan yang lebih luas dan inklusif : keselamatan bukan semata tentang agama sebagai institusi, tetapi tentang iman, amal saleh, dan ketulusan kepada Tuhan yang Esa.
Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia boleh memiliki syariat berbeda, asal mereka beriman kepada Tuhan yang sama. Keberagaman tidak seharusnya menyebabkan perpecahan, tetapi itu ujian dari Allah agar manusia berlomba dalam kebaikan.
Artikel ini akan mengupas prinsip keselamatan dalam perspektif Al-Qur’an dan bagaimana konsep ini bisa menjadi dasar bagi moderasi beragama.
1. Tauhid sebagai Inti Keselamatan
Dalam QS. Ali 'Imran: 64, Allah menyeru kepada kalimah sawa' (kalimat yang sama), yaitu:
"Marilah kita menuju kepada suatu kalimat yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah selain Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan tidak menjadikan sebagian kita sebagai tuhan selain Allah..." (QS. Ali 'Imran: 64)
Dari ayat ini, kita memahami bahwa keimanan kepada Tuhan yang Esa adalah inti dari keselamatan. Semua agama samawi (agama yang bersumber dari wahyu) memiliki prinsip tauhid sebagai ajaran utama.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa manusia sering kali memahami agama dalam batas-batas institusi, bukan dalam hakikat ketundukan kepada Tuhan. Padahal, Allah tidak menuntut sekadar label agama, tetapi penghambaan yang sejati kepada-Nya.
2. Perbedaan Syariat adalah Kehendak Allah
Sebagian orang beranggapan bahwa hanya ada satu jalan keselamatan, yaitu agama mereka sendiri. Padahal, dalam QS. Al-Ma'idah: 48, Allah justru menjelaskan bahwa Dia sendiri yang menetapkan adanya keberagaman syariat:
"Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia hendak mengujimu terhadap apa yang telah diberikan kepadamu. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan..." (QS. Al-Ma'idah: 48)
Artinya, agama bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi tentang bagaimana seseorang berbuat baik kepada sesama.
3. Prinsip Keselamatan Universal
Allah menjelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 62 bahwa keselamatan tidak terbatas pada satu golongan saja:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi'in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada ketakutan atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al-Baqarah: 62)
Tidak ada pernyataan bahwa keselamatan hanya untuk satu agama tertentu. Label agama bukan jaminan, yang menentukan adalah iman sejati dan amal perbuatan.
Hal ini juga diperkuat dalam QS. Al-Ma'idah: 48 yang menegaskan bahwa pada akhirnya Allah sendiri yang akan menghakimi segala perbedaan manusia di Hari Akhir.
4. Allah sebagai Hakim Sejati
Sering kali, manusia sibuk mempertanyakan, "Siapa yang lebih benar?" atau "Siapa yang lebih berhak atas surga?" Padahal, Allah sendiri yang akan menjadi hakim atas semua perbedaan:
"Kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia akan memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan." (QS. Al-Ma'idah: 48)
Manusia tidak memiliki kapasitas untuk menghakimi iman orang lain. Tugas manusia adalah berbuat baik dan beribadah dengan ikhlas, bukan menjadi hakim atas keimanan orang lain.
Kesimpulan : Satu Iman, Beda Agama dalam Perspektif Hakikat
Kesadaran ini sangat penting dalam membangun moderasi beragama. Perbedaan agama tidak seharusnya menjadi alat untuk saling menyesatkan, melainkan sebagai ladang untuk berlomba dalam kebajikan.
Allah tidak menciptakan manusia untuk saling menghakimi, tetapi untuk menemukan kebenaran dengan hati yang jernih dan logika yang lurus.
Jika semua pemeluk agama memahami konsep ini, maka konflik atas nama agama bisa diminimalkan. Manusia tidak dipanggil untuk memperdebatkan siapa yang lebih benar, tetapi untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya di dunia.
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar